Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lima Jam Bersama Ibu yang Kuat (Di Gerbang Menoreh)

24 Desember 2022   08:23 Diperbarui: 24 Desember 2022   08:33 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lima Jam Bersama Ibu Yang Kuat (Di Gerbang Menoreh)

Foto : Dokumen Pribadi

Kemaren, dalam gerbong kereta  Menoreh, Pasar Senen Jakarta-Semarang, saya dihadapkan pada sebuah bukti betapa kuatnya seorang Ibu. Terasa tiada makna diri ini, dibanding "keperkasaan" dan kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Selama lima jam perjalanan kereta tersebut, di depan mata saya seorang Ibu, mungkin usianya belum 35 tahun, "membawa" tiga anak-nya yang berumur (saya perkirakan), sekitar 10 tahun, 5 tahun dan 1 tahun, dengan beberapa tas bawaan.

Pada awalnya, ketika Gerbong Menoreh menapak pelan meninggalkan Pasar Senen, suasana canda tawa masih saya lihat. Saya duduk persis di seberang kursi mereka berempat yang  berhadapan. Dalam gerbong, penumpang tidak begitu padat, sehingga masih menyisakan keleluasaan pandangan. Mungkin hanya 20% saja kepenuhan penumpang sore itu. Si Anak pertama, sibuk dengan game di gadget-nya. Si Kedua, sepertinya menikmati suasana, dengan berjalan- jalan di lorong kereta, dengan sesekali pula bertanya ini dan itu pada perempuan yang dipanggilnya mama. Si Kecil, ada di gendongan dada Mama-nya. Sang Mama sendiri enjoy, membuka-buka HP-nya. Bahkan berempat, mereka sempatkan berfoto selfie.

Setengah jam pertama lewat.

Ketika kereta sudah menyentuh arah Cikarang, mulai terlihat kesibukan perempuan tersebut, ia membuatkan susu untuk Si Kecil yang mulai merengek. Dengan posisi berdiri, berusaha untuk membuka termos kecil yang dibawa. Tubuhnya terhuyung, ketika Gerbong kereta tiba-tiba oleng. Ia tahan tubuhnya agar tidak terjerembab. Hup, tangan yang satu, cekatan memegang sandaran kursi.

Kereta terus melaju. Satu jam lewat.

Anak kedua, sepertinya sudah capek dan jenuh. Ia mulai merengek, Sang Mama memberinya roti. Tapi Si Anak sepertinya sedang tidak selera. Saya perhatikan, kelopak matanya menunjukan tanda-tanda kantuk yang berat. Saya dengar Sang Mama berkata : " Kakak, adik dipangku, biar bobo ya. " Saat bersamaan Si kecil meronta, menangis, cukup lama tidak mau diam. Mungkin sudah capek juga gerakan tubuhnya terbatas. Dari tadi dalam posisi digendong posisi depan (baby wrap, wrap carrier). " Jangan ribut ya, kalau capek Kakak Tidur saja, ini adik juga mau tidur." Begitu suara yang saya dengar, penuh dengan kesabaran. Si Anak Pertama, masih juga fokus pada game-nya, meskipun mamanya tadi meminta untuk memangku adiknya.

Si Anak Kedua tetap merasa tidak nyaman. Ia merengek. Anak Ketiga, nangis meronta. Bersamaan dengan itu, suara keras sound dari kondektur atau crew kereta memberikan pengumuman, bahwa kereta sebentar lagi akan berhenti di stasiun terdekat, agar penumpang yang akan turun mempersiapkan diri. Antara suara rengek, tangis dan soun berbaur. Saya hanya menghela nafas. Kesabaran Si Mama tadi luar biasa. Tiada nada amarah sedikitpun. Tangis Si Kecil kian keras. Mata para penumpang dalam Gerbong seolah tidak melihat kejadian tersebut. Sayapun tak bisa berbuat apa-apa. Bingung mau berbuat sesuatu, takut salah.

Saya hanya membayangkan, betapa kuat dan perkasanya Ibu itu. Membawa tiga anak kecil dalam sebuah perjalanan panjang, dengan bawaan yang tidak sedikit. Sebuah perjuangan. Sebuah pelajaran buat saya. Betapa tidak? Saya belum pernah bepergian jarak jauh dengan membawa anak kecil tiga sekaligus. Seorang Ibu yang rela harus berdiri di tengah oleng kereta, dan seorang Ibu yang tetap menjaga kantuk dan capek yang luar biasa, ketika sudah hampir 3 jam perjalanan kereta, tanpa bisa untuk "mungkin sekedar santai" menikmati perjalanan. Karena yang saya perhatikan, ada saja yang dilakukan secara bergiliran, atas permintaan ketiga anaknya tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun