Sebetulnya tidak masalah jika memang ingin memberi sumbangan dengan niat yang memang benar-benar ingin memberi, tetapi juga harus dibarengi dengan sikap kritis. Siapa yang memegang kelembagaan tersebut? Apakah pengelolaannya baik? Jika tidak terlalu memahami, baiknya mungkin mending urungkan niat. Atau bisa juga dengan memberi sumbangan langsung ke orangnya.Â
Tidak perlu jauh-jauh, mulailah dengan berdonasi atau membantu orang-orang yang berada disekeliling yang jelas-jelas terlihat oleh mata sendiri. Boleh dengan pihak kedua, tapi, ya, harus dengan pihak kedua yang memang benar-benar jujur dan transparan. Jangankan memberi sumbangan ke pihak kedua.Â
Memberi langsung ke orang yang mengemis dengan pakaian compang-camping saja, kita masih sering tertipu. Banyak pengemis menukar recehan hasil mengemisnya di minimarket, dan sehari bisa dapat ratusan ribu. Sementara kita yang bekerja mengeluarkan banyak tenaga, belum tentu bisa mendapatkan uang perhari sebanyak itu.
Ini bukan soal urusan kejam dan tidak kejam, ini urusannya mengenai mental penduduk yang maunya cuma hidup enak tetapi tidak mau berusaha dan mencari kerja. Kalau selamanya begitu terus, perlu sampai kapan negeri ini bisa menjadi penduduk yang mandiri secara mental dan finansial? Perlu sampai kapan kita menanamkan sikap mental korban dan menjadi pembohong?Â
Orang-orang yang meminta sumbangan atas nama yayasan/keagamaan dengan menyalahgunakannya, dan pengemis yang menjadikan aktifitas mengemisnya itu sebagai lahan pekerjaan, mereka semuanya adalah pembohong.
***Â
Negeri ini nampaknya bukan kekurangan orang-orang pintar. Negeri ini hanya kekurangan orang-orang jujur.Â