Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Antara Kotabaru dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta

16 Maret 2024   17:04 Diperbarui: 16 Maret 2024   17:08 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik Nol Kilometer Yogyakarta/Foto: Hermard

Kata ngabuburit  (Sunda) berarti ngalantung ngadagoan burit atau bermain sambil menunggu waktu sore.

Sebenarnya ada banyak pilihan tempat ngabuburit yang dapat dijadikan pilihan saat  kita berada di Yogyakarta.

Semua tergantung pada niat  ngabuburit, apakah sekadar jalan-jalan mencari berbagai penganan, menelusuri jejak masa lalu,  mengembangkan hobi fotografi, atau sekadar menyenangkan anak-anak menanti kereta api melintas. 

Hal terakhir ini biasanya dilakukan orang tua sambil momong anak di timur stasiun Lempuyangan (di bawah jembatan layang)  dan di stasiun Patukan, Gamping, Sleman. 

Jangan takut terlambat berbuka puasa atau anak-anak merengek, karena di dua tempat itu banyak penjual makanan, minuman, dan mainan dengan memanfaatkan gerobak dorong atau motor dilengkapi rombong/kotak kaca untuk menaruh berbagai barang dagangan (termasuk penganan).

Kalau hanya sekadar jalan-jalan sambil mencari makanan  berbuka puasa, bisa merasakan sensasi pasar sore Ramadan Lembah UGM yang dinyatakan sebagai pasar Ramadan terpanjang di Yogyakarta atau pasar Ramadan Jalan Mondorakan Kotagede. 

Pilihan lain yang  ikonik adalah Kampung Ramadan Jogokaryan dan Pasar Sore Ramadan Kauman.  Tempat-tempat itu merupakan pasar Ramadan legendaris, menyediakan berbagai penganan tradisional maupun kekinian.

Kotabaru: Nieuwe Europeesche Villa-Park
Wilayah Kotabaru yang dipenuhi bangunan dengan gaya arsitektur kolonial Belanda/Indische, merupakan kota yang dibangun guna menampung orang-orang Eropa yang tak  lagi tertampung di kawasan Loji Kecil, Setyodiningratan,  Bintaran, dan  Jetis. 

Pemukiman Kotabaru (Ani Larasati) dibangun atas permintaan Cornelis Canne (sebagai residen) kepada Sri Sultan Hamengku Buwana VII agar diperbolehkan menggunakan lahan di sebelah utara kota guna tempat permukiman khusus orang Eropa. 

Kawasan permukiman ini awalnya bernama Nieuwe Wijk (Bruggen dan Wassing,  dalam Wahyu, 2011). Atau bisa juga disebut sebagai Nieuwe Europeesche Villa-Park, wilayah hunian bagi pegawai tinggi Belanda, pengusaha, maupun administratur pabrik gula.   

Dibangun pada akhir pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII (1877 -- 1921). Kawasan ini merupakan kawasan yang benar-benar baru dibangun terpisah dari Kota Yogyakarta lama.

Berbeda dengan bangunan di kampung lain yang hanya memperhatikan bentuk visual rumah, maka pembangunan  Kotabaru sejak awal sudah memberi perhatian pada lingkungan dan berbagai fasilitas umum. 

Pepohonan yang rindang di bagian depan bangunan mendominasi halaman rumah dan ruang-ruang tepi jalan. Sampai saat ini jejak itu masih bisa kita temukan dengan sebaran pepohonan rindang  menghiasi jalan melingkar sepanjang Kotabaru. 

Sebagai kota yang dirancang dengan baik, keberadaan Kotabaru dilengkapi  berbagai sarana dan fasilitas transportasi (stasiun Lempuyangan), kesehatan (rumah sakit DKT) , tempat ibadah (masjid Syuhada), tempat olah raga (Kridosono), dan fasilitas pendidikan (SMP Negeri 5 dan SMA Negeri 3).

Gramedia/Foto: Hermard
Gramedia/Foto: Hermard
Ngabuburit di Kotabaru bisa saja kita awali dengan membaca-baca buku di Gramedia, selatan perempatan Korem. Puas membaca dan memilih buku, membeli alat tulis, dilanjutkan menyusuri Jalan Suroto yang membentang di sisi timur Gramedia. 

Di jalan ini dan berbagai jalan yang melingkari Kotabaru, bangunan-bangunan lama akan memanjakan mata. Keelokan arsitektur kolonial Belanda/Indische terjaga dengan baik, meskipun beberapa bangunan telah berubah fungsi sebagai area komersial (tempat usaha).

Kondisi itu tercipta karena Kotabaru ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya, tertuang dalam Perda DIY No. 6 Tahun 2012, Tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya, bahwa panduan arsitektur bangunan baru pada kawasan Cagar Budaya Kotabaru ditetapkan memakai gaya arsitektur Indis dan Kolonial.

Ornamen Naga/Foto: Tribun Jogja
Ornamen Naga/Foto: Tribun Jogja

Nuansa Bali Kotabaru/Foto: dokpri Hermard
Nuansa Bali Kotabaru/Foto: dokpri Hermard
Jalan Suroto juga dimanfaatkan sebagai media luar ruang yang menggambarkan toleransi masyarakat Yogyakarta.  Saat Imlek, misalnya, ruas Jalan Suroto dihiasi dengan ornamen imlek berupa benda seni ornamen berujud naga. Begitu saat Nyepi, jalan tersebut disulap bernuansa Bali.

Di ujung selatan Jalan Suroto, dengan berjalan kaki, kita bisa berbelok ke kanan menyusuri gedung SMA Negeri 3. Di sudut lapangan, kita akan mendapati bangunan  gardu listrik  (Babon Aniem),     dibangun Belanda sebagai tempat mengatur dan membagi daya listrik  kawasan Kotabaru. 

Babon Aniem selalu berubah wajah/Foto: dokpri Hermard
Babon Aniem selalu berubah wajah/Foto: dokpri Hermard
Didirikan sekitar tahun 1918 oleh perusahaan penyedia listrik swasta Algemene Nederlandsch Indische Electrisch Maatscapij (Aniem). Bangunan ini sekarang tampil terawat dengan dilengkapi keterangan mengenai bangunan bersejarah tersebut.

Beberapa tahun silam bangunan ini sering berganti wajah dengan  mural (grafiti) yang dibuat  para seniman dalam proyek mural Jogja.

Dari sini kita bisa lurus ke barat dan akan bertemu dengan masjid Syuhada. Tapi karena belum waktunya berbuka puasa, kita akan berjalan ke arah utara menyusuri tepian kali (sungai) Code. 

Angkringan Code/Foto: Mojok.co
Angkringan Code/Foto: Mojok.co
Nah di sinilah kita akan memesan menu buka puasa di lapak-lapak/angkringan sepanjang trotoar kali Code sambil lesehan memandangi keindahan gunung Merapi atau melihat dari atas kesibukan   masyarakat di bantaran kali Code.

Titik Nol Kilometer: Magnet Kerinduan
Yaps, tidak dapat dibantah  bahwa Titik Nol Kilometer merupakan tempat ngabuburit favorit bagi masyarakat Yogyakarta dan wisatawan. Mereka berkumpul   sambil berfoto menunggu saat buka puasa.  

Ngabuburit Titik Nol Kilometer/Foto: Hermard
Ngabuburit Titik Nol Kilometer/Foto: Hermard
Sebagai ruang publik, terdapat bangku-bangku antik dengan latar belakang gedung-gedung tua bergaya Indische. Orang betah berlama-lama di sini merasakan atmosfer bangunan tua yang indah dan kokoh. 

Belum lagi didukung oleh suasana ngangeni yang Yogya banget: sesekali andong melintas dengan sais berpakaian Jawa. Jika beruntung akan melihat abdi dalem menuju keraton atau bertemu dengan beberapa Jogoboro berpakaian ala prajurit keraton.

Kantor Pos dan Andong/Foto: Hermard
Kantor Pos dan Andong/Foto: Hermard
Salah satu bangunan yang mencuri perhatian di Titik Nol Kilometer adalah bangunan kantor pos. Dibangun pada zaman Hindia Belanda dengan nama Post Telegraaf en Telefoonkantoor, digarap oleh Burgerlijke Openbare Werken pada tahun 1912.

Dari Titik Nol Kilometer, kita dapat bergerak ke utara,  menyusuri kampung Gandekan dan Ketandan, menyaksikan beberapa bangunan lawas bergaya Cina.

Atau memilih ke arah timur, Jalan Brigjen Katamso? Di sini kita akan menemukan klenteng Fuk Ling Miau  (Kelenteng Gondomanan) - tempat peribadatan umat agama Kong Hu Cu dan Buddha -- di samping  menemukan beberapa bangunan dengan ciri arsitektur bergaya Cina.

Jika sudah mendekati saat berbuka puasa, maka jalan yang harus dipilih adalah ke arah barat menuju  Pasar Sore Ramadan Kampung Kauman di Jalan KH Ahmad Dahlan. 

Di gang sempit sepanjang  seratus enam puluh meter ini bisa ditemukan makanan tradisional maupun kekinian. Banyak orang berburu kicak, penganan tradisional masyarakat Kauman yang terbuat dari ketan dicampur parutan kelapa, gula, dan  potongan nangka dan hanya ada di bulan Ramadan. 

Ornamen Masjid Gedhe Kauman/Foto: Hermard
Ornamen Masjid Gedhe Kauman/Foto: Hermard
Puas berbelanja di sini, kita bergegas ke Masjid Gedhe Kauman untuk menunaikan salat Magrib dan buka puasa bersama dengan takjil yang dibagikan secara gratis.

Bagaimana, milih ngabuburit di Kotabaru atau Titik Nol Kilometer? Mari bersua di Yogyakarta!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun