Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Konten dan Fitnah (Salah Satu Pasal dalam KUHP Baru)

15 Desember 2022   08:43 Diperbarui: 26 Desember 2022   16:51 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Konten dan Fitnah (Salah Satu Pasal dalam KUHP Baru)

Mengekspresikan sesuatu lewat tulisan, atau lisan dalam sebuah konten media, merupakan hak bagi setiap warga Negara. 

Menjadi sebuah kegusaran publik ketika RKUHP yang baru disahkan DPR-RI tanggal 6 Desember lalu, adanya pasal  yang mengatur tindak pidana penyerangan nama baik dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum melalui lisan, tulisan atau gambar, bisa diancam pidana 4 tahun penjara. 

Sebuah ancaman bagi kebebasan berpendapatkah? Sebuah langkah mundur bagi demokrasikah? Dan deretan pertanyaan lain muncul. 

Padahal faktanya secara khusus, dalam konteks yang beririsan,  UU ITE pada Pasal 28 ayat (2) sudah memberikan limitasi kebebasan tersebut agar tidak semua orang bebas dalam menyebarkan informasi yang bisa menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan atau/ kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Wajar pertanyaan itu berderet. Sebuah konten yang akhirnya muncul di media, tentu berpotensi untuk dikonsumsi oleh publik. Bila konten tersebut sebagai sebuah fakta, tentulah tidak menjadi masalah. 

Namun, bila ternyata memuat unsur yang tidak benar, misalnya menyangkut ke pribadi seseorang, tentu arahnya menjadi fitnah. 

Apakah sebagai sebuah fitnah, demi alasan kebebasan tadi harus dibiarkan? Tentu, tidak. Bebas bukan sebebas-bebasnya, namun bebas dalam koridor tidak melanggar hak orang lain.

Kompasiana sendiri, selalu memberikan warning pada kompasianer dalam menulis konten untuk tidak sebebas-bebasnya, ada batasan yang harus diikuti. Ini bisa dimaknai sebagai sebuah ketentuan untuk tertib dan patuh pada aturan, norma atau nilai dalam hidup berbangsa dan Negara. Bisa dibayangkan bila misalnya konten yang ditulis di kompasiana sebebas-bebasnya, apa yang terjadi?

Dalam konstruksi pemahaman seperti itu, maka membahas tentang kebebasan, tentu ada batasnya. Kebebasan yang sebebas-bebasnya justru menjadi kontraproduktif atas mana kebebasan itu sendiri. Disinilah maka eksistensi hukum diperlukan, karena dengan hukum ada sifat mengatur dan memaksanya (dwingend recht en aanvullend recht).

Dengan adanya sifat hukum seperti itu maka perilaku masyarakat menjadi teratur dan bagi yang melanggar akan mendapat sanksi, sebagai konsekuensi-nya. 

Bagaimana mungkin perilaku keteraturan dalam hidup bermasyarakat tadi terwujud, apabila pada orang yang berperilaku tidak teratur dengan alasan kebebasan tidak ada sanksinya?

Perbuatan menista, baik secara lisan maupun lewat tulisan yang bukan berdasarkan fakta, menjadi sebuah kewajiban dari Negara untuk turut campur di dalamnya. 

Hal ini, bukan sebagai pembatasan hak individu, namun memberikan perlindungan hak asasi manusia. Karena membicarakan hak individu tidak boleh lepas dari hak orang lain. Jadi ada keseimbangan antara hak individu dengan hak orang lain. Sama-sama dalam posisi tidak melanggar dan dilanggar, dengan demikian tujuan hidup berbangsa dan bernegara akan tercapai.

Tetaplah berkonten, dengan tetap berpijak pada penghormatan atas hak orang lain, menghormati hak orang lain serta menistakan pada hal-hal yang bukan sebagai fakta dirinya. Kembalikan pertanyaan, apakah diri kita akan diam saja ketika diri kita dibuat konten dan bisa diakses semua orang, padahal substansinya tidak benar dan bukan sebagai fakta? Fiat Justisia Ruat Coelum.

Pada akhirnya, berbuat bijak pada diri sendiri, dengan tetap mengekspresikan diri lewat konten, tanpa harus ada yang terlukai baik perasaan maupun kehormatan orang lain, adalah sebuah aktualisasi diri dalam bingkai kehormatan kita sendiri. 

Hal ini juga yang diharapkan dari substansi pasal  28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan : " setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. " 

Semangat, tetap berkonten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun