Pemeriksaan X-ray bukan lagi hal yang hanya bisa dilakukan di ruang radiologi. Kini, teknologi mobile X-ray memungkinkan pemeriksaan langsung di sisi ranjang pasien, bahkan di ruang ICU atau rawat inap. Kedengarannya praktis dan menyelamatkan waktu, apalagi untuk pasien dengan kondisi kritis yang sulit dipindahkan. Namun, di balik kemudahan itu, ada pertanyaan besar yang sering terabaikan: apakah pemeriksaan ini aman bagi semua orang di sekitarnya? Di sinilah isu proteksi radiasi menjadi sangat penting, tapi sayangnya justru paling sering diabaikan. Mobile Xray memang efisien, tapi apa jadinya kalau pelaksanaannya tidak disertai perlindungan yang memadai?
Salah satu tantangan paling mencolok adalah soal keterbatasan ruang. Ruang ICU biasanya padat dengan alat-alat vital dan aktivitas medis yang berlangsung setiap waktu. Dalam kondisi seperti ini, cukup sulit untuk memasang alat pelindung radiasi dengan posisi ideal. Bahkan, tenaga medis kerap tidak menggunakan pelindung secara penuh karena alasan teknis. Fakta ini diperkuat oleh penelitian oleh Tandionugroho et al. (2022), yang mengungkap bahwa pelaksanaan proteksi radiasi di ruang ICU masih belum optimal karena terkendala layout ruangan dan situasi darurat.
Masalah lainnya adalah kurangnya pelatihan yang spesifik tentang proteksi radiasi, terutama untuk tenaga medis non-radiografer seperti perawat atau terapis ICU. Banyak dari mereka tidak memahami betul bagaimana cara meminimalkan risiko paparan saat dilakukan pemeriksaan mobile X-ray. Ini bukan semata karena lalai, tetapi karena edukasi yang diberikan belum merata. Penelitian oleh Alshamrani et al. (2022) menunjukkan bahwa masih banyak tenaga kesehatan yang belum mendapatkan edukasi menyeluruh tentang proteksi radiasi saat melakukan tindakan di ruang perawatan intensif.
Kemudian, ada pula kendala dalam ketersediaan alat pelindung radiasi seperti apron timbal, pelindung leher (thyroid shield), atau pelindung gonad. Di beberapa rumah sakit, alat-alat ini tidak tersedia dalam jumlah yang memadai. Bahkan jika tersedia, sering kali tidak dalam kondisi yang layak pakai karena jarang dilakukan perawatan atau penggantian berkala. Padahal, ini adalah salah satu komponen kunci dalam memastikan keselamatan selama pemeriksaan. Fakta ini diperkuat oleh hasil studi Pangestu, Sugiarti, dan Samsul (2022), yang mencatat bahwa pelaksanaan proteksi radiasi dalam pemeriksaan thorax dengan mobile X-ray masih belum sesuai standar, termasuk dari sisi penggunaan alat pelindung pribadi dan posisi tenaga medis saat pencitraan berlangsung.
Tak kalah penting, protokol pemeriksaan yang seharusnya ketat kadang jadi longgar karena alasan efisiensi. Misalnya, demi mempercepat prosedur, pelindung tidak digunakan, atau prosedur dilakukan tanpa memperhatikan jarak aman. Dalam jangka pendek mungkin terasa lebih praktis, tapi dalam jangka panjang bisa menimbulkan efek kesehatan, terutama bagi tenaga medis yang terpapar berkali-kali setiap hari.
Solusinya sebenarnya bukan sesuatu yang rumit. Edukasi dan kesadaran menjadi fondasi utama. Rumah sakit harus rutin mengadakan pelatihan khusus terkait proteksi radiasi, termasuk untuk semua tenaga medis yang terlibat dalam pemeriksaan pasien di luar ruang radiologi. Tidak cukup hanya untuk radiografer, tetapi juga bagi perawat, dokter, bahkan cleaning service yang mungkin berada di area tersebut saat pemeriksaan dilakukan.
Langkah berikutnya adalah penyediaan alat pelindung yang mencukupi dan terstandarisasi. Rumah sakit harus memastikan bahwa alat-alat tersebut selalu tersedia dalam jumlah memadai dan dalam kondisi baik. Jangan sampai tenaga medis harus memilih antara mempercepat tindakan atau melindungi dirinya sendiri.
Dari sisi teknologi, saat ini sudah banyak tersedia mobile X-ray generasi baru yang menghasilkan radiasi lebih rendah dan memiliki sistem proteksi tambahan. Investasi terhadap peralatan seperti ini sangat layak dipertimbangkan, terutama untuk rumah sakit besar dengan jumlah pasien rawat inap dan ICU yang tinggi.
Oleh karena itu, proteksi radiasi bukan sekadar aturan di atas kertas. Ini adalah bagian dari tanggung jawab moral dalam melindungi keselamatan pasien dan tenaga medis. Risiko tidak selalu tampak langsung, tetapi dampaknya bisa terasa dalam jangka panjang. Dan sebagai calon tenaga kesehatan, kita harus menanamkan prinsip: "Lebih baik terlindungi sekarang, daripada menyesal di kemudian hari."
Oleh : Henryco Bima Ravael Alfaroby (413241106)
Dosen Pembimbing : Ibu Weni Purwati, S.Si., M.Si