Mohon tunggu...
Herman Utomo
Herman Utomo Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan

mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur... lewat sudut pandang kemanusiaan yang majemuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertama....

19 Desember 2023   15:05 Diperbarui: 19 Desember 2023   15:08 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru siang ini penulis membuka kembali komputer yang tadi pagi tiba-tiba mengalami gangguan teknis. Tampilan di layar monitor mendadak berubah dengan perintah-perintah yang membuat pagi menjadi gerah. Sekalipun tidak ada permohonan maaf, seperti kalau ada gangguan di mesin anjungan tunai mandiri. Tidak juga tertera kalimat, mohon maaf saldo anda tidak mencukupi. Aha.

Bersyukur juga siang ini, sehabis makan siang dengan lauk yang dimasak isteri, penulis mencoba membuka kembali komputer. Dan jreng ! komputer kembali tampil normal seperti tidak mengalami gejala sakit penyakit atau kena covid yang kembali merebak. Tidak perlu panggil dokter untuk dibawa menggunakan ambulans ke rumah sakit terdekat dengan biaya BPJS untuk rawat inap. Semua tampil normal dengan sejuta warna.

pixabay.com
pixabay.com

Mendadak juga terkaget-kaget saat buka notifikasi kompasiana dengan gambar lonceng yang tanpa tali tetapi bisa tegak berdiri. Ada beberapa saudara seperti pak Billy Steven Kaitjily, pak Syahrial dan bu Siska Fajarrany yang mengucapkan selamat kepada penulis, kalau artikel penulis masuk ke golongan Artikel Utama. Mendadak bingung , karena seingat penulis, artikel dengan judul Utang itu sudah tampil di layar seminggu yang lalu. Tepatnya pada hari Selasa tanggal lima bulan Desember tahun dua ribu dua puluh tiga.

Buat seorang penulis dengan atribut pensiunan, yang sedang mencoba membangkitkan rasa menulis yang telah sekian lama tertidur dan dengan tulisan lewat sudut pandang majemuk, rasanya adalah sesuatu sekali, mendapat ucapan selamat dari sesama penulis. Apalagi ini adalah tulisan pertama yang masuk headline setelah menulis sebanyak seratus tujuh puluh lima tulisan. Tidak banyak memang, dibanding kakak-kakak senior yang sudah banyak malang melintang di dunia pertulisan artikel.

Diawali dengan disemangati oleh isteri dan anak-anak yang terus memompa dengan semangat empat limanya, agar penulis mulai menulis setelah beberapa waktu menikmati masa-masa pensiun dari tugas sebagai aparatur sipil negara. Dan seingat penulis, tulisan pertama terbit di layar monitor kompasiana pada hari rabu tanggal empat bulan Januari tahun dua ribu dua puluh tiga dengan judul Sang Pencuri.

pexels
pexels

Selanjutnya ada hari-hari dimana penulis merasa penuh semangat dan sukacita larut dalam menyusun kata demi kata dalam koridor kehidupan manusia dan Tuhan-nya yang seringkali terjadi di sekeliling kehidupan yang terus berjalan. Tidak seperti yang dibayangkan layaknya air yang terus mengalir. Adakalanya tulisan ini berhenti karena penulis merasa tidak sejahtera dalam mengartikulasikan sesuatu yang menjadi pandangannya. Dan lebih lagi, rasanya penulis bukan bintang sinetron yang harus kejar tayang.

pexels
pexels

Ada yang bilang, jalanilah hidup seperti air yang mengalir. Dengan asumsi dan memegang teguh bahwa prinsip menjalani hidup bak air yang mengalir itu menampilkan jati diri dan pribadi yang matang, memiliki kepribadian bukan saja rumah pribadi, mobil pribadi ataupun uang pribadi. Tetapi juga menampilkan sosok yang enggan menyerah begitu saja dengan keadaan di sekelilingnya. Dan itu dipercayai dengan kalimat bijak. Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya.

Tetapi ada juga yang bilang. Jangan hidup seperti air yang mengalir. Karena rasanya itu adalah cerminan sebuah kepasrahan hidup terhadap kondisi sekeliling. Bisa jadi itu sebuah pembenaran terhadap diri sendiri. Mungkin tanpa sadar pernah dilakukan oleh manusia pada umumnya. Dengan tidak beranjak dari tempat duduknya yang empuk, tetapi di saat yang bersamaan menyalahkan kondisi dan keadaan itu sendiri, Buntutnya ? Seakan kalah sebelum bertanding.

pexels
pexels

Hidup itu penuh warna bak pelangi yang muncul setelah turun hujan yang memang sudah dibuat dengan tinta Sang Khalik. Apakah saat pelangi tidak muncul, perlu protes kepada Tuhan Sang Pencipta ? Rasanya perlu di reset ulang. Kalau di sejuta langkah yang dijalani hari lepas hari mendadak timbul masalah, sudah semestinya segera diadakan penyesuaian-penyesuaian dalam melangkah, dengan hal yang berbau positip. Memang sudah seyogyanya, hal terpenting dalam menjalani hidup adalah selalu mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa, lewat kejadian-kejadian biasa maupun lewat kejutan-kejutan yang membuat hidup ini terkaget-kaget. Seperti ada tertulis. Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya. Begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun