Saya sangat terkejut dan terpukul saat menayangkan tulisan "Karya Sastra di Luar Balai Pustaka" tiba-tiba mendapat surat cinta dari admin Kompasiana dan artikel dihapus. Masalahnya sejak mendapat surat cinta pada 22 Januari (soal foto) Â dan 2 Maret (soal artikel), saya berusaha secara serius tidak akan mengulangi kesalahan.Â
Begitu kemarin mendapat surat cinta, saya langsung memeriksa ulang semua tulisan di Kompasiana. Mendapatkan tulisan "Sastra Jawa Balai Pustaka" (15/2/2023). Apakah karena judulnya nyaris sama lalu dianggap sebagai duplikasi? Atau karena ada alasan lain?Â
sastra Jawa dan tulisan terbaru mengenai sastra Indonesia dan peranakan Cina. Pokok pembicaraan danpenjelasannya pun berbeda.
Agar tidak penasaran dan menjaga nama baik (ceilah!, nggaya!) karena sudah dianggap melanggar syarat dan ketentuan Kompasiana, saya mengirim email ke admin Kompasiana, menjelaskan bahwa kedua tulisan itu objek pembicaraannya berbeda. Satu menyoalLepas dari itu, keberadaan  dunia sastra, baik sastra Jawa maupun sastra Indonesia, keduanya mengadakan "perlawanan" dengan cara mereka masing-masing terhadap hegemoni Balai Pustaka. Perlawanan sengit itu setidaknya terlihat dari banyaknya penerbit swasta (di luar Balai Pustaka) yang terus menerbitkan karya sastra Jawa dan sastra Indonesia/peranakan Cina.
Email tersebut ternyata langsung ditanggapi admin Kompasiana dan memberi penjelasan yang melegakan -- meskipun tidak langsung menghapus notifikasi Kompasiana berisi teguran menyalahi syarat dan ketentuan Kompasiana (semoga ini tidak berpengaruh pada nilai rapor saya di Kompasiana).
Tulisan  "Karya Sastra di Luar Balai Pustaka" yang semula bernasib malang, muncul kembali di Kompasiana.Â
Bravo admin Kompasiana! Terima kasih.