Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Harapan Perlindungan Hak Anak di Balik MoU Kemenag-UNICEF

17 April 2024   00:06 Diperbarui: 17 April 2024   00:24 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Agama dan UNICEF resmi menjalin kerja sama melalui penandatanganan nota kesepahaman atau MoU untuk memperkuat perlindungan hak anak di Indonesia. MOU tersebut ditandatangani Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat, Kamaruddin Amin dan Kepala Perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Maniza Zaman dalam acara Interfaith Iftar and Networking Dinner 2024 di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (27/3/2024). MOU tersebut mencakup aspek penting yaitu advokasi, pengembangan kapasitas dan berbagai sumber daya.

Sebagai langkah konkrit untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak, terutama dalam hal pendidikan serta akses masjid yang ramah untuk anak. Menurutnya, peran tokoh agama, penyuluh agama dan pengurus Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) menjadi kunci dalam memastikan perlindungan hak anak. Kamarudin menekankan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya memenuhi hak-hak anak melalui fungsi keagamaan.(www.nationalkontan.co.id)

Ketua perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Maniza Zaman menegaskan pentingnya MOU ini sebagai komitmen bersama untuk melindungi hak setiap anak tanpa memandang latar belakang atau keyakinan. Saat ini, anak memang mengalami persoalan kompleks, di antaranya masih banyaknya anak yang hidup dalam kemiskinan atau jauh dari kesejahteraan, tidak dapat mengakses layanan pendidikan dan kesehatan terbaik, hingga anak rentan terhadap kekerasan.

Seluruh problem tersebut hanya bisa terselesaikan dengan memahami penyebab utama munculnya persoalan tersebut. Ada MOU antara UNICEF dan Kementerian agama sebagai komitmen untuk melindungi hak-hak anak di Indonesia. Patut diapresiasi, namun apakah MoU tersebut mampu mencabut akar persoalan problem anak atau hanya menjadi solusi tambal sulam?

Sistem Kapitalisme, Akar Masalah Anak

Kemiskinan yang berujung pada stunting maupun gizi buruk yang banyak menimpa anak saat ini, sejatinya disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme di negeri ini, bahkan dunia. 

Sistem kapitalisme mengagungkan kebebasan termasuk dalam berekonomi. Hal ini berdampak pada ekploitasi sumber daya alam yang merupakan kepemilikan publik di negeri-negeri muslim. Alhasil, negeri ini dikuasai oleh segelintir orang yang disebut oligarki kapitalis. Sementara rakyat terancam bayang-bayang kemiskinan karena harga kebutuhan pokok menjadi mahal.

Akibat liberalisasi ini, anak-anak pun harus merasakan hidup yang jauh dari kesejahteraan. Hal ini membuka peluang munculnya persoalan-persoalan lain, seperti anak harus bekerja, anak putus sekolah, anak jadi korban diskriminasi dan kekerasan, dll. Negara sendiri menjadi miskin karena hanya mengandalkan pajak dan utang luar negeri. Tidak ada dana untuk pembiayaan layanan pendidikan dan kesehatan bagi rakyat. Anak-anak pun kehilangan hak-haknya dalam dua aspek ini. Kalaupun ada sekolah yang disubsidi pemerintah hanya sampai pada tingkat menengah dan dengan kualitas yang rendah.

Pastinya bukan hanya kekurangan dana, negara dalam penerapan sistem kapitalisme memposisikan diri sebagai pihak yang berlepas tangan terhadap pengurusan rakyatnya. Bahkan negara dengan sengaja dan sadar sibuk membuat regulasi yang justru mementingkan kepentingan para pemilik modal atau korporasi. 

Apalagi pendidikan dan kesehatan dalam sistem kapitalisme dipandang sebagai objek komersial. Disinilah negara membuka peluang-peluang bisnis bagi para korporasi untuk membuka sekolah-sekolah swasta yang bersaing bahkan lebih baik dari sekolah-sekolah negeri untuk mendapatkan keuntungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun