Mohon tunggu...
HERLIN SULISTYO RINI
HERLIN SULISTYO RINI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Says merupakan mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan prodi Pendidikan bahasa Indonesia. Saya senang menuangkan ide serta gagasan uang saya miliki melalui tulisan dan bagi saya menulis membuat saya tenang.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Novel Yuni sebagai Juru Bicara Perempuan dan Menggambarkan Betapa Kerasnya Hidup sebagai Perempuan!

22 Maret 2024   13:29 Diperbarui: 22 Maret 2024   13:49 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok Starvision via Liputan6.com

Yuni merupakan salah satu karya dari Ade Ubaidil yang mengambil latar Banten khususnya Cilegon dan Pasar Rau. Mengisahkan tokoh utama bernama Yuni yang tinggal di kota Cilegon bersama neneknya, hidup dengan adat istiadat yang masih sangat kental dan Penulis ingin menampilkan bagaimana sudut pandang Masyarakat mengenai perempuan. Dimana perempuan memiliki banyak larangan yang tidak boleh dilanggar dan salah satunya adalah tidak boleh menolak lamaran sampai dua kali. 

"Ceunah kolot mah, ulah, eta nolak lamaran, leuwih ti dua kalii. Pamali, Yun" secarik dialog berbahasa derah yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti "Kata orang tua, tidak boleh menolak lamaran, lebih dari dua kali. 

Pamali" begitulah kata salah satu tokoh pada novel Yuni. Jika dilihat dari aspek sosial, masyarat Banten masih kental akan budaya, hal ini diperkuat dengan dialog diatas yang mengatakan "takut pamali" padahal jika dilihat secara realita yang dimaksud "pamali" itu tidak ada.

 Alur yang digunakan oleh Ade Ubaidil bisa dibilang menarik karena mengangkat isu-isu yang terjadi di masyarakat. Novel ini sangat memainkan perasaan pembacanya, penulis mengajak para pembacanya untuk lebih "peka" terhadap isu-isu yang menimpa perempuan. 

Novel ini menjadi salah satu bentuk peduli dari penulis kepada perempuan khusnya perempuan di daerah Banten. Perempuan memiliki hak untuk memilih dan menentukan masa depannya. Tidak perlu takut mengenai pendapat orang lain karena hidup hanya lah tentang memilih.

Setiap daerah memiliki kulturalnya masing-masing dan begitu pula yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Keunikan novel ini terletak dari pemilihan bahasa daerah sebagai dialog untuk para tokoh yang memperkental unsur kebudayaan. 

Novel karya Ade Ubaidil ini sangat menggambarkan betapa kerasnya kehidupan menjadi seorang perempuan. Hidup dengan penuh rasa ketakutan, tidak dapat memilih jalan yang akan diambil dan segala kebahagiaannya direnggut secara paksa. 

Ade Ubaidil seakan berkata kepada para pembacanya menganai "kerasnya kehidupan di Banten" dengan Sebagian besar masyarakatnya yang masih memiliki pola piker yang cenderung belum modern. 

Yuni si gadis ceria dan pintar ini harus banyak menelan kepahitan dimana saat ia bersekolah dimana ia harus mengorbankan masa depannya demi sesuatu yang dianggap oleh masyarakat sebagai "kehormantan"

Meskipun banyak dialog yang menggunakan bahasa daerah sama sekali tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembacanya. Saat perempuan memasuki tahun terakhir masa-masa sekolah mereka sering kali dipaksa untuk menerima pilihan bahwa untuk menikah yang padahal mereka memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing. 

"Memang nya sekolah tinggi-tinggi mau jdi apa Yun?" secarik dialog yang mengiris hati saya sebagai pembaca. Saya sedikit marah dengan dialog tersebut dan mengerti bagaimana perasaan Yuni. 

Saya sebagai pembaca terus bertanya "mengapa?" perempuan dipaksa harus selalu memilih? Satu-satunya pilihan yang harus dipilih hanya satu yaitu "menikah" padahal menikah bukan menjadi jalan keluar untuk permasalahan tersebut tetapi dapat lebih memperkeruh. Masyarakat seoalah menormalisasikan "pernikahan dini"

Selain Ade Ubaidil banyak menyinggung isu mengenai kenakalan remaja dan seks bebas yang saat ini tengah banyak terjadi di masyarakat. Dilihat dari tokoh utama dari novel nya yaitu Yuni yang telah terpengauh oleh dampak negatif dari kenakalan remaja yang berujung sex bebas. 

Terkadang kenakalan remaja muncul ketik seorang remaja merasa seperti "terkurung" dalam lingkaran perturan yang menyebabkan ia merasa seperti dibatasi dalam segala hal. Begitu juga yang Yuni rasa selama ini. 

Kurangnya kasih saying dan perhatian dari orang tua yang menjadi latar belakang Yuni melakukan kenakalan remaja hingga sex bebas.

Selain itu ada satu hal yang sedikit menyayat hati saya sebagai seorang pembaca. Bagaimana sulitnya Yuni yang merupakan anak daerah untuk menempuh pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Kemalangan terus menimpa Yuni, gadis yang dikenal cerdas ini terpaksa harus menanggalkan pendidikannya karena beberapa faktor.

Beasiswa yang sulit untuk didapatkan karena pihak sekolah tidak memberikan persetujuan, pandangan masyarakat Banten mengenai perempuan dan keraguan dalam diri Yuni yang membuatnya harus melepaskan cita-citanya tersebut. 

Selain beberapa Tokoh yang saya sebutkan tadi saya merasa jika peran pemerintah khususnya pemerintah daerah Banten masih kurang terhadap pemerataan pendidikan yang ada di Banten yang menyebabkan sulitnya mengakses beasiswa yang ada.

Pendidikan harus berjalan seraya bersama dengan pemerataan ekonomi daerah. Saya baru mengetahui ternyata di Banten ekonomi belum merata ke setiap daerah. Hal ini dilihat dari orang tua Yuni yang harus merantau keluar daerah untuk mendapat pekerjaan. Selain merantau ternyata banyak masyarakat   Banten yang menjadi TKI sehingga harus meninggalkan anak dan keluarganya. Semua itu terjadi karena kurangnya peran pemerintah dalam menangani persoalan tersebut.

Novel ini menarik minat pembaca selain karena membahas isu-isu sosial yang terjadi di Banten dan juga menampilkan aspek sosial masyarakat Banten, novel ini seakan menjawab setiap pertanyaan menganai "betapa sulitnya hidup sebagai perempuan" selalu merasa dirinya lemah dan tidak berdaya.  Ade Ubaidil ingin menghilangkan pemikiran tersebut melalui novel Yuni.

Selayaknya perempuan adalah mahluk yang pantas untuk dihormati dan memilih. Kekaguman saya akan karya dari Ade Ubaidil membuat saya pahm bahwa perempuan bukan mahluk yang lemah dan tidak berdaya. 

Perempuan berhak untuk melakukan apa saja yang ia suka tanpa harus memikirkn "apa kata orang nanti" termasuk juga dalam hal pendidikan. 

Ada sebuah kutipan yang mengatakan bahwa perempuan adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya kelak dan itulah poin yang ingin Ade Ubaidil sampaikan kepada para pembaca. 

Tidak perlu takut untuk menempuh pendidikan tinggi, tidak perlu sungkan untuk mengatakan bahwa tidak menyukai suatu hal dan lagi-lagi saya katakan bahwa perempuan berhak untuk memilih.

Novel ini sangat layak untuk dibaca berulang kali karena jika dibandingkan dari sisi mana pun novel ini sama sekali tidak memiliki kekurangan. Baik dari sisi alur atau konflik. 

Ade Ubaidil berhasil memainkan perasaan para pembacanya. Ketika saya selesai membaca novel Yuni perasaan saja menjadi sedikit kacau balau. Mengapa demikian? Karena sebagai sesama perempuan saya merasa prihatin dengan kehidupan Yuni. 

Novel ini begitu memotivasi saya yang juga seorang perempuan. Saya harap pada lain kesempatan penulis dapat menciptakan lebih banyak karya yang dapat memotivasi untuk siapa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun