Mohon tunggu...
Hendy Adinata
Hendy Adinata Mohon Tunggu... Freelancer - Sukanya makan sea food

Badai memang menyukai negeri di mana orang menabur angin | Email: hendychewadinata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Standar Kita: Tato Buruk, Rias Wajah Baik

14 November 2019   01:27 Diperbarui: 14 November 2019   11:25 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi Anda pembaca, apa yang terbayang ketika melihat pria bertato? Nakal dan berandalan? Indah dan baik? Setengah-setengah? Atau tidak ingin berkomentar? Bandingkan dengan perempuan yang berdandan. Bagus mana? 

Penulis hidup di dalam lingkungan keluarga orang-orang yang mungkin dapat dikatakan 'kolot', yang masih beranggapan bahwa tato adalah produk kenakalan.

Orang bertato adalah orang nakal. Itu baru laki-laki, belum mereka yang perempuan, pastilah jika tidak kaya, akan sering menjadi buah bibir. Sudah kaya maka dimaklumi, yang tidak kaya bagaimana? 

Mereka pasti dianggap lima kali lebih nakal dari pria bertato. Apakah benar demikian? Apakah nakal hanya diukur dari sebuah tato? Bagaimana dengan perempuan berias, adakah sanggahan yang ingin mengatakan bahwa itu jelek? Tato adalah buruk, rias wajah adalah baik, bisa dibenarkan kah kalimat ini?

Sedikit ulasan

Umumnya tato pasti dibuat di bagian tubuh tertentu yang bukan wajah. Para wanita biasanya di bagian lengan bawah, punggung atau pinggang. 

Pada pria di bagian lengan atas sampai dada misalnya merupakan tempat favorit dan strategis untuk mengukir berbagai lukisan tato, termasuk juga bagian paha dan betis kaki. Tempat-tempat inilah yang paling terlihat dan paling cocok, apalagi bila lengan itu cukup besar (berotot), pasti rasanya sangat keren.

Sedangkan rias wajah yang kita tahu pastilah diaplikasikan di wajah. Berbagai alat, misalnya bedak, bulu mata, lip stick, pensil alis, dan lain-lain, itu merupakan alat perlengkapan untuk berias. 

Tidak ada tempat lain yang dirias selain wajah. Bila kulit wajahnya putih, pipi tirus, hidung mancung, mata belok, jidat tidak tinggi, itu akan menjadi satu pemujaan pada wajah sendiri.

Bertato umumnya adalah pria, dan berias umumnya pasti wanita. Walau kita tahu ada sejumlah orang yang melakukan keduanya, itu sangat lumrah. Zaman sudah berubah, malah menuntutnya.

Penulis tersentak dengan kalimat dari seorang rekan kerja perempuan yang mengatakan bahwa pria bertato itu buruk, dengan alasan mereka merusak kulit tubuh sendiri. 

"Kulit yang bagus dicoret-coret, coretannya permanen lagi, setelah itu tidak bisa hilang sampai mati, tidak bisa mengikuti donor darah, tidak bisa mengikuti CPNS," dan sebagainya. 

Teman ini juga mengatakan bahwa dirinya tidak ingin menikah dengan pria bertato, karena alasan di atas, "Tubuhnya sendiri tidak dia jaga, gimana mau menjaga aku?" Penulis menangkap pesan ini sebagai gurauan belaka saja.

Penulis pun bertanya, "Bagaimana dengan wanita yang melukis wajahnya? Dari yang cokelat dilebur dengan bedak sehingga putih? Bulu mata palsu, bibir yang tidak merah ditato merah dan alis yang tidak hitam ditato hitam dan diukir bentuknya? Bukankah itu juga merupakan praktek tato dalam pengertian yang lain?"

Teman ini menjawab bahwa itu hal yang lain, perempuan berias untuk tampil cantik. Penulis juga mau bertanya, apakah pria ingin membuat tato tanpa alasan? Pastinya ada, yaitu untuk tampil menarik.

Tanya si perempuan, "Adakah perempuan yang berias tampil tidak cantik? Suka tidak lihat perempuan yang dandan?" Penulis langsung menjawab jelas cantik, dan jelas suka. 

Bahkan pria yang berdandan juga di satu sisi pasti akan terlihat menarik, namun bila timbul tanda-tanda tidak wajar, kita yang melihatnya pasti juga diselimuti rasa 'jijik'.

Pertanyaan selanjutnya ditanyakan kepada teman ini, "Apakah kamu suka melihat pria bertato? Motif dan gambar tatonya bagus loh, detail, sempurna dan memiliki makna?" teman ini menjawab, "Pokoknya jelek."

Bertato dan berias memiliki substansi yang sama, karena ditujukan untuk menambah daya Tarik dan percaya diri. Mengapa sesuatu bisa dianggap buruk bagi orang lain dan dianggap baik bagi orang yang lain? Sudut pandang yang ditunjang dengan wawasan itulah jawabannya.

Tidak adil rasanya bila kita menjustifikasi tato adalah mutlak buruk. Untuk membela kalimat ini, penulis ingin mengambil contoh dari kesalahan dandan. 

Semua pria pasti setuju bahwa ketika perempuan berdandam menor dan aneh (misalnya Rina Nose yang selalu dandan aneh di OVJ), tidak hanya tidak cantik, tapi juga merusak mata. Namun itu hanya dilihat dari sisi penampilannya saja, untuk sifat itu hal lain.

Sama halnya dengan tato, ada tato yang bagus, ada pula yang jelek. Tato yang bagus membuat kita yang melihatnya kagum. Kita kagum akan gambar yang detail, permainan warna, motif, dan filosofinya. 

Sedangkan untuk sifat orang yang memiliki tato itu, sekali lagi itu lain hal. Namun bila sifat orang itu bagus, pastinya akan menambah kekaguman dan daya tarik kita.

Tidakkah kita lupa bahwa Ibu Susi Pujiastuti juga merupakan wanita bertato? Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan kita ini dari awal telah membius kita dengan kekaguman karena keberaniannya menegakkan kedaulatan wilayah perairan kita. Kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah perairan Indonesia tanpa izin ditenggelamkan. Bu Susi meningkatkan pendapatan pajak sektor perikanan, meningkatkan ekspor komoditas ikan dan konsumsi ikan nasional. Seperti pesan bu Susi, "Jangan lupa makan ikan." Pesan itu selalu terngiang-ngiang di telinga anak mahasiswa rantau yang jarang makan ikan.

Ibu Susi juga mendapatkan penghargaan Leaders for a Living Planet dari WWF di tahun 2016, Peter Benchley Ocean Awards, Seafood Champion Award, masuk daftar 100 perempuan paling berpengaruh di dunia versi BBC, dan lain-lainnya. Penghargaan-penghargaan ini adalah penghargaan tertinggi bagi orang yang telah berkontribusi nyata.

Kita diperhadapkan dengan pilihan orang tidak bertato tanpa kontribusi (sebaliknya korupsi dan membuat gaduh bangsa ini) atau orang bertato tapi berkontribusi (seperti Bu Susi yang menaikkan harkat dan martabat kita)?

Intinya tato tidak menjadikan orang itu buruk. Tato yang buruk pun tidak menjadikan orang lebih jahat, sama halnya dengan berdandan buruk. Kita tetap bisa berprestasi dengan atau tanpa tato, dengan atau tanpa dandan. Yang terpenting adalah kebermaknaan kita di dalam menjalani hidup.

Memang niat orang membuat tato itu macam-macam, kebanyak memang orang-orang nakal. Wawasan kita tidak boleh sesederhana bahwa bertato itu buruk, kita sebagai kaum terdidik harus melihat lebih dalam dari itu. Jangan produk netral kita persalahkan,

Untuk saat ini pemerintah tidak memberikan kesempatan kepada orang bertato untuk mengikuti CPNS, penulis berharap ke depan, kesempatan itu bisa dibuka, karena belum tentu bertato sama dengan tidak memiliki kemampuan. Biar dunia melihat bahwa di Indonesia, orang bertato pun dihargai.

Kita adalah mahluk-mahluk penikmat keindahan, dan sesuatu yang indah membutuhkan mata yang dapat menangkap hal indah itu. Seni musik, lagu, lukisan, pahatan, foto, cerita fiksi dan sebagainya termasuk tato juga merupakan karya seni yang membutuhkan pancara indra yang mampu menangkat keindahan di dalamnya.

Sekali lagi, dandan yang buruk merusak mata, dan tato yang buruk juga demikian. Sedangkan dandan yang bagus, dan tato yang bagus membius mata setiap orang yang melihatnya. 

Sifat dan karakter bagaimanapun harus menyesuaikan dengan sampul biar pas. Seperti kata Soekarno, bahwa "Lukisan yang bagus harus memiliki pigura yang cocok".

Lukisan jelek tapi piguranya dari kayu jati yang dilabur emas ya tidak cocok. Lukisan The School of Athens karya Rafael Sanzio yang piguranya kayu lapuk juga tidak cocok. Cocoknya bagaimana? Ya harus cocok biar cocok. Sekali lagi tergantung mata dan rasa yang menilai. 

Jadi tato itu baik atau buruk?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun