Garuda sebagai Simbol Kosmis.
Dalam mitologi Hindu-Buddha, Garuda adalah makhluk sakti, setengah burung setengah manusia, yang menjadi wahyu Dewa Wisnu. Ia melambangkan kekuatan matahari, kecepatan angin, dan kegagahan api. Dari sudut pandang filsafat, Garuda adalah manifestasi ide Plato bentuk murni (eidos) yang turun ke dunia materi namun tetap mempertahankan sifat transendennya.
Garuda yang membebaskan ibunya dari perbudakan bisa dibaca sebagai alegori jiwa ( nafs ) yang membebaskan diri dari belenggu materi (dunia sensori). Dalam Fushush al-Hikam, Ibnu Arabi menyebut burung sebagai simbol ruh yang merindukan asal-usul langitnya. Garuda, dengan sayapnya yang membentang luas, adalah metafora manusia yang berusaha mengepakkan sayap akal dan kalbu untuk mencapai hakikat dirinya.
Garuda dan Jihad al-Akbar dalam Sufisme.
Garuda yang mencuri amerta (air keabadian) dari para dewa adalah perlambang perjalanan sufi (suluk) untuk merebut "cahaya ilahiah" dari cengkeraman ego ( nafs al-ammarah ). Dalam Hikayat Burung (Mantiq al-Tayr), Fariduddin Attar menggambarkan burung-burung (jiwa-jiwa) yang terbang menuju Simurgh (Tuhan), tetapi hanya 30 yang sampai setelah melewati tujuh lembah penyucian. Garuda, seperti burung-burung itu, adalah simbol ketekunan manusia dalam tazkiyatun nafs (pensucian jiwa).
Relevansinya dengan manusia terletak pada pertanyaan, Bagaimana kita, seperti Garuda, berani mencakar ular-ular kebodohan dan keserakahan untuk mencapai amerta kebijaksanaan?
Filsafat Garuda dan Potensi Insan.
Nietzsche pernah menulis tentang bermensch (manusia unggul) yang mencipta nilainya sendiri melampaui moralitas kawanan. Garuda, dalam konteks ini, adalah representasi manusia yang bangkit dari keterpasungan menuju otentisitas. Ia tidak hanya mengangkasa secara fisik, tetapi juga secara spiritual sebagaimana konsep insan kamil (manusia sempurna) dalam sufisme.
Garuda Pancasila dengan perisai di dadanya juga bisa ditafsirkan sebagai keseimbangan sayap yang membentang (idealisme) harus diimbangi dengan cakar yang kokoh (realitas). Ini mengingatkan pada dialektika Hegel thesis (roh/ide), antithesis (materi), dan sintesis (penyatuan keduanya dalam tindakan etis).
Di era digital yang penuh distraksi, manusia kerap kehilangan "sayap"-nya terjebak dalam doxa (opini) alih-alih episteme (pengetahuan sejati).
Garuda mengajarkan:
1. Keberanian (melawan kebodohan seperti Garuda melawan ular).
2. Ketinggian Visi (terbang tinggi tetapi tidak lupa tanah sebagai tempat berpijak).
3. Pengorbanan (Garuda rela menjadi wahyu Wisnu simbol pengabdian tanpa pamrih).
Garuda dan Panggilan Eksistensial.
Garuda bukan sekadar mitos atau lambang negara ia adalah cermin transendensi. Manusia, menurut Heidegger, adalah Dasein (makhluk yang mempertanyakan keberadaannya). Garuda mengajak kita untuk terbang melampaui batas-batas jasmani, merengkuh makna di balik yang kasatmata sebagaimana insan mencari hakikat di balik syariat.