Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Agus Noor, Berdiri Paling Depan di Belakang Panggung

21 Maret 2023   16:47 Diperbarui: 26 Maret 2023   13:30 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sutradara teater, Sastrawan Agus Noor. (Foto: KOMPAS/WAWAN H PRABOWO) 

Sastrawan Agus Noor lahir di Tegal, Jawa Tengah, 26 Juni 1968, berlatar belakang pendidikan Jurusan Teater Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta. Meskipun berlatar belakang pendidikan teater, ia aktif menulis. Baginya, menulis  merupakan cara  menyelamatkan diri dari kegilaan. 

Dikenal sebagai cerpenis dan piawai menulis naskah panggung bergaya parodi dan  satir. Di samping itu dikenal sebagai penulis skenario sinetron. Monolog "Matinya Tukang Kritik" merupakan salah satu karyanya yang menertawakan keadaan Indonesia. 

Bersama Ayu Utami,  menulis naskah Sidang Susila untuk merefleksikan dan mengkritik Rancangan Undang-undang Pornografi. 

Ia terlibat dalam program Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penulis skenario yang ide dasarnya dikembangkan dari naskah monolog "Matinya Tukang Kritik" yang sebelumnya dimainkan oleh Butet Kartaredjasa.

Beberapa naskah monolognya, antara lain  (1) "Mayat Terhormat",  disusun bersama Indra Tranggono. Naskah itu dimainkan pertama kali di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki pada tanggal 27 sampai dengan 29 Maret 2000. 

Selanjutnya, pada tanggal 7 sampai dengan 8 April 2000 karya itu dipentaskan lagi di Purnabudaya Yogyakarta. Naskah dimainkan oleh Butet Kertaradjasa, Supervisi Penyutradaraan: Jujuk Prabowo, dan Penata Musik: Djaduk Ferianto; (2) "Sarimin"; (3) "Presiden Kita Tercinta"; dan (4) "Matinya Tukang Kritik".

Cerpen Agus  Noor/Foto: Hermard
Cerpen Agus  Noor/Foto: Hermard

Agus Noor  beberapa kali meraih penghargaan sastra, di antaranya, memenangkan juara I penulisan cerpen pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) I tahun 1991, dan mendapat penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) IV tahun 1992. 

Sementara pada tahun 1999, tiga cerpennya, "Keluarga Bahagia", "Dzikir Sebutir Peluru", dan "Tak Ada Mawar di Jalan Raya" mendapat Anugerah Cerpen Indonesia yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta. 

Penghargaan lain didapatkan lewat cerpen "Pemburu", oleh majalah sastra Horison dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah terbit di majalah itu selama kurun waktu 1990-2000. Cerpen "Piknik" mendapat Anugerah Kebudayaan 2006, Departemen Seni dan Budaya.

Keramahan Agus Noor/Foto: dokpri Hermard
Keramahan Agus Noor/Foto: dokpri Hermard
Karier kesastrawanan Agus Noor merupakan buah kesungguhan dan ketangguhannya dalam berproses kreatif. Sejak masih SMP dan tinggal di Tegal, ia  memiliki cita-cita besar untuk  ke Yogyakarta yang menjadi ajang berkesenian para seniman ternama di Indonesia. 

Informasi kegiatan-kegiatan sastra dan seni di Yogyakarta diketahuinya dari media, membuatnya memiliki rasa ingin tahu yang besar atas pesona seniman-seniman di Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun