Mohon tunggu...
Heni Susilawati
Heni Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - life with legacy

senang menulis tentang politik, demokrasi dan pemilu

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pilkades Serentak Barometer Kualitas Demokrasi

6 Oktober 2021   06:53 Diperbarui: 6 Oktober 2021   10:44 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkades (KOMPAS/HANDINING)

Pada saat tulisan ini disusun, di tingkat lokal Kabupaten Kuningan sedang di gelar tahapan Pemilihan Kepala Desa Serentak. 

Pemungutan suara pilkadas serentak itu sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 28 November 2021. Ada tujuh puluh enam desa yang akan menggelar pesta demokrasi dan tersebar di beberapa kecamatan. 

Hal yang berbeda dari Pilkades sebelumnya di tahun 2019, yakni penerapan protokol kesehatan yang ketat di Tempat Pemungutan Suara (TPS) mengingat masih dalam masa pandemi Covid-19. 

Dasar hukum pelaksanaan Pilkades yakni Peraturan Bupati Kuningan Nomor 46 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 50 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa. 

Regulasi tata kelola Pilkades diatur dalam satu Perbup mulai dari pembentukan panitia, pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara hinga penetapan kepala desa terpilih.

Secara politik, gelaran pesta demokrasi bernama pilkades terakhir yakni d tahun 2019. Secara politik pula, warga lokal menjadi bagian dari perjalanan Pemilu Serentak tahun 2019 serta Pilkada Serentak tahun 2018. 

Memori dan ingatan warga tentu masih kuat dengan serangkaian perjalanan politik memilih pemimpin mulai dari pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kuningan, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Presiden dan Wakil Presiden, serta Anggota DPR, DPD dan DPRD. 

Memori kolektif itu tidak hanya berisi hiruk pikuk bagaimana pesta demokrasi itu diselenggarakan, namun juga berbagai pengalaman dalam berpartisipasi baik di seluruh maupun sebagian tahapan katakanlah hanya berpartisipasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menentukan pilihan pada saat itu. 

Pengalaman itu bisa juga menyentuh interaksi dengan peserta pemilu dan pemilihan. Singkat kata, pengalaman partisipasi politik warga dalam pesta demokrasi bukan hal yang baru. Ibarat kata sudah terbiasa menghadapi situasi dan peristiwa politik dalam memilih elit politik.

Keikutsertaan warga atau kita sebut sebagai partisipasi politik memang mayoritas sebagai pemilih di TPS. 

Kualitas partisipasi politik itu akan teramat ditentukan oleh faktor kualitas data pemilih, pemahaman tentang makna pilkades bagi kemajuan desa, pemahaman visi, misi dan program pasangan calon, pemahaman tentang teknis pemberian suara dan tentu saja kesiapan mengawal dan menerima hasil pilkades. 

Sirkulasi elit politik lokal di tingkat desa yang berjalan secara demokratis dalam tahapan Pilkades Serentak 2021 akan menentukan pola kepemimpinan dan kemajuan desa setempat di masa yang akan datang. Semua adalah cerita tentang bagaimana pemilih menghormati kedaulatannya sebagai pemilih. 

Kesadaran politik sebagai pemilih yang berdaulat ini harus terus dikampanyekan agar warga menjadi pemilih yang menentukan pilihannya berbasis rasionalitas, bukan transaksional apalagi menjadi bagian dari patologi demokrasi elektoral bernama politik uang.

Bacaan kita di tingkat regional dan nasional cukup banyak. Kasus operasi tangkap tangan oleh lembaga anti rasuah bernama Komisi Pemberantasan Korupsi harus jadi cermin dan pembelajaran bagi warga. 

Langsung atau tidak langsung, pemilih yang transaksional  dan permisif terhadap politik uang ikut menyumbang persoalan pelik lahirnya pemimpin yang korup. 

Pilkades seharusnya dijadkan sebagai jalan menata perubahan termasuk menata perubahan kualitas demokrasi elektoral kita. 

Kualitas teknis penyelenggraan meningkat, kualitas substansi demokrasi meningkat. Dan kita sangat berkepentingan dengan demokrasi yang substansial termasuk di tingkat desa. 

Pilkades bukanlah semata cerita tentang teknis memilih pemimpin. Pilkades adalah cerita tentang asa hari ini, esok, dan masa depan desa yang berkemajuan. 

Pilkades adalah momentum politik terpenting di tingkat lokal. Kesadaran politik tentang kedaulatan rakyat dalam menentukan calon kepala desa sangat penting dimiliki. 

Arah kepentingannya adalah seputar rasionalitas menentukan pemimpin yang dipandang punya pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai pemimpin. 

Pemimpin yang visioner, pemimpin yang memahami potensi desa setempat, pemimpin yang memahami kondisi sosial budaya warga. 

Pemimpin yang punya kapasitas mengoptimalkan seluruh potensi untuk kemajuan dan kesejahteraan seluruh warga desa. 

Desa maju, tentu saja kecamatan maju, kabupaten maju, provinsi maju dan Indonesia maju. Jadi efeknya banyak, jika warga benar-benar rasional dalam menentukan pilihan demi legasi masa depan generasi di desa setempat. 

Barometer kualitas demokrasi di Pilkades serentak akan ditentukan bagaimana pola interaksi antara panitia, pemilih, dan kandidat. 

Para stakeholder Pilkades selayaknya memiliki komitmen moril yang sama untuk menghadirkan Pilkades yang berintegritas dan berkualitas. 

Soal integritas itu dimulai dari niat yang kuat untuk bersama menata jalan perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Tanpa niat dan komitmen yang kuat, maka Pilkades hanya akan menjadi perstiwa politik yang rutin digelar tetapi kering semangat memperbaiki kualitas demokrasi, kualitas kehidupan warga secara umum. 

Pada gelaran Pilkades serentak kita berharap banyak agar lahir pemilih yang cerdas, yang rasional, yang pro terhadap perubahan demi kemajuan desa setempat.

Mari kita belajar, sekali lagi belajar dari banyaknya pemimpin yang terjaring OTT KPK. Fenomenanya memang bagai gunung es, sedikit yang terlihat. Bisa jadi potensi kepemimpinan yang korup itu lebih besar dari yang muncul kepermukaan. 

Berbagai data menunjukan tingkat permisifitas politik uang di kalangan warga. Indikator Politik Indonesia (2020) menyebutkan 56,8% warga Tangsel permisif terhadap politik uang. 

LIPI (2019) menyebutkan 40% menerima politik uang dari kandidat tetapi tidak mempertimbangkan untuk memilih mereka. Charta Politika (2019) menyebutkan 45,6% warga memaklumi politik uang.

Apa makna dari data tersebut? Betapa praktek politik uang dianggap sebagai hal biasa. Andai saja kita semua memahami betapa bahaya demokrasi elektoral yang dibangun diatas kekuatan relasi transaksional, pasti di Pilkades nanti warga akan berpikir seribu kali untuk menjadi bagian dari politik uang.

Pilkades menjadi harapan besar bagi peningkatan kualitas demokrasi kita. Tengok saja, data yang dirilis oleh The Economist Intelligent Unit yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-64 dan mendapat status sebagai negara Flawed Democracies. Ada demokrasi, tetapi semu. Indikatornya adalah maraknya politik uang dalam pemilu. 

Oleh karena itu, marilah kita jadikan momentm Pilkades ini sebagai upaya serius untuk perbaikan kualitas demokrasi kita. 

Efek bola salju yang akan terjadi, jika Pilkades berintegritas dan berkualitas; tentu saja akan mempengaruhi indeks demokrasi negara kita di tingkat global.

Selamat menyonsong Pilkades Serentak 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun