Kapal Ferry Expres yang membawa saya dan tim dari Pelabuhan Wai Sai Kabupaten Raja Ampat berlabuh di Pelabuhan Kota Sorong, Sabtu kemaren. Begitu kapal sudah bersandar, tali labuh kapal sudah dikaitkan dengan pilar di Pelabuhan, puluhan orang atau bahkan kata teman saya satu tim, lebih dari seratus orang berebut masuk ke kapal. Mereka "porter-porter" yang tidak terkoordinir, sehingga menjadikan kesemrawutan. Seharusnya, penumpang diberikan kesempatan turun, namun pada waktu yang bersamaan, porter-porter tadi tak mau kalah. Mereka berebut jasa.
Begitu kaki menginjak dermaga pelabuhan, ratusan orang menawarkan jasa angkutan, baik itu ojek roda dua maupun mobil. Bersamaan dengan saya turun, dua orang turis, menolak halus dengan ucapan "thank's" ketika ditawari porter-porter tadi. Bila tas atau bawaan kita diambil alih mereka, tarifnya mahal, bisa seratusan ribu, kata rekan satu tim saya yang sudah beberapa kali ikut perjalanan Raja Ampat ke Sorong dengan kapal penumpang umum.
Itu salah satu gambaran yang saya tangkap, bagaimana bukan hanya satu atau dua orang, namun puluhan hingga ratusan, bahkan bisa ratusan ribu orang asli papua (OAP) berusaha mencari nafkah untuk penghidupan keluarga mereka. Mereka ada dalam beberapa lapangan sektor pekerjaan, dari jasa porter tadi, tukang parkir, jualan pinang, ataupun jualan hasil perkebunan.
Pagi sebelum tadi naik kapal,  saya dan tim bertemu mama-mama yang  berkumpul di Aula Kantor Bupati Raja Ampat. Mereka menyampaikan keluh hatinya, pada forum dialog masyarakat dengan KPK, melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi Wilayah V, yang dipandu oleh Dian Patria. Hadir pendampingan perwakilan dari GIZ (Deutsche Gesellschaft fr Internationale Zusammenarbeit, organisasi milik pemerintah Jerman yang bergerak di bidang kerjasama internasional untuk pembangunan berkelanjutan. Mereka menawarkan berbagai layanan seperti konsultasi, pengembangan kapasitas, dan manajemen proyek di berbagai sektor seperti energi, lingkungan, ekonomi, dan Kesehatan).
Dalam dialog dengan fokus efektifitas penyaluran dana otonomi khusus Papua, tersebut terungkap, beberapa mama-mama yang hadir, perwakilan dari Kelurahan  Kota Wai Sai, Sapordanco, Bonkawir dan  Warmasen pada intinya sangat berharap bantuan kepada peningkatan usaha yang mereka jalani, seperti untuk jual pinang, peralatan memasak untuk jual makanan. Mama-mama ada yang menjadi  tulang punggung keluarga, karena suami dari mereka ada yang belum diberi kesempatan bisa bekerja baik formal ataupun non formal.
Tugas saya dan tim kali ini adalah melaksanakan tugas kolaborasi dalam frame pencegahan korupsi. Satgas Penindakan Koorsup KPK bersama Satgas Pencegahan, untuk memastikan efektifitas dana otonomi khusus Papua di Kabupaten Raja Ampat, di samping fokus pada penyampaian pesan akselerasi pencegahan korupsi melalui strategi MCSP (Monitoring, Controlling, Surveilance For Prevention).
Dian Patria menegaskan KPK Â mendorong jajaran birokrasi di Kabupaten Raja Ampat untuk bisa menutup celah potensi korupsi, yang menjadi salah satu penghambat dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat. Â
                                    Â
Kabupaten Raja Ampat, bukan satu-satunya pemerintahan daerah yang disasar, namun karena merupakan strategi KPK, semua pemerintahan baik Kota/ Kabupaten juga Provinsi disasar (dengan metode dan skala prioritas dengan memperhatikan efisiensi anggaran) dengan harapan kedepannya tata Kelola pemerintahan yang baik tercapai.