Mohon tunggu...
Heri Al Bantani
Heri Al Bantani Mohon Tunggu... Reseacher Publik | Pegiat Literasi Tangerang | The Young Entrepenuer | Founder Sekuy Peduli Indonesia | Ketua Umum Korpu Indonesia

Di lorong waktu yang singkat ini, jangan tanam apapun selain cinta. Mari kita tuliskan cerita indah bersama, agar kelak menjadi sebuah jejak sejarah yang selalu di rindukan penduduk semesta. 🍃 Minat Bacaan : Filsafat, Fiksi, Self improvment, Baca Quote Para Filsuf dan Sufi.📚📝🔎

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menggali Makna Dibalik Burung Garuda Sebagai Lambang Negara.

19 Juni 2025   16:20 Diperbarui: 19 Juni 2025   16:20 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Burung Garuda bukan sekadar lambang negara Indonesia, melainkan jiwa kolektif bangsa yang mengandung nilai-nilai filosofis, historis, dan spiritual. Sebagai simbol resmi yang diabadikan dalam Pancasila, Garuda menjadi cermin identitas sekaligus cita-cita luhur Indonesia.

1. Simbol Kekuatan dan Keluhuran.

Garuda digambarkan sebagai burung gagah berani, berparuh dan bersayap kuat, mencengkeram pita bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika".

Secara filosofis, ini merepresentasikan:  
- Kedaulatan, Garuda adalah manifestasi bangsa yang merdeka, tegak, dan tak mudah tunduk pada penjajahan.  
- Martabat, Seperti Garuda dalam mitologi yang menjadi wahana Dewa Wisnu, Indonesia memandang dirinya sebagai bangsa yang memiliki misi mulia di antara bangsa-bangsa.  

2. Perlambang Persatuan dalam Kebinekaan.

Garuda Pancasila memegang perisai dengan lima simbol (bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, dan padi-kapas) yang melambangkan sila-sila Pancasila. Ini mencerminkan:  
- Kesatuan dari Keragaman, Seperti Garuda yang terdiri dari berbagai bagian (sayap, cakar, ekor), Indonesia adalah mosaik suku, agama, dan budaya yang bersatu.  
- Pancasila sebagai Fondasi, Perisai di dada Garuda menegaskan bahwa Pancasila adalah tameng bangsa dari ancaman disintegrasi dan ideologi ekstrem.  

3. Mitologi dan Spiritualitas Kebangsaan.

 
Dalam tradisi Jawa-Bali, Garuda adalah makhluk sakral yang melambangkan:  
- Kebebasan, Garuda membebaskan ibunya dari perbudakan analogi perjuangan kemerdekaan Indonesia.  
- Pengorbanan, Seperti Garuda yang rela menjadi kendaraan Wisnu, bangsa Indonesia diharapkan siap berkorban untuk kepentingan bersama.  

4. Relevansi dengan Karakter Bangsa.
 

Garuda mengajarkan nilai-nilai esensial bagi Indonesia modern:  
- Ketangguhan (melawan ketidakadilan seperti Garuda melawan ular).  
- Keseimbangan (terbang tinggi tetapi tetap berpijak pada nilai-nilai luhur).  
- Kesetiaan (setia pada Pancasila sebagaimana Garuda setia pada tugasnya).  

5. Tantangan Kontemporer.

Di era globalisasi, makna Garuda diuji:  
- Apakah Indonesia masih "mengangkasa" seperti Garuda, atau terjebak dalam konflik dan kesenjangan?  
- Bagaimana memaknai Bhinneka Tunggal Ika ketika polarisasi sosial menguat?  

Garuda sebagai Panggilan Nasional.

Garuda Pancasila bukan sekadar gambar, melainkan janji bangsa untuk tetap satu, berdaulat, dan bermoral. Ia mengingatkan kita bahwa Indonesia dibangun bukan hanya oleh otot, tetapi juga oleh roh kebersamaan.  

"Garuda di dadaku bukan hiasan, tapi pengingat bahwa aku adalah pewaris negeri yang harus tetap terbang gagah, walau badai mencoba menerjang."

Garuda sebagai Simbol Kosmis.

Dalam mitologi Hindu-Buddha, Garuda adalah makhluk sakti, setengah burung setengah manusia, yang menjadi wahyu Dewa Wisnu. Ia melambangkan kekuatan matahari, kecepatan angin, dan kegagahan api. Dari sudut pandang filsafat, Garuda adalah manifestasi ide Plato bentuk murni (eidos) yang turun ke dunia materi namun tetap mempertahankan sifat transendennya.  

Garuda yang membebaskan ibunya dari perbudakan bisa dibaca sebagai alegori jiwa ( nafs ) yang membebaskan diri dari belenggu materi (dunia sensori). Dalam Fushush al-Hikam, Ibnu Arabi menyebut burung sebagai simbol ruh yang merindukan asal-usul langitnya. Garuda, dengan sayapnya yang membentang luas, adalah metafora manusia yang berusaha mengepakkan sayap akal dan kalbu untuk mencapai hakikat dirinya.  

Garuda dan Jihad al-Akbar dalam Sufisme.
 

Garuda yang mencuri amerta (air keabadian) dari para dewa adalah perlambang perjalanan sufi (suluk) untuk merebut "cahaya ilahiah" dari cengkeraman ego ( nafs al-ammarah ). Dalam Hikayat Burung (Mantiq al-Tayr), Fariduddin Attar menggambarkan burung-burung (jiwa-jiwa) yang terbang menuju Simurgh (Tuhan), tetapi hanya 30 yang sampai setelah melewati tujuh lembah penyucian. Garuda, seperti burung-burung itu, adalah simbol ketekunan manusia dalam tazkiyatun nafs (pensucian jiwa).  

Relevansinya dengan manusia terletak pada pertanyaan, Bagaimana kita, seperti Garuda, berani mencakar ular-ular kebodohan dan keserakahan untuk mencapai amerta kebijaksanaan?

Filsafat Garuda dan Potensi Insan.

Nietzsche pernah menulis tentang bermensch (manusia unggul) yang mencipta nilainya sendiri melampaui moralitas kawanan. Garuda, dalam konteks ini, adalah representasi manusia yang bangkit dari keterpasungan menuju otentisitas. Ia tidak hanya mengangkasa secara fisik, tetapi juga secara spiritual sebagaimana konsep insan kamil (manusia sempurna) dalam sufisme.  

Garuda Pancasila dengan perisai di dadanya juga bisa ditafsirkan sebagai keseimbangan sayap yang membentang (idealisme) harus diimbangi dengan cakar yang kokoh (realitas). Ini mengingatkan pada dialektika Hegel thesis (roh/ide), antithesis (materi), dan sintesis (penyatuan keduanya dalam tindakan etis).  

Di era digital yang penuh distraksi, manusia kerap kehilangan "sayap"-nya terjebak dalam doxa (opini) alih-alih episteme (pengetahuan sejati).

Garuda mengajarkan:  
1. Keberanian (melawan kebodohan seperti Garuda melawan ular).  
2. Ketinggian Visi (terbang tinggi tetapi tidak lupa tanah sebagai tempat berpijak).  
3. Pengorbanan (Garuda rela menjadi wahyu Wisnu simbol pengabdian tanpa pamrih).  

Garuda dan Panggilan Eksistensial.

Garuda bukan sekadar mitos atau lambang negara ia adalah cermin transendensi. Manusia, menurut Heidegger, adalah Dasein (makhluk yang mempertanyakan keberadaannya). Garuda mengajak kita untuk terbang melampaui batas-batas jasmani, merengkuh makna di balik yang kasatmata sebagaimana insan mencari hakikat di balik syariat.  

"Kau adalah Garuda bagi dirimu sendiri. Robek belenggu kebodohan, maka kau akan menemukan amerta dalam jiwamu."

Kamis, 19 Juni 2025
Tangerang Banten.

Salam,

Heri Al-Bantani.

- Peneliti, Pegiat Literasi dan Sosial Banten.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun