Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Membaca Puisi dengan Sentuhan Ajaib

26 Mei 2023   10:25 Diperbarui: 26 Mei 2023   10:28 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca puisi bukan adu gaya/Foto: Hermard

Saat membuka pintasan kenangan dalam Facebook, saya menemukan tulisan Mahatma Muhammad yang diforward oleh Mas Landung Simatupang, pendiri teater Stemka Yogyakarta, ke lini masa saya. Kenangan delapan tahun lalu itu menjadi penting karena masih memiliki kolerasi dengan cara membaca puisi di berbagai tempat dan senyampang kegiatan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional mulai bergulir. 

Setidaknya tulisan Mahatma dan pembahasan kali ini penting sebagai pegangan bagi guru pendamping dalam "memberi petunjuk" atau pendampingan bagi siswa. Saya tampilkan lengkap kegelisahan Mahatma, pekerja seni asal Pariaman agar kita dapat merasakan kegusarannya setelah  selesai menjadi juri lomba baca puisi FLS2N tahun 2018 untuk SMP tingkat kabupaten.

Ungkapnya, meski tidak semua, tapi sebagian besar siswa, dari 47 peserta yang manis-manis saat menunggu giliran tampil, tiba-tiba ketika membacakan puisi menjadi beringas kesetanan, menghentak jingkrak sambil marah-marah, menangis teriak penuh beban, menunjuk menuding juri sambil melotot bak anak baru belajar jadi preman. 

Seusai pembacaan mereka merasa hebat, karena sudah berhasil menjalankan instruksi guru atau pelatih dengan sempurna. Begitu, terjadi pengulangan dari tahun ke tahun, tidak hanya di sekolah, tapi juga perguruan tinggi dan tingkat umum. 

Lomba baca puisi akhirnya jadi lomba pamer bentuk ketimbang isi, pamer siapa yang paling pandai marah, paling cepat kerasukan, paling hebat hentak-jingkrak, paling haru menangis dan pamer siapa yang paling berhasil membuat juri takut dengan menunjuk-nunjuk atau melotot.

Menghayati puisi/Foto: Hermard
Menghayati puisi/Foto: Hermard
Kekesalan pendiri dan sutradara teater di Komunitas Seni Nan Tumpah itu dapat dipahami karena hal serupa juga saya alami saat menjadi juri lomba baca puisi tingkat SD. Hampir semua peserta, kurang lebih dua puluh lima orang, dari awal membaca hingga akhir, tangan dan tubuh mereka terus bergerak tak menentu. Saya jadi berpikir, ini sesungguhnya lomba menari atau olahraga? Bahkan ada dua peserta meninggalkan teks puisi mereka di meja depan sesaat sebelum naik panggung. 

Kasus lain  dilakukan siswa SMA, saat tampil ia over acting membaca sambil berguling-guling di lantai. Bahkan ada peserta perempuan sampai menangis termehek saat membaca puisi.

Seusai lomba baca puisi tingkat SD, saya sengaja menemui guru pendamping menanyakan mengapa dalam membaca puisi, hampir semua murid menggerakan tangan dan tubuh mereka sepanjang pembacaan puisi? Jawaban para guru di luar dugaan saya: Iya Pak, karena yang menjadi pemenang tahun lalu, cara membacanya seperti itu...

Dari beberapa kasus di atas, sebaiknya kita kembali mempertanyakan apa sesungguhnya hakikat fungsi dari karya sastra, mengapa para peserta lomba baca puisi di atas mempertunjukan cara baca yang "aneh" (setidaknya menurut saya)?

Secara umum, sastra mempunyai fungsi dulce et utile (Horatius), yaitu sangat menyenangkan dan berguna/mendidik. Artinya dalam konteks membaca puisi, seyogianya pembaca memberikan kesenangan  dalam diri pembaca dan melahirkan ketertarikan bagi audience (pendengar/penonton).  

Di sisi lain, pembaca puisi dituntut dapat menyampaikan pesan yang terdapat dalam puisi yang dibacakan. Bukankah karya sastra (termasuk puisi), seperti pernah dikatakan Sarumpaet, bermaksud memberikan nasihat dan penanaman etika sehingga pembaca/audience dapat meneladani hal-hal positif dalam karya sastra. Dalam hal ini, sastra memampukan manusia menjadi lebih manusia: mengenal diri, sesama, lingkungan, dan berbagai permasalahan kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun