Pengantar
Kaum Nasrani (Kristen+Katolik) di seluruh dunia setiap tahun selalu ada dalam Minggu-minggu masa raya Sengsara Yesus Kristus. Selama 7 minggu refleksi diperdengarkan dan direnungkan. Sikap dan tindakan diwujudkan, dikaryakan dan barangkali ada yang mempublikasikan di ruang publik di zaman ini. Siapa yang tak rindukan menjadi pesohor? Anak di kampung yang mengenal android dengan fitur dan aplikasi di dalamnya pun merindukannya. Bagaimana dengan yang lainnya?
Gereja-gereja (tradisional) di Indonesia membawa kaum muda berlutut di altar kudus. Sebutannya, peneguhan anggota sidi. Dalam jumlah tertentu mereka diteguhkan dan dihadapkan serta mendapat tugas dan tanggung jawab sebagai anggota jemaat dewasa. Mereka menyatakan dengan suara lantang akan keimanan mereka pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat. Tiap individu kaum muda yang berlutut di sana, meletakkan diri bagai persembahan pada Junjungan Agung Mahamulia, Yesus Kristus. Maka, mereka berbusana dan berdandan sedemikian rupa agar terlihat bagai persembahan yang membawa wewangian di hadapan-Nya, sambil berlaku bagai "pertunjukan busana" dan tampilan terbaik.
Itulah sebahagian di antara kegiatan gerejani/gerejawi dalam Minggu-minggu Sengsara Yesus Kristus. Semuanya itu akan berpuncak pada Kematian Yesus yang oleh dunia kekristenan diperingati sebagai Jumat Agung.
Sekitar dan Tiba pada Jumat Agung Pada Masa (Sengsara) Yesus
Fakta-fakta dicatat pada hari-hari menjelang dan penderitaan yang dialami oleh Yesus di Yerusalem oleh para Penulis kitab-kitab Injil. Para penulis Injil: Matius, Markus, Lukas dan Yohanis/Yohanes mencatatkan secara paralel segala hal yang sedang terjadi. Khusus fakta-fakta yang dapat saja disebutkan menjadi pendahuluan hingga mencapai titik puncak yakni wafat-Nya. Beberapa catatan itu antara lain:
- Yesus masuk ke Yerusalem mengendarai seekor keledai, dieluk-elukkan sebagai raja (Mat.21:1-11; Mrk 11:1-10; Luk.19:28-38;Yoh.12:12-15)
- Yesus makan Paskah bersama murid-murid-Nya (Mat.26;17-25; Mrk.14:12-21;Luk.22:7-14;Yoh.13:21-30)
- Yesus berdoa di Taman Getsemani dan penangkapan-Nya (Mat.26:36-56;Mrk.14:32-53;Luk 21:39-53; Yoh.17 & 18:1-11)
- Yesus di hadapan Hanas (Mat.26:27-75; Mrk 14:53-72; Luk.22:54-71; Yoh.18:12-14; 19-24)
- Yesus di hadapan Sidang Mahkamah Agama Yahudi (Mat.26:57-68;Mrk.14:53-65; Luk.22:52-55, 63-71)
- Yesus di hadapan Pilatus (1) (Mat.27:1-2; Mrk.15:1; Luk.23:1-2; Yoh.18:28-32
- Yesus di hadapan Pilatus  (2) (Mat.27:11-26; Mrk.15:1-15; Luk.23:1-5,13-25; Yoh.18:33- 19:16)
- Yesus disalibkan (Mat.27:32-44; Mrk.15:20b-33; Luk.23:26, 33-43; Yoh.19:17-14)
- Kematian Yesus
Fakta yang diceritakan oleh para Penulis Injil sebagaimana disebutkan di atas, bukan sebagai cerita romantisme dan nostalgia. Semua itu ditulis untuk mendeskripsikan situasi dan kondisi nyata yang terjadi pada Satu Tokoh Amat Penting dalam sejarah umat manusia. Tokoh Amat Penting itu berada dalam satu situasi yang tidak dapat dihindari-Nya. Ia berada di dalam lingkaran kekuasaan kaum agamawan: Rabi/Rabuni, Imam Besar, Imam-imam, dan dunia sekuler: Pemerintah Propinsi Yudea dan Pemerintah otonom/istimewa Keyahudian.
Menarik untuk disimak bahwa pada waktu Yesus masuk ke Yerusalem dengan mengendarai keledai, Ia disambut bagai raja. Dieluk-elukkan secara spontan, jujur tanpa pengerahan massa. Kaum marginal yang menyambut-Nya menempatkan ragam aksesori di jalan yang dilewati Yesus yang berkendara keledai. Kain, dan pakaian dibentangkan, daun palm pun tak ketinggalan dibentangkan pula oleh massa penyambut. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun meneriakkan yel-yel:
Hosanna
Hosanna
Hosanna
Bila menelusuri makna kata Hosanna, kata ini dimaksudkan sebagai permohonan, meminta pertolongan untuk diselamatkan,sumber sehingga bila yel-yel yang diteriakkan, tentulah dengan nada berbeda daripada kegembiraan dan keriangan hati. Dapat saja mereka menadahkan tangan laksana sedang berdoa sambil mengayun-ayunkan. Wajah mereka dapat saja menggambarkan kesedihan oleh karena suatu situasi tertentu yang sedang dihadapi atau dialami secara komunal.
Lalu Yesus sebagai Guru (Rabi/Rabuni) masuk ke kota Yerusalem. Di sana, Ia melakukan tugas-Nya sebagai guru. Ia mendidik agar karakter yang terdidik dapat dibangun. Ia mengajar dengan membangkitkan ingatan komunal mereka pada seruan, peringatan, nasihat dan kata bijak para nabi. Titik tertinggi dari pendekatan mendidik yang dibuat oleh Sang Rabi Yesus yakni ketika Ia melakukan pembersihan Bait Allah.