Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Qatar, Doha, dan Rencana Pindah yang Batal

5 Desember 2022   07:59 Diperbarui: 5 Desember 2022   08:07 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Qatar, Doha, dan rencana pindah yang batal | foto: Pixabay/ GooseB—

"Good morning. I think, we've met before." 

Pria berpakaian formal itu sedikit terkejut menyambut saya dan mengulurkan tangannya.

Salam yang sama saya balas dan mengatakan dia pasti salah orang. Lalu pria itu menyebutkan namanya,  kemudian mempersilakan saya duduk di seberang mejanya. 

Itu percakapan beberapa tahun silam. Pria Qatari ini yang akan melakukan wawancara kerja. Saya saat itu melamar untuk salah satu posisi yang ditawarkan maskapai penerbangan dari negerinya. 

Di ruangan itu hanya ada saya dan pria pewawancara itu. Ruangan yang berada di salah satu gedung perkantoran di pusat bisnis Jakarta itu tidak seperti yang saya bayangkan. Sebelum membuka pintu, saya pikir, suasananya cukup menegangkan. Kesan itu ternyata tidak tergambar sama sekali.   

Pria yang mewawancarai saya hari itu benar-benar menciptakan suasana interview yang tidak menakutkan dan membuat gugup. Mungkin itu salah satu trik pewawancara untuk mengetahui dengan baik calon karyawan mereka, atau mungkin saya yang cukup baik menyembunyikan kegugupan. 

Waktu itu memang saya melamar untuk satu posisi yang ditawarkan dan akan ditempatkan di kantor maskapai yang berada di Doha. Saya pikir, selagi saya masih single dan tidak punya tanggungan, cukup gampang untuk mengambil kesempatan bekerja dan pindah ke luar Indonesia. 

Saya sudah cukup dewasa dan orangtua pasti merestui langkah baik apa pun yang akan saya lakukan. Kedua orangtua saya pernah berpesan, kami boleh meraih kesempatan baik sejauh mana pun tempat itu.

Tentu akan banyak hal yang akan saya hadapi sekiranya berhasil mendapatkan tempat yang ditawarkan dan pindah ke Doha. Tinggal di tempat baru, beradaptasi dengan warga, lingkungan, dan budaya bangsa yang sangat berbeda adalah tantangan baru dan tentu memerlukan waktu untuk menyesuaikan ritme keseharian di sana.

Qatar dan Doha

Negeri yang terletak di pantai timur Semenanjung Arab di Teluk Persia ini telah dihuni sejak Zaman Batu. Tercatat pemukiman manusia pertama di Qatar berasal dari milenium ke-6 SM. Pemukiman ini termasuk dalam Periode Ubaid, diberi nama sesuai situs Mesopotamia selatan, dimana jenis tembikar yang diwarnai ditemukan.

Selama berabad-abad, secara bertahap kawasan gurun pasir bertambah, sehingga wilayah negara kecil yang berbatasan dengan Arab Saudi ini tidak dapat dihuni.

Dimulai pada abad ke-18, suku Badawi (Bedouin), suku pengembara dari daerah Arab Saudi sekarang, bermigrasi ke negeri yang tandus. Mereka mendirikan pemukiman, yang kemudian menjadi Doha saat ini.   

Doha menjadi kota metropolis yang dinamis dan mengalami perkembangan yang menakjubkan. Arsitektur bangunan di kota ini mencerminkan keindahan gabungan tradisi dan modernitas di negeri ini. 

Qatar menjadi negara yang merdeka pada 3 September 1971. Kemakmuran negara ini semakin tumbuh, ketika pada tahun yang sama ditemukan ladang gas alam terbesar di dunia. 

Sebelumnya, tahun 1939 cadangan minyak telah ditemukan di sini. Qatar dengan jumlah penduduk sekitar 2,2 juta (countrymeters.info) merupakan salah satu negara dengan ekonomi paling kuat saat ini.

Mencari tantangan dan batal pindah

Ada teman yang bertanya mengapa saya perlu melamar kerja di perusahaan lain. Saya memang saat itu memiliki pekerjaan tetap di maskapai penerbangan lain.

Melamar kerja ke perusahaan lain bagi saya adalah salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan, juga untuk mencoba tantangan baru. Selain itu untuk mencegah kebosanan rutinitas pekerjaan, serta yang tidak kalah penting adalah tawaran pendapatan yang lebih besar.

Lantas, saya pun sedikit berandai-andai, seandainya saya diterima di posisi yang saya lamar. Bagaimana rasanya memulai hidup sendiri dan jauh dari tanah air? Membayangkan tinggal di Doha yang merupakan ibukota dari Qatar.

Wawancara kerja hari itu berjalan hampir satu jam berlalu dengan lancar. Bisa dikatakan pembicaraan kami terkesan cukup santai. Di akhir pembicaraan pria itu mengatakan agar saya menunggu. 

Lalu ia memberikan kartu namanya serta nama dan nomor yang bisa saya hubungi di kantor Jakarta. Alasannya, karena dia akan kembali ke negerinya dalam beberapa hari. 

Kabar baiknya, saya diterima untuk mengisi posisi yang ditawarkan. Kabar lainnya, prosesnya masih panjang hingga kepindahan saya sana.

Dalam perjalanan waktu, ada hal lain yang akhirnya hadir dan harus dipilih. Pindah ke Qatar untuk meneruskan karir atau membangun keluarga dan ikut ke negeri asal suami. 

Kita tidak bisa mendapatkan segalanya. 

Saya mengambil opsi kedua dan percaya itu adalah keputusan terbaik untuk masa depan. Keputusan yang tidak saya sesali.

Hidup memang penuh rahasia.

Hennie Triana Oberst
Germany, 05.12.2022  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun