Mohon tunggu...
Hendriko Handana
Hendriko Handana Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa, menulis suka-suka

Pria berdarah Minang. Seorang family man humble. Hobi membaca, menulis, dan berolahraga lari. "Tajamkan mata batin dengan mengasah goresan pena"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asrama Tua Menuju Istana Merdeka (8): Bunga Bangsa, Keluarga Luar Biasa

4 Agustus 2019   19:15 Diperbarui: 23 Agustus 2019   20:20 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan makhluk apa ini?

Bagian 8: Bunga Bangsa, Keluarga Luar Biasa

Oleh: Hendriko Handana

Wawan dan Rendra, dua sahabat perdanaku di asrama. Kami bertiga menempati satu kamar yang sama. Di ruangan inilah kami bersama-sama melewati 3 minggu masa pelatihan dalam suka ceria, dan jarang sekali berduka.

Wawan utusan Kalimantan Selatan. Secara kebetulan, tanggal bulan dan tahun lahir kami persis sama. Nama lengkapnya Fajar Indrawan. Karena itu, Sebagian sahabat memanggil dia Fajar.

Wawan adalah yang paling kritis di antara kami bertiga. Dia sering cerewet kalau kamar tidak rapi atau barang-barang di kamar berantakan.

Rendra, putra asli Indramayu, Jawa Barat. Berperawakan besar dan tidak banyak bicara. Kesan pertamaku saat melihat Rendra adalah gaya langkah tegapnya. Hentakan pertama saat mulai melangkah begitu keras dan kaku, lebih tegap daripada tentara.

Urusan kerapian kamar, Rendra cuek dan kadang serampangan. Akibatnya, dia beberapa kali jadi korban omelan Wawan. Aku mengambil peran sebagai penengah di antara mereka. Namun, tak jarang juga aku sengaja kompori Wawan agar tetap hangat suasana. Haha... ✌☺

Kamar kami terletak nomor tiga dari depan. Strategis karena berada di tengah-tengah asrama. Tidak jauh dari ruang tamu tempat kami biasa bercengkrama. Aku pun bisa dengan mudah menjangkau kamar rekan lainnya. Hampir semua kamar pernah pernah kujelajahi. Misiku mengenal kawan seluruh nusantara dari hati ke hati. Begitupun mereka, para sahabatku lainnya. Jam istirahat sama sekali tidak sia-sia. Kami selalu berbagi cerita. 

Tiga minggu masa pelatihanpun membuat kami terasa menjadi satu keluarga. Anehnya, kehidupan dan kegiatan latihan di asrama ini lebih kami rindukan daripada sekedar tampil singkat di Istana Merdeka. Begitu indah untuk dilewatkan.

Salah satu kamar yang sering kusinggahi adalah kamar Rico Natalyos, utusan Riau. Bagan Siapi-api asalnya. Kebetulan nama panggilan kami sama. Tetapi, kami terbiasa dengan panggilan 'sanak'. Sanak dalam bahasa kami berarti saudara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun