Mohon tunggu...
Herfan Brilianto
Herfan Brilianto Mohon Tunggu... Lainnya - "Vision without realism is just a delusion."

"Vision without realism is just a delusion."

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jalan Berliku Indonesia Menjadi Anggota G20

15 November 2022   17:42 Diperbarui: 16 November 2022   11:36 1525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai tindak lanjut permintaan itu, Menteri Keuangan Amerika Robert Rubin, mengorganisir pertemuan G22 yang dihadiri G7 (Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Inggris, Jerman, Jepang dan Itali) dan 15 negara lain (Argentina, Australia, Brasil, China, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Polandia, Russia, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, dan Hong Kong SAR yang beberapa bulan sebelumnya baru saja dikembalikan oleh Inggris kepada China).

Pertemuan tersebut diadakan di Washington DC pada bulan April 1998 back to back dengan Pertemuan Spring Meeting IMF dan Bank Dunia. Pertemuan kedua G22 kemudian diadakan di tempat yang sama pada bulan Oktober 1998 back to back dengan Annual Meeting IMF dan Bank Dunia dengan tambahan empat negara yang diundang yaitu Belanda, Swiss, Belgia, dan Swedia.

Pertemuan G22 di sepanjang tahun 1998 itu menghasilkan tiga pemikiran utama terkait reformasi arsitektur keuangan internasional yang meliputi penguatan transparansi dan regulasi terkait disclosure, penguatan struktur pasar dan sistem keuangan, serta mekanisme burden sharing antara pemerintah dan swasta ketika terjadi krisis.

Walaupun pertemuan G22 mendapat kritik keras dari negara-negara yang tidak diundang, namun hasil pembahasan mereka relatif dapat diterima dan menjadi dasar bagi kedua institusi Bretton Woods (IMF dan Bank Dunia) untuk meluncurkan serangkaian inisiatif konkret terkait regulasi standar dan kode di industri keuangan, serta kerangka resolusi dan penanganan krisis. Salah satu implikasi pembahasan G22 yang tidak banyak diketahui orang adalah mendorong pembentukan Financial Stability Forum atau FSF (saat ini dikenal sebagai Financial Stability Board atau FSB) yang mempertemukan otoritas regulator dan pengawas sektor keuangan global.

Sejak awal, G7 memahami bahwa agar forum G22 memiliki dampak konkret bagi reformasi arsitektur keuangan global, mereka harus mencari cara untuk mengimplementasikan kesepakatan yang diambil melalui organisasi atau badan-badan internasional yang memang memiliki mandat untuk itu. Sebagai solusinya, maka G22 diusulkan untuk berubah menjadi IMF Interim Committee, agar kesepakatan yang diambil dapat langsung ditindaklanjuti oleh IMF.

Namun terdapat dua masalah yang membuat ide ini mati sebelum terjadi. Pertama adalah bahwa isu sektor keuangan yang dibahas di G22 banyak yang berada di luar mandat yang dimiliki IMF. Kedua adalah bahwa usulan keanggotaan Interim Committee tidak sama dengan keanggotaan G22, namun merefleksikan susunan Direktur Eksekutif IMF yang sejatinya merupakan struktur berbasis konstituensi yang didasarkan pada jumlah kepemilikan saham setiap anggota. Sementara di saat yang sama sedang ada perdebatan akibat tuntutan negara-negara emerging di Asia untuk meningkatkan representasinya di dalam IMF. Selain itu terdapat tuntutan internasional agar G22 juga meningkatkan inklusivitasnya dengan melibatkan negara-negara lain yang belum diundang.

Pada akhirnya G7 memutuskan untuk meneruskan format forum G22 dan memperluas keanggotaannya menjadi G33 dimana jumlah negara yang diundang ditambah dengan Belgia, Belanda, Arab Saudi, Chili, Pantai Gading, Mesir, Maroko, Spanyol, Swedia, Swiss dan Turki. G33 melakukan pertemuan pertama pada bulan Maret 1999 di Jerman.

Namun G33 ternyata hanya berumur singkat. Setelah pertemuan kedua di bulan April, G7 memutuskan untuk menghentikan forum tersebut.

Efektivitas versus Inklusivitas

Penyebab utama dihentikannya G33 adalah jumlah keanggotaan yang semakin besar ternyata justru menyulitkan forum untuk berdiskusi secara efektif dan menghasilkan keputusan yang berarti. Bayangkan bila sebuah negara mendapatkan waktu lima menit untuk berbicara, maka butuh hampir tiga jam agar setiap negara mendapatkan kesempatan berbicara untuk setiap topik permasalahan!

Belum lagi negara-negara berkembang yang diundang ke dalam forum pada umumnya tidak terbiasa dengan format pertemuan G7 dimana diskusi yang terjadi bersifat fluid dan saling merespon agar bisa memperoleh pemahaman yang utuh terhadap posisi satu sama lain. Negara berkembang yang diundang umumnya datang dengan membawa teks pidato yang sudah dipersiapkan sebelumnya sehingga sulit terlibat aktif dalam diskusi. Mereka juga biasanya datang dengan membawa jumlah delegasi yang besar sehingga menyulitkan tuan rumah untuk mengorganisasi dan memfasilitasi pertemuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun