Mohon tunggu...
Herman Chipenk
Herman Chipenk Mohon Tunggu... Pemerhati Buruh dan Gig Workers

Sedang Mengetik..........

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Amandemen Hak Cipta Harus Mencerminkan Pancasila

15 Oktober 2025   22:12 Diperbarui: 15 Oktober 2025   22:12 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto AI Google Banana

Di tengah kencangnya laju ekonomi digital, kita harus mengubah cara pandang terhadap hak cipta. Hak cipta bukan lagi sekadar pasal hukum yang melindungi karya; ia adalah aset tak berwujud (intangible asset) bernilai triliunan rupiah bagi bangsa. Sebagai negara berlandaskan Pancasila, Indonesia punya tanggung jawab moral untuk menata ulang sistem hukum ini.

Amandemen Undang-Undang Hak Cipta harus segera dilakukan. Tujuannya: menempatkan hak cipta sebagai pilar akuntabilitas ekonomi dan pembangunan nasional, bukan sekadar alat perlindungan bagi segelintir individu. Kita harus menggeser paradigma hukum dari sekadar legal-formal menjadi moral-substansial, yang berjiwa gotong royong dan keadilan sosial.

Hak Cipta Adalah Aset Ekonomi, Wajib Diaudit!

Secara akuntansi, hak cipta sudah memenuhi standar global. Dalam International Accounting Standard (IAS) 38, aset tak berwujud didefinisikan sebagai sumber daya yang dapat diidentifikasi, tidak berwujud fisik, namun memberikan manfaat ekonomi masa depan.

Hak cipta memenuhi kriteria ini: dapat dilisensikan (Identifiability), pencipta mengendalikan manfaatnya (Control), dan jelas memberi royalti atau pendapatan (Future Economic Benefit).

Konsekuensinya, hak cipta harus dicatat, dikelola, dan diaudit seperti aset ekonomi lainnya.

Pencipta dan pemegang hak cipta harus mempertanggungjawabkan nilai ekonominya. Prinsip ini mendukung akuntabilitas publik: keterbukaan atas nilai dan penggunaan karya. Ini memastikan bahwa manfaat hak cipta tidak berhenti di kantong individu, tetapi memberi dampak ekonomi yang terukur dan nyata bagi masyarakat luas. Tanpa audit yang ketat, potensi ekonomi kreatif kita hanya akan menjadi angka semu di atas kertas.

Keseimbangan Keadilan: Kontrak Sosial HAKI dan Pancasila

Teori Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) memandangnya sebagai kontrak sosial antara pencipta dan publik. Negara memberikan hak eksklusif sementara, dengan syarat karya tersebut pada akhirnya memperkaya pengetahuan dan budaya umum.

Prinsip ini sangat sejalan dengan Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dan Sila Kelima (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun