Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan dan sejak 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Fragmen Satu Babak

22 September 2020   16:30 Diperbarui: 23 September 2020   04:46 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Ayobandung.com/Vina Elvira

Merenung masa remaja yang begitu mengasyikan sehingga tidak terasa ternyata aku berdiri di pelataran parkir SMA itu sudah hampir satu jam.

Aku melanjutkan tur dengan sepeda motor itu menuju Mesjid Salman di Jalan Ganesha. Maka aku dari jalan Belitung menuju Utara menelusuri Jalan Juanda sampai akhirnya belok ke kiri ke arah Jalan Ganesha.

Mesjid Salman berdiri kokoh penuh dengan wibawa. Mesjid ini penuh kenangan ketika aku dan Kinanti sering mengikuti kegiatan ceramah dan diskusi untuk memperluas wawasan keagamaan.

Di sini ditempa para remaja dengan ilmu Tauhid dan Ahlaq agar memiliki kepribadian dan karakter jiwa yang berakar kuat dalam hatinya.

Hingga seusai sholat Dhuhur itu aku baru meninggalkan Mesjid Salman. Meluncur di Jalan Juanda menuju Jalan Merdeka dan mendarat di BIP (Bandung Indah Plaza) yaitu sebuah Pusat Perbelanjaan yang sudah menjadi icon belanja di Kota Bandung. 

Siang itu Aku duduk di salah satu Food Court menikmati makan siangku hanya dengan semangkuk bakso dan segelas juice strawberry. Rasanya nikmat sekali mungkin karena memang perut ini sudah lapar.

Asyik juga ya menelusuri jejak-jejak kenangan lama. Dulu waktu masih SMA aku dan Kinanti sering juga ke BIP ini hanya untuk keliling melihat barang-barang atau sekedar belanja seperlunya.

Rasanya memang cukup banyak juga kenangan dengan Kinanti. Entah tempat mana saja di Bandung ini yang penuh dengan sejarah remajaku.

Aku benar-benar menikmati kesendirianku di Food Court itu. Ketika ada seseorang menepuk bahuku sambil memanggil namaku aku menoleh.

Sungguh aku terkejut karena di sana berdiri Kinanti dengan senyumnya. Kinanti tidak sendirian ya dia ditemani oleh Eko Priotomo, calon suaminya.

"Alan rupanya sedang ada di Bandung kok aku tidak dikabari?" Tanya Kinanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun