Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Revisi UU Mahkamah Konstitusi? Baca Ini Dulu!

30 November 2023   13:28 Diperbarui: 1 Desember 2023   20:21 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: .KOMPAS/WAWAN H PRABOWO)

Revisi sebuah undang-undang, dimanapun di dunia ini, atau secara universal bukan hal yang tabu. Hal ini dikarenakan, produk sebuah undang-undang berlaku pada suatu masa dan sejalan dengan perkembangan masyarakatnya yang mengalami perubahan dan dinamika yang terjadi, maka menjadi wajar bila perangkat undang-undang-nyapun ikut menyesuiakan.

Walau kita mengetahui, dalam membuat sebuah undang-undang, pembuat undang-undang salah satunya sudah memperkirakan situasi dan kondisi untuk beberapa waktu ke depan, sehingga harapannya produk undang-undang yang dibuat tadi memiliki sifat flexible atas perubahan waktu.

Namun sifat flexible tadi dalam kondisi dan situasi tertentu tetap saja membutuhkan adanya perubahan. Ini menjadi sebuah tuntutan yang logis, agar undang-undang tadi bisa tetap berlaku dengan bisa mengakomodir perubahan-perubahan dan dinamikan sosial tadi.

Hanya saja pertanyaan yang klasik diajukan di sini adalah, benarkah perubahan sebuah undang-undang tadi benar-benar ditujukan untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan bangsa dan Negara, ketimbang kepentingan tertentu, kelompok atau ada tujuan lainnya? 

Ini yang perlu dipermasalahkan. Untuk ini, diperlukan kajian ilmiah dalam narasi naskah akademik sebagai upaya untuk mengkaji secara ilmiah akan kebutuhan perubahan tadi, sehingga perubahan sebuah undang-undang menjadi sebuah solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Rambu-rambu mengenai perubahan sebuah undang-undang harus mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: 

a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan.

Asas-asas tersebut setidaknya menjadi pegangan pembuat Undang-Undang, untuk tidak sekedar membuat, namun ada sisi dan ruang tertentu yang harus diperhatikan, sehingga sebuah Undang-Undang setelah diberlakukan lebih memberikan kemanfaatan bagi perjalanan hidup bernegara yang berkeadilan.

Pada konteks perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yang lebih spesifik terkait masa jabatan dan batas usia pensiun hakim konstitusi, terlepas dari ada atau tidaknya kepentingan tertentu, menurut saya, belum terlalu urgen.

Karena substansinya lebih pada bagaimana lembaga tersebut bisa lebih menjalankan peran dan fungsinya, sehingga keberadaan benar-benar dibutuhkan bagi perikehidupan berbangsa dan bernegara.

Dikutip dari  mkri.id, diisebutkan bahwa fungsi dan peran utama MK adalah adalah menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara yang mengakomodir pembentukan MK dalam sistem ketatanegaraannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun