Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tetangga Cuek Bukan Berarti Tidak Peduli

5 Mei 2021   03:39 Diperbarui: 5 Mei 2021   03:39 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah-rumah tetangga | foto: HennieTriana—

"Merantaulah

Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan)" 

--Petikan syair Imam Syafei--

"Kamu kenapa sih senang mau balik ke Jerman?" A, seorang kenalan dari Indonesia berkomentar agak sinis.

Waktu itu kami, orang Indonesia dan negara Asia lainnya sedang menikmati makan siang di satu restoran di Shanghai.

"Ya senang mau pulang ke rumah sendiri. Di sini cuma sementara. Kalian juga nanti akan pindah setelah tugas suami selesai."

Jawaban saya sepertinya membuat A semakin kesal. Saya memang bisa sangat menyebalkan kalau merasa terganggu karena disindir-sindir. Entah kenapa si A suka melakukannya.

"Orang Jerman itu kaku, nggak ramah. Aku nggak suka. Mau bertamu aja harus bikin janji. Ke Jerman untuk liburan, ok. Tapi menetap, no!" Berapi-api dia bicara. 

"Ah, suamimu juga orang Jerman," ujar saya. Karena malas memperpanjang pembicaraan, saya berbincang dengan teman yang berasal dari China. 

Sebetulnya, bukan tidak ada benarnya perkataan si A, bahwa orang Jerman itu kaku. Namun, tidak seburuk tudingannya. Mungkin dia punya pengalaman jelek.

Beberapa tahun lalu ada tetangga baru, mereka tinggal di lantai dasar bangunan tiga lantai di sebelah kiri rumah kami. Sebut saja Familie Klein (baca: Klain), memiliki dua anak kecil dan seekor anjing. 

Rumah tiga lantai ini terdiri dari beberapa apartemen. Penghuninya sering berganti-ganti. Kebanyakan pasangan muda, yang akan pindah setelah memiliki rumah sendiri. 

Saat mereka pindahan saya memperkenalkan diri sebagai tetangga sebelah rumah mereka. Bu Klein menanggapi biasa saja, seperti acuh tak acuh. Belakangan saya tahu, memang begitu pembawaannya.

Frau Klein (bu Klein) begitu memang saya menyapanya, usianya lebih muda dari saya. Di Jerman, menyapa orang dewasa yang baru kita kenal, atau tidak memiliki hubungan dekat harus dengan panggilan Frau/Herr (Ibu/Bapak). 

Ini adalah sebutan yang dianggap sopan. Kecuali mereka meminta untuk dipanggil dengan nama saja. Usia dewasa di sini mulai 18 tahun. Mahasiswa juga biasa disapa dosennya dengan sebutan ibu/bapak.

Hubungan bertetangga di sekitar tempat tinggal saya bisa dikatakan relatif harmonis. Ada yang sangat dekat seperti keluarga, tetapi ada yang biasa saja.

Meskipun hubungan sangat dekat, jika ingin bertamu biasanya kami selalu saling membuat janji. Namun, bukan berarti tidak ada kunjungan tiba-tiba, misalnya ngopi. Ini biasanya antartetangga yang cukup erat.

Musim panas beberapa tahun lalu. Siang itu saya sedang memilah cucian di Keller (ruang bawah tanah).

Anak saya datang tergesa-gesa.  "Ma, Papa jatuh di halaman belakang," ucapnya cemas.

Saya segera berlari keluar. Suami saya setengah duduk dan berbaring di halaman. Dia jatuh dari atap pondok kecil tempat penyimpanan barang-barang untuk garden.

Segera saya suruh anak saya berlari memanggil tetangga sebelah kanan. Saya menopang badan suami dan berusaha membuatnya tetap terjaga. Dia bilang sangat mengantuk.

Franz, tetangga saya datang berlari dan melihat kondisi suami. Sebelum menghubungi 112 (panggilan darurat) Franz memanggil Ralf, tetangga depan rumah yang aktif di Palang Merah.

"Frau Oberst, saya ajak putrinya jalan-jalan ya." Tiba-tiba Frau Klein datang bersama anaknya yang masih  balita, ditemani anjing mereka. 

Saya menyetujui dan mengucapkan terima kasih. Frau Klein tersenyum, kemudian pamit sambil menggandeng anak saya.

Frau Klein ternyata mendengar saat suami saya jatuh. Untuk mengalihkan perhatian anak saya ia mengajak putri saya berjalan-jalan.

Sekitar 10 menit kemudian tiga petugas dengan ambulans tiba. Dua orang menangani suami saya, dan seorang berbicara dengan saya sambil mencatat data yang diperlukan.

Kondisi suami saya cukup buruk, tetapi tidak membahayakan nyawa, begitu menurut tim medis. Tidak lama berselang suami saya dibawa ke rumah sakit.

Sesegera mungkin setelah pemeriksaan, pihak rumah sakit akan menghubungi saya. Begitu pesan pria yang berbicara dengan saya dan berpamitan. Franz dan Ralf juga pamit sambil berkata jika perlu apa pun kabari mereka. 

Waktu seakan-akan lambat berjalan. Menjelang petang saya mendapat kabar bahwa suami saya sudah bisa dikunjungi.

Malam itu saya minta tolong Franz untuk menemani saya ke rumah sakit. Anak saya sementara saya titipkan pada Inge, istri Franz. Dalam kondisi masih shock dan gemetar seperti ini, saya tidak sanggup menyetir sendiri.

Suami saya masih berada di ruang perawatan intensif. Secara bergiliran, saya dan Franz menjenguk ke dalam. 

Esok harinya, suami saya dipindahkan ke gedung sebelah. Ke BG-Unfall Klinik, rumah sakit khusus untuk perawatan dan pemulihan pasien korban kecelakaan umum dan kerja.

Suami saya mengalami patah tulang belikat sebelah kanan, dan tulang belakang. Alhamdulillah, setelah beberapa bulan pulih kembali. Semoga tidak ada lagi kecelakaan.

Berkat bantuan tetangga semua teratasi dengan baik. Meskipun tetangga terkesan kaku, seperti Frau Klein, tetapi mereka sangat peduli.

Bagaimanapun tetangga adalah pengganti keluarga. Mereka adalah orang pertama yang akan menolong jika terjadi sesuatu.

-------

Hennie Triana Oberst

De, 04.05.2021

"Omongan Tetangga"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun