Mohon tunggu...
Heri Purnomo
Heri Purnomo Mohon Tunggu... Administrasi - nothing

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan dalam Taksi

29 Juli 2017   20:45 Diperbarui: 29 Juli 2017   21:39 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hmmmhhh... " ia menghela nafas dan mengeluarkannya perlahan seperti hendak melepas penat.

Jam 10 menjelang larut malam, aku off kan tombol penerimaan order di sisi kanan bawah aplikasi driver taksi.  Kupastikan ini penumpang terakhirku karena  aku harus pulang sebelum jam 12 malam. Lagi pula  besuk pagi pekerjaan lain sudah menanti.

Baru satu kilometer perjalanan,  sayup-sayup terdengar suara terisak. Kutengok dashboard, radio mati. Aku bingung mencari-cari sumber suara itu. Kulirik kaca spion dalam di atas kepalaku.  Dalam cahaya remang aku masih bisa melihat perempuan itu menutup sebagian mukanya dengan sapu tangan biru. Tapi masih terlihat  di bagian yang lain memerah dan lembab. Matanya pun sembab, dan perlahan buliran air bening mengalir di pipinya.

"Bu.." setengah ragu aku mencoba menyapa. Suaraku tercekat. Ia pun tak menyahut, seperti tak mendengar sapaan orang di dekatnya. Setelah itu ia terisak kembali, sesekali tangisnya pecah.

Dalam posisi serba salah aku lebih banyak diam. Tugasku hanyalah menjemput dan mengantar pelanggan ke tujuan. Menyangkut urusan pribadi rasanya tak pantas aku mencampuri. Tapi. melihatnya menangis tak mudah  membiarkannya larut dalam kekalutan dan kepedihan.

Ia membuka tas Gucci warna  coklat keemasan yang ditenteng di lengannya. Selembar tisu terangkat, lalu diusapkan ke pipinya yang basah.


"Maaf, ya Pak. Aku tak bisa menahan diri." Tiba-tiba suaranya memecah kebisuan dan pekatnya malam.

"Oh, gak papa  Bu. " jawabku singkat meskipun ingin melanjutkan pertanyaan lebih jauh lagi.

Dada ini bergemuruh pertayaan, ada apa? Apa yang terjadi? Mengapa sampai pulang larut seorang diri? Kenapa tidak telpon suami ? Tapi lidah ini kelu dan merasa tak pantas mengutarakannya.

"Ibu sakit?" Ah pertanyaan apa pula ini. Aku benar-benar bingung mau mulai dari mana atau harus tetap diam saja menyaksikan perempuan yang tak kukenal sesenggukan di dekatku?

Perempuan itu menggeleng. Tapi tetap saja ia pelit berkata-kata. Biasanya kalau penumpang doyan ngobrol aku pun bisa mengimbangi obrolannya. Tapi kalau mendapat penumpang yang tertutup aku juga mesti berhati-hati. Salah-salah bisa dicap kepo atau songong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun