Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Akhirnya Dianulir, Almarhum yang Ditersangkakan

7 Februari 2023   08:55 Diperbarui: 7 Februari 2023   09:37 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dokumen Pribadi

Polda Metro Jaya menyatakan mencabut status tersangka atas Mohammad Hasya Athallah Saputra, mahasiswa UI yang tewas setelah ditabrak pensiunan polisi AKBP (purn) Eko Setia Budi di Jalan Raya Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, pada 6 Oktober 2022. Belakangan, polisi justru menetapkan Hasya sebagai tersangka karena dianggap lalai hingga menyebabkan dirinya tewas. Mendapat kritik keras dari publik dan pihak keluarga juga mempertanyakan proses pengusutan kasus ini, polisi lalu membentuk tim pencari fakta yang melibatkan sejumlah ahli. Rekonstruksi ulang pun digelar. Polda Metro cabut status tersangka Hasya dan meminta maaf, dikutip dari Tempo.com

Membaca berita tersebut, hati saya merasa plong. Betapa tidak? Sebagaimana artikel saya sebelumnya : "Almarhum Yang Ditersangka-kan", sangat menyentuh hati nurani. Sepertinya, hukum dijadikan tools atau alat legalitas atas nama kepastian hukum. Padahal, ketika siapapun yang belajar tentang hukum, diberikan pemahaman tentang fungsi hukum. Mengutip pendapat pakar hukum Satjipto Rahardjo, fungsi hukum ada tiga, yaitu pembuatan norma, penyelesaian sengketa dan menjamin kelangsungan  kehidupan masyarakat.

Ketika dihadapkan pada permasalahan, ketiga substansi dari fungsi hukum, alangkah bijaksananya menjadi pertimbangan. Hal ini disebabkan, hukum acapkali tertinggal dengan dinamika sosial. Apa yang terjadi dalam masyarakat, bisa jadi belum terakomodir oleh norma-norma yang ada. Sehingga diperlukan sikap dan hati nurani sebagai bridging-nya. Sekali lagi, Het recht hink achter  de feiten aan, hukum senantiasa tertatih mengejar perubahan jaman. Kitalah yang mesti progresif, menyejarkan ketertatihan hukum tadi  pada kebutuhan kita sendiri sesuai dengan dinamika jaman.

Apa yang sudah dilakukan oleh Polri, dengan merespon "kepedihan" publik atas penetapan tersangka pada seseorang yang sudah "almarhum", menjadi sebuah contoh, perlunya sikap progresif tadi. Acapkali, masih dijumpai pemikiran yang tidak mau out of the box, selalu berpegangan pada prinsip-prinsip normative yang kaku. Bila sejak awal, tahapan demi tahapan penanganan lebih mengedepankan nilai-nilai humanism dan progresif, tentu akan mengesampingkan frame-normative. Mengapa?

Pertama, ketika secara normative sudah terpenuhi anasir pemenuhan persangkaan status tersangka kepada seseorang, sudah melalui gelar perkara yang menghadirkan beberapa pihak untuk memberikan pandangan dari berbagai aspek, maka dipastikan bahwa status tersangka tersebut  tidak sekedar upaya legalitas asas kepastian hukum, namun dari aspek kemanfaatan sangat perlu dipertimbangkan.

Kedua, aspek kemanfaatan tadi bersentuhan dengan nilai-nilai hati nurani, empati dan situasi psikologis. Dalam konteks penetapan seseorang yang sudah meninggal sebagai tersangka, terlebih dalam masalah kecelakaan lalu lintas (yang tidak semua orang mau mengalami, baik sebagai pelaku maupun korban), maka nilai universal haruslah menjadi skala utama. Artinya, tujuan yang hendak dicapai hanya masalah kepastian hukum, namun mengesampingkan efek lainnya bagi keluarga. Sudah kehilangan anggota keluarga, harus menanggung "malu" seumur hidup dengan status tersangka tadi.

Ketiga, Polri yang dibekali oleh Undang-Undang, berupa diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Kepolisian menyebutkan kepolisian berwenang melakukan tindakan lain yang bertanggungjawab, menjadi anasir hukum yang menguatkan tindakan yang "bijaksana" tadi. Memberikan ruang untuk mediasi dengan melibatkan para pihak yang dalam sebuah forum yang akhirnya bila lahir sebuah keputusan, bukan sebagai keputusan sepihak. Pola dan skema bertindak seperti ini, akan mengantarkan pada sikap mendukung dan apresiasi oleh publik.

Ke depan, menghadapi dinamika hukum tadi, Polri sudah seharusnya untuk responsif dan progresif. Tidak lagi ada yang berpandangan "Polri hanya menyajikan fakta" dan Hakim yang akan menentukan benar atau tidaknya. Posisi Polri sebagai garda depan dalam penegakan hukum dan sudah dibekali dengan diskresi kepolisian tadi, bisa menjadi payung hukum untuk terciptanya keadilan dalam masyarakat. Saya percaya, dengan berparadigma seperti ini, Polri sebagai penegak hukum, akan dicintai oleh masyarakat.

Salam Berkeadilan, untuk kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun