Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Konstruksi Korupsi Kuota Haji

13 Agustus 2025   14:45 Diperbarui: 13 Agustus 2025   14:45 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com melaporkan, KPK telah menetapkan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan. Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan.

Masih menurut Kompas.com, Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan sebanyak 20.000. Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen. Sementara, kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen. Sehingga, kata KPK, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus. Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.

Terang-benderang

Dari penjelasan KPK ini, konstruksi dugaan korupsi semakin terang benderang. Ada kelebihan kuota, menyalahi regulasi sebagai perbuatan melawan hukum dan tentunya sangat besar dugaan banyak pihak yang akan menerima keuntungan atas "jualan" kuota haji tersebut. Hulu dari pertanyaan yang penting adalah siapa yang menggerakan pengalihan kuota tadi dengan kuota haji khusus 8% dan sisanya 92 % untuk haji regular ditabrak?

Tentunya, sangat miris. Petinggi di Kementerian Agama sudah dicekal oleh KPK. Ini menjadi sinyal keras. Pihak-pihak yang diperiksa sebagai saksi oleh KPK dibarengi dengan tindakan cekal (dilarang ke luar negeri),  menjadi isyarat bahwa langkah untuk penetapan siapa tersangka dalam perkara ini sudah kian jelas.

Korupsi dalam ranah kegiatan keagamaan, lebih-lebih pada penyelenggaraan ibadah haji, sangat-sangat melukai ratusan, bahkan mungkin jutaan pendaftar haji regular di negeri ini. Daftar antrian panjang hingga puluhan tahun, didholimi oleh niat jahat (mens rea) pihak-pihak yang memiliki kewenangan (abuse of power). Niat jahat dan kewenangan yang disalahgunakan menjadi kombinasi terjadinya korupsi yang sudah menaifkan adanya nilai-nilai relegi pada diri seseorang.

Pada konteks hukum pihak yang bisa dipertanggungjawabkan secara pidana, sebagaimana  Pasal 55 ayat (1) KUHP berbunyi: "Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Barang siapa melakukan sendiri tindak pidana itu (pleger), Barang siapa dengan sengaja menyuruh orang lain melakukan tindak pidana itu (doen pleger) dan Barang siapa turut serta melakukan tindak pidana itu (medepleger).

Melekat pada padal 55 tersebut sering dikaitkan dengan pasal 56 KUHP terkait dengan  "pembantuan dalam tindak pidana". Jadi pihak-pihak yang ikut membantu hingga "ludesnya" kuota tambahan sebanyak 20.000 orang tersebut, siap-siap untuk dipanggil KPK dalam kapasitas, minimal sebagai saksi bahkan tersangka meskipun  tanpa adanya kesengaaan untuk turut serta dalam tindak pidana tersebut.

Dengan kondisi seperti ini, beberapa pihak akan berhadapan dengan KPK. Pertanyaan besar yang muncul adalah akankah menyentuh level-level bukan hanya di lingkungan Kementerian Agama (baik yang aktif maupun yang non aktif)? Akankah menyentuh juga intelektual dader atau aktor intelektual-nya?

Meski dari sisi empiris, menyentuh aktor intelektual bukankah pekerjaan yang mudah, sepanjang lapis bawah aktor intelektual tadi pasang badan dengan segenap resikonya dan penyidik tidak memperoleh minimal dua alat bukti untuk menjeratnya sebagai tersangka.

Adakah orang yang benar-benar siap untuk pasang badan, mengorbankan harga dirinya dan membiarkan pihak yang seharusnya ikut bertanggungjawab melenggang tangan bebas? Bila ini terjadi, jangan-jangan ada komitmen yang disepakati sebagai win-win solution

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun