Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bukan Pekerjaan Impian, tetapi yang Terbaik

12 April 2021   18:01 Diperbarui: 19 April 2021   23:05 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu dan anak | foto: pixabay.com/edsavi30

"Tuhan memberikan yang terbaik, meski tidak sesuai keinginan."

Hanya ada dua angan-angan saya untuk melanjutkan pendidikan, kuliah kedokteran, atau arsitektur. Karena satu dan lain hal, akhirnya saya memilih kuliah di fakultas ekonomi. 

Waktu itu saya ingin bekerja di bank. Menurut saya, pegawai di bank itu gajinya relatif tinggi, di samping itu mereka terlihat selalu rapi. Ini berdasarkan pengamatan pada abang kandung dan kakak sepupu saya yang berkarir di bank.

Tanpa banyak halangan, pendidikan saya lancar dan selesai sesuai target. Perjuangan berikutnya mewujudkan impian di perbankan. 

Singkat cerita, saya mengikuti ujian demi ujian di satu bank besar di Medan. Cukup banyak tahap-tahapnya, dan sepertinya saya beruntung. Hingga pada tahap akhir, surat pemberitahuan bahwa saya tidak diterima.

Kebetulan, saat itu di surat kabar ada pengumuman penerimaan pegawai dari Garuda Indonesia. Saya ikutan melamar, karena ada bagian yang berhubungan dengan jurusan saya.

Ada beberapa tahap seleksi yang saya ikuti, tetapi yang agak aneh, kami, peserta ujian, diminta untuk berjalan satu per satu di ruangan besar bak calon model yang akan berjalan di catwalk. Di perusahaan ini keberuntungan belum berpihak pada saya.

Di waktu yang hampir bersamaan, saya mendapat panggilan ujian di dua bank di Jakarta, keduanya BUMN. Saya tidak menyadari, perjalanan untuk ujian ini adalah perjalanan saya meninggalkan rumah orangtua dan kota kelahiran.

Apakah saat ini BUMN (perbankan khususnya) masih memberlakukan tahap demi tahap ujian yang panjang untuk menerima pegawainya. Masa itu, saya melewati ujian yang tidak pendek, dengan waktu tunggu yang bisa berminggu-minggu dari satu tahap ke tahap lainnya.

Melelahkan? Tidak, karena saya memang mengejar pekerjaan dambaan. Hanya sedih dan kecewa kemudian, karena lagi-lagi kesuksesan tidak memihak kepada saya. 

Singkat cerita, ada pengumuman dari om saya yang berkarir di dunia penerbangan. Menurutnya, satu penerbangan asing dari negara Asia Selatan sedang mencari pegawai yang sesuai bidang pendidikan saya.

Tanpa banyak tanya, saya penuhi panggilan wawancara dari perusahaan itu. Hanya itu tahap yang saya lewati, saya diminta bekerja secepatnya.

Tidak pernah terpikir sebelumnya, bekerja di maskapai penerbangan asing seperti ini lebih membahagiakan daripada impian yang saya patri di kepala.

Saya mencintai pekerjaan ini. Lingkungan pekerjaan yang menyenangkan, ditambah keistimewaan "bonus" pada penerbangan internasional. Saya menemukan dunia baru yang menyenangkan, bisa mengunjungi berbagai negara pada masa cuti tahunan. 

Sesuai regulasi penerbangan internasional, semua pegawai penerbangan internasional berhak mendapat kemudahan terbang dengan potongan harga sekian persen hingga gratis (hanya membayar pajak). Aturan ini berlaku antarpenerbangan internasional.

Contoh gampangnya, saya, misalnya, dapat mengajukan permohonan tiket ke perusahaan tempat saya bekerja, dan juga ke maskapai penerbangan asing lainnya. Dengan catatan, tidak dilakukan pada masa liburan dan high/peak season. 

Ketika ada kesempatan pindah ke salah satu perusahaan penerbangan Amerika, maka tawaran itu tidak saya sia-siakan. Namun, pekerjaan ini kemudian, dengan berat hati, harus saya tinggalkan, karena saya memang harus pindah ke negara suami. 

Rencana saya waktu itu, setelah menyelesaikan sekolah bahasa Jerman, akan melanjutkan pendidikan magister. Keinginan yang sudah saya atur dengan rapi, ternyata tidak terwujud.

Suami saya yang berkarir di dunia automotif tidak hanya melakukan perjalanan ke luar negeri, terkadang dia harus siap pindah negara. Tugas berikutnya di Amerika Serikat, dilanjutkan tahun berikutnya ke negara tetangganya, Kanada. 

Saya letakkan angan-angan melanjutkan pendidikan di bagian bawah rencana hidup saya. Setelah kembali ke Jerman, saya pun menjadi ibu. Pilihan menjadi full-time mom saya lakoni dengan bahagia tanpa ada sesal, sampai saat ini.

Ya, kita memang tidak bisa mendapatkan segalanya. Selalu ada satu, atau dua yang harus dipilih.

Tuhan memang punya rencana yang lebih baik untuk kita, dan saya sangat percaya itu.

-------

Hennie Triana Oberst
De, 12.04.2021
"Pekerjaan Perempuan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun