Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan dan sejak 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Selingkuh

24 September 2020   17:09 Diperbarui: 25 September 2020   20:40 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Pixabay

Itulah kisah pilu yang baru saja diceritakan Kinanti kepadaku. Setelah selesai bercerita, wanita cantik ini masih menangis tersedu di depanku. Tangisan kepedihan.

"Sudahlah Kinan. Semuanya sudah terjadi. Tidak perlu kau tangisi dan kau ratapi seorang Penghianat. Hanya membuang waktumu yang sangat berharga," kataku berusaha menenangkan Kinanti namun dia tetap menangis.

Seorang wanita menangis itu disebabkan hanya oleh dua hal. Pertama hatinya perih karena tersakiti oleh penghianatan dan yang kedua hatinya berbunga karena dicintai penuh dengan kesetiaan.

Saat ini aku melihat Kinanti begitu rapuh. Aku tidak melihat Kinanti yang tegar kokoh dengan pendirian dan prinsipnya. Aku dapat memaklumi apa yang dirasakan Kinanti saat ini.

Penghianatan yang sangat biadab itu telah mengotori hubungan cinta yang seharusnya tetap dijaga dan dirawat agar tetap suci. Kinanti pasti sangat pedih hatinya dan kecewa ketika cinta suci yang dia berikan berbalas dengan penghianatan.

Kini Kinanti sangat membutuhkan pegangan. Tentu saja akulah orangnya yang dia perlukan. Aku tidak ingin Kinanti merasakan kesedihan ini berlarut-larut.

Aku melihat Kinanti masih menangis tersedu. Belum pernah aku melihat wajah cantik itu sedang menangis.

"Kinanti lihatlah ada aku disini. Aku yang selalu bersamamu," kataku sambil menatapnya. Mendengar kata-kataku itu Kinanti mulai tenang.

"Iya Alan terima kasih. Aku sangat membutuhkanmu," suara Kinanti pelan dengan tatapan mata yang masih basah dengan air mata.

Kinanti memandangku dengan wajah sendu. Aku tidak rela sahabat hatiku harus menerima perlakuan menyakitkan seperti ini.

Malam itu suasana Cafe di jalan WR Supratman itu begitu tenang. Alunan musik yang terdengarpun penuh dengan lagu lagu melankolis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun