Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli

Kadet Ngopa-ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Membangun Pondasi demi Masa Depan

26 September 2021   12:32 Diperbarui: 8 Oktober 2021   23:59 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sosoknya kurus, rambut semi gondrong dengan penataan belah tengah. Matanya tajam, suaranya berwibawa, otaknya tak cuma di kepala, bahkan boleh ku bilang hampir di semua sekujur tubuhnya penuh otak. Tak ada satu keahlian yang tak dimilikinya di bidang informasi teknologi.

Penampilan low profile, untuk seukuran anak kuliah di level pada jaman dua ribu. Sedangkan aku sendiri masuk kuliah diangkatan tahun dua ribu empat. Lebih muda dari sahabat ku paijo. Tapi anehnya dia memanggilku cak. Entah dari mana asalnya dia memanggilku cak. Aku sendiri bukan orang surabaya, aku lahir di kalimantan, melanjutkan sekolah kejuruan di madiun, kemudian merantau ke kota malang.

Aku kira dulu si paijo orang slenge'an, dari melihat cara jalan dan langkah kakinya saja, seperti orang slenge'an. Nggak ada blas pawa'an orang yang memiliki kedalaman soal ilmu. Tapi ya gitu, Tuhan kalau ngasih kejutan bisa dari jalan-jalan yang tak terduga.

Dulunya aku beranggapan kalau si paijo ini bukan mahasiswa yang spesial. Tugas jarang ngumpul, kuliah semaunya, tulisan di bukunya saja susah kukenali hurufnya. Wis, Nggak usah basa-basi, sudah ku bilang aja tulisannya seperti ceker ayam. Tapi anehnya, menurut temen-temen seangkatan dia, dosen-dosen pada kenal sama si paijo. Ilmu aljabar dan kalkulusnya, nomor wahid, nilainya selalu A.

Katanya sih, ketika dosen selesai menjabarkan tentang materi A dan dosen mencoba memancing pemahaman materi A kebeberapa mahasisa untuk maju kedepan, si paijo sosok paling pertama memberanikan diri, mengulang menjabarkan materi A bahkan bisa sampe materi B C dan D yang seharusnya belum masuk dalam sebuah pembahasan materi hari itu. Begitulah menurut cerita dari teman-temannya.

Sepertinya sudah cukup aku membanggakan "konco kentel" ku yang satu ini, hampir lima paragraf aku menulisnya. Minimal kalau dia baca aku bisa dapat traktiran makan untuk satu hari, lumayan bisa untuk nyambung hidup. Sepertinya aku sudah mulai merindukannya, sebaiknya aku yang terlebih dahulu menyapa.

"Tura-turu ae toh jo... urip kaya' ra duwe masadepan"

"Iyo'e cak... aku kok kilangan semangat ngene yo... gak biasane aku kaya' ngene,"

"Kudu diubah pola hidup mu jo, minimal ra males-malesan"

"Lah iyo cak, iki sing ta pikir kawit maeng..."

"Jo...?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun