Bentuknya yang sederhana, berirama, mudah diingat, menjadikan parikan populer di kalangan masyarakat luas (pedesaan/perkotaan), bahkan sampai hari ini.
Hal tersebut setidaknya dibuktikan dengan antusiasme keterlibatan masyarakat dalam Parade Parikan Blora.
Hal menarik dalam Parade Parikan Wong Blora Ngudarasa, selain tokoh kentrung Zaenuri Sutrisno (putra tokoh kentrung Mbah Tris), tampil pula Sanggar Seni Padma Widya SMA Negeri 2 Blora dengan sinden dari SMK Negeri 2 Blora yang membuka dan merespon seluruh pembaca parikan dengan jengglengan mengesankan. Selain itu, mereka menampilkan gendhing "Eman-eman", disisipi parikan-parikan menarik.
Upaya Rumah Literasi Blora dan Dinas Perpustakaan mengadakan parade parikan, setidaknya menunjukan bahwa parikan merupakan bagian penting dari kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa.
Parikan memiliki fungsi menyampaikan pesan moral, etika, atau nasihat dengan cara yang mudah diingat. Selain itu, parikan dimanfaatkan menyampaikan kritik secara tidak langsung demi menjaga keharmonisan, menghindari konflik.
Parikan menjadi hiburan pelepas lelah. Secara tidak langsung, mampu memperkuat hubungan sosial, menciptakan suasana akrab, dan menegaskan identitas budaya masyarakat Blora.
Sebagai bentuk ekspresi budaya, parikan mencerminkan kearifan lokal melalui bahasa, tema, dan isi yang berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat tradisional.
Ara-ara digawe pasar/Tuku bubur campur ketan/Wong Blora basane kasar/Asline jujur tur apikan. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI