Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli

Kadet Ngopa-ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gunakan Bahasa yang Mudah Dimengerti Agar Cepat Dipahami

29 September 2021   08:53 Diperbarui: 29 September 2021   09:20 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Maaf. Adalah satu kata yang sangat sakral menurutku, dapat digunakan untuk pertama kali bertanya, mengawali persahabatan, mempersatukan pertikaian, bahkan memuluskan sebuah persoalan dalam suatu masalah. 

Namun satu kata itu, sangat sulit keluar bahkan tenggelam bagi yang masih bersekutu dengan kata egois dan keras kepala. Coba saja kalau berani mempraktikan apakah benar kata maaf mengandung sebuah kesakralan. 

Contoh saja, taruh kata saja, hendak berbohong. Hayo, masukan kata maaf di depan. Tunggu reaksinya bila hingga ketahuan berbohong, yang ada pasti caci maki, resiko paling terberatnya diingat seumur hidup, dan distabilo secara status sosial"GEDABRUS". Tapi sebaliknya, bila kata maaf digunakan untuk hal yang sepantasnya, pastinya, diingat seumur hidup karena tutur katanya, memiliki status sosial yang terbuka mudah dipercaya. 

Hal itu sering kali aku menemui kejadian-kejadian sakralnya kata maaf. "Cuangkem'e gedabrus... winginane jalok sepuro...sepuro... nyata ne saiki jebule cuangkem mu lamis, wis ra isa dipercoyo" ada pun sebaliknya, "Jan arek iku, slenge'an. ra jelas, tapi seneng'ane jalok sepuro, ta pikir-pikir, ra tau agawe salah arek iku, tapi jebule ancen arek cerdas duwe unggah-ungguh tur isa dipercoyo"

Begitulah kiranya ketika aku melihat sosok Paijo yang sedang kebingungan dan resah menghadapi kering lontong isi dompetnya,

"Piye jo, ono..."

"Gak ono cak, ayo pindah nang UM ae lah"

Sepeda butut pun ku oglek lagi dan weeng...,

"Sik cak dilut..."

"Santai jo... ojo kesusu, nang dengkul ae"

Mesam-mesem paijo berjalan cepat mendengar teriakan ku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun