Mohon tunggu...
Hera Widaningsih
Hera Widaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - call me hera

Ubahlah lelah menjadi lilah, menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Menanggulangi Bahaya Hoax dengan Mengedukasi diri Literasi Digital

1 Oktober 2021   21:56 Diperbarui: 1 Oktober 2021   22:00 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pinterpolitik

Perkembangan media tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi informasi. Secara umum, media dapat dibagi menjadi 3 yaitu media cetak, elektronik, dan media baru (new media) (Humaizi, 2018). 

Media sosial muncul sebagai bagian dari media baru mendapatkan tempat di hati masyarakat dengan berbagai fasilitas yang ada. Facebook, Instagram, dan Twitter merupakan media sosial yang tidak asing di telinga masyarakat. Bahkan, kita dapat menemukan seseorang yang bisa memiliki dua sampai tiga akun sosial media yang sama. Media sosial mengizinkan kita untuk dapat bertukar informasi dengan semua orang yang merupakan sesama pengguna media tersebut.

Berdasarkan data statitistik, jumlah pengguna Internet di Indonesia sebesar 171,1 juta naik sebesar 27,9 juta dari tahun lalu yang berjumlah 143,2 Juta Lebih lanjut, berdasarkan survei yang dilakukan oleh (APJII, 2018), jenis konten yang paling banyak diakses oleh pengguna internet di Indonesia adalah media sosial mengalahkan penggunaan untuk hiburan, berita, pendidikan. Namun, terkadang media sosial juga dapat digunakan untuk tujuan yang negative seperti penipuan, dan lain-lain.

Hoax berkembang dengan sangat cepat seiring dengan popularitas media sosial. Berita hoax ibarat kereta cepat sangat mudah tersebar hanya dalam hitungan detik.Berbagai macam fasilitas yang disediakan di sosial media menjadi salah satu alat memudahkan menyebarkan berita hoax seperti fasilitas share di Facebook, retweet di Twitter, dan repost di Instagram. Hal itu terjadi seiringdengan meningkatnya pengguna internet di Indonesia (Alif et al., 2018).

Masih banyak rakyat Indonesia yang termakan oleh berita hoax, dengan itu dibutuhkan Literasi Digital kepada masyarakat agar menjadi masyarakat yang cerdas dan bijak dalam menggunakan media sosial khususnya dalam menanggulangi penyebaran berita hoax yang ada di Lingkungan bersosialisasi. 

Literasi media didefinisikan sebagai upaya orang yang terorganisir untuk mengembangkan danmempraktikkan pengetahuan dan keterampilan menggunakan media (RobbGrieco, 2014). Silverblast dalam Alif et al. (2018) menjelaskan lima elemen Literasi Media:

  • Kesadaran akan dampak media massa pada individu dan masyarakat,
  • pemahaman terhadapproses komunikasi massa,
  • Pengembangan strategi untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan media,
  • Kesadaran isi media sebagai teks yang memberikan masukan bagi budaya kontemporer dan diri kita.
  • Pengolahan rasa senang kepada media, pemahaman, dan penghargaan akan isi media.

Adapun Ciri -- ciri Hoax yang harus diketahui Masyarakat:

  • Berita mengakibatkan kecemasan, permusuhan dan kebencian.
  • Sumber berita tidak jelas.
  • Isi pemberitaan tidak berimbang dan cenderung menyudutkan pihak tertentu.
  • Seringkali bermuatan fanatisme atas nama ideologi.
  • Judul dan pengantarnya provokatif.
  • Minta supaya di-share atau diviralkan.
  • Manipulasi foto dan keterangannya.

(Dewan Pers dan beritasatu.com)

Menanggulangi Hoax dalam bermedia di jejaring Internet bisa menerapkan hal berikut:

  • Hati-hati dengan judul provokatif

Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.

Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.

  • Cermati alamat situs

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

  • Periksa fakta

Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.

  • Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Cek keaslian foto

Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

  • Ikut serta grup diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Adapun dampak dari berita Hoax:

  1. Menyita waktu, tenaga, dan kuota.
  2. Memicu perpecahan dan pertikaian.
  3. Menurunkan reputasi pihak yang dirugikan.
  4. Memberikan informasi yang salah kepada pembuat kebijaksanaan.
  5. Menjadikan fakta tidak lagi bisa dipercaya (post-truth era).

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 Ayat 1: "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun