Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Landung Simatupang dan Proses Kreatif di Balik Layar

1 Juli 2025   20:53 Diperbarui: 2 Juli 2025   13:35 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Review pementasan bersama Landung Simatupang/Foto: Hermard

Persengkongkolan/Foto: Gilang Satmaka
Persengkongkolan/Foto: Gilang Satmaka
Meskipun pada awal pementasan, Landung dan Ina sempat merasa was-was karena dibuka oleh pemain "anyaran" didampingi aktor yang suka berimprovisasi, toh beberapa menit kemudian keduanya merasa bersyukur atas kehebatan Ido Bento dan Ikun SK.

Di atas panggung, Ido Bento bermain mengalir, sedangkan Ikun SK mampu mengendalikan diri, sehingga lontaran guyonannya tidak kebablasan seperti dagelan Srimulat.

Aksi panggung Margono, Enji, dan Patah Ansori/Foto: Gilang Satmaka
Aksi panggung Margono, Enji, dan Patah Ansori/Foto: Gilang Satmaka
"Kita bersyukur bahwa di tengah perjalanan pentas, kita selamat , tidak berhenti di tengah jalan karena lupa hafalan, misalnya..."

Dalam proses latihan, Landung mengaku banyak menerima masukan, termasuk dari Bagus Mazasupa tentang topi yang digunakan meneror keluarga Pak Projo. Semula topi itu akan dimasukan ke dalam tas. Tapi kemudian muncul ide kalau topi itu dipakaikan ke bangkai kepala anjing, sehingga saat pementasan, topi ditenteng, menjadi benda yang menjijikan, bau, dilempar kesana-kemari. Pemain lain, Ido, Putu, Enji, dan hampir semua pemeran memberikan banyak inisiatif. Hal ini mempermudah sutradara dalam melakukan tugasnya.

Syukuran di Rumah Nusantara Baca/Foto: Ido Bento
Syukuran di Rumah Nusantara Baca/Foto: Ido Bento
"Kerja sama seperti inilah yang selalu saya jaga dalam menyutradarai pementasan. Tanpa masukan dari pemain, saya dan kita tidak bisa apa-apa, ora isa mbayangkake piye njuran...Inisiatif pemain mampu memunculkan gagasan-gagasan baru," jelas Landung.

Keterbatasan anggaran menjadi alasan mengapa ada perubahan latar cerita, tidak sesuai dengan naskah aslinya. Di samping menghindari agar tidak menjadi naskah panggung berkonsep realis murni. Bagi Landung, realis murni akan membebani pemain dan akan menimbulkan kerumitan-kerumitan tersendiri. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun