Di atas panggung, Ido Bento bermain mengalir, sedangkan Ikun SK mampu mengendalikan diri, sehingga lontaran guyonannya tidak kebablasan seperti dagelan Srimulat.
Dalam proses latihan, Landung mengaku banyak menerima masukan, termasuk dari Bagus Mazasupa tentang topi yang digunakan meneror keluarga Pak Projo. Semula topi itu akan dimasukan ke dalam tas. Tapi kemudian muncul ide kalau topi itu dipakaikan ke bangkai kepala anjing, sehingga saat pementasan, topi ditenteng, menjadi benda yang menjijikan, bau, dilempar kesana-kemari. Pemain lain, Ido, Putu, Enji, dan hampir semua pemeran memberikan banyak inisiatif. Hal ini mempermudah sutradara dalam melakukan tugasnya.
Keterbatasan anggaran menjadi alasan mengapa ada perubahan latar cerita, tidak sesuai dengan naskah aslinya. Di samping menghindari agar tidak menjadi naskah panggung berkonsep realis murni. Bagi Landung, realis murni akan membebani pemain dan akan menimbulkan kerumitan-kerumitan tersendiri. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI