Mohon tunggu...
Heru Legowo
Heru Legowo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang yang suka sesuatu hal yang baru, yang menantang fisik, kecerdasan dan yang penting segala sesuatu yang membuatnya merenung! Oleh karenanya, dia kerap melakukan pekerjaan atau perjalanan yang tidak biasa. Hal-hal baru dan tempat-tempat baru selalu mengusik keinginan-tahuannya. Dia akan melakukan apa saja untuk dapat mengerti dan memahaminya, kemudian berusaha menuliskan pengalamannya; untuk sekedar berbagi. Semoga bermanfaat …

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Siapa Sebenarnya Amangkurat I?

17 Juni 2015   22:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:08 13213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tegal sebuah kota di Jawa Tengah memiliki ke khususan sendiri. Yang pasti warung nasinya yang khas, Warteg terkenal dimana-mana. Harganya yang murah meriah menjadi pilihan rakyat kecil atau siapa saja yang kebetulan sedang cupet duitnya. Juga banyak menyelamatkan mahasiswa agar bisa survive, karena telat mendapat kiriman uang dari orangtuanya.

Sabtu 13 Juni kemarin, saya ingin mencoba makanan khas Tegal, sauto. Katanya sauto yang enak ada di Talang kira-kira 7 km di sebelah selatan Tegal. Nah ketika meluncur ke selatan Tegal, saya kebablasen. Jadi saya putuskan mampir sekalian ke Tegalwangi, makamnya Sunan Amangkurat I. Seorang Sunan yang meninggal dalam pelarian karena kalah perang ketika akan meminta bantuan kepada Kumpeni Belanda. Dulu saya pernah kesini, ketika masih SMA, berarti hampir 44 tahun yang lalu. Lama sekali ya.

Makam Amangkurat I terletak kurang 1 km sebelah kanan dari jalan raya Tegal-Slawi. Ketika saya memasuki kompleks, makam ini tertata rapi terkesan lapang, tenang dan teduh. Gerbang  makam terkunci, mesti ada juru kunci yang dapat membukanya. Lalu saya minta kepada juru kunci Bapak Kajluri untuk membuka gerbang, agar kami dapat melihat bagian dalam  kompleks makam ini. Seseorang lalu menjemput beliau dari rumahnya yang berada dekat kompleks makam ini. Kemudian beliau datang dan mengantarkan kami masuk.

Memasuki gerbang makam, sebuah bangunan kayu berwarna kuning tua dengan tiang-tiangnya berwarna hjau tua, tampak artisik tegak berdiri diatas beberapa undakan lantai. Kami menaiki tangga dan memasuki cungkup makam yang berukuran + 4 X 5 meter. Sebuah makam berada ditengahnya dan dikerudungi kelambu putih. Bpk. Kajluri memimpin doa. Saya membacakan Al-Fatihah untuk Sri Susuhunan Amangkurat Agung atau Amangkurat I. Setelah itu kami melihat-lihat lokasi kompleks makam yang dikeramatkan masyarakat ini.

 

Sejarah

Alkisah, Sri Susuhunan Amangkurat Agung atau Amangkurat I (1646-1677), lahir tahun 1619 M. Ia anak Sultan Agung Hanyokrokusumo. Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin. Ibunya Ratu Wetan, putri Tumenggung Upasanta Bupati Batang keturunan, Ki Juru Martani. Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram. Ia memiliki dua permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I.

Sejak umur 5–15 tahun, Raden Mas Sayidin dididik oleh Tumenggung Mataram. Setelah Sultan Agung mangkat, Amangkurat I menggantikannya, dan berkuasa tahun 1646-1677. Suatu masa yang dianggap sebagai tanda kemunduran Kerajaan Mataram.

Kekuasaan absolut Amangkurat I telah terlihat sejak ia terpilih jadi Sunan (singkatan dari Susuhunan) Mataram pada tahun 1646 M. Pada tahun 1647 Amangkurat I memindahkan ibukota kerajaan dari Kota Gede ke Plered. Berbeda dengan keraton di Karta (Kota Gede) yang terbuat dari kayu, Sunan membangun Keraton yang terbuat dari batu bata dan dikelilingi parit besar. Keraton yang berada di tengah parit buatan itu seperti menggambarkan jiwa Amangkurat yang terasing. Amangkurat I memang mencurigai siapapun yang berada disekelilingnya.

Konon pada setiap malam, seluruh kompleks Keraton disterilkan dari laki-laki. Hanya ia sendiri yang tinggal bersama ratusan wanita, abdi dalem, dan istri-istrinya. Penjagaan diserahkan kepada pasukan wanita, terdiri tiga puluh prajurit wanita cantik; yang disebut prajurit Trinisat Kenya yang dengan setia selalu menjaganya.

Kisah Cinta

Amangkurat I adalah raja yang kejam, arogan dan suka memaksakan kehendaknya. Sebelum menjadi Sultan dan masih menjadi putra mahkota, ia terlibat skandal dengan istri Tumenggung Wiraguna. Ketika menjadi Raja, Amangkurat I menumpahkan kebenciannya kepada Tumenggung Wiraguna. Sunan mengirimnya ke timur untuk menumpas ekspansi pasukan Bali di Blambangan. Di tempat yang jauh dari keluarga dan para pendukungnya itu, Tumenggung Wiraguna dibunuh. Konon, pembunuhnya adalah Kiai Ngabehi Wirapatra, orang kesayangan terdekat Sunan Amangkurat I.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun