Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Geger 65 dalam Perspektif Sosial/Politik

30 September 2022   05:30 Diperbarui: 30 September 2022   08:55 1771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Lubang Buaya, Jakarta

Hal ini diperparah karena banyaknya anggota komunis di desa-desa yang tidak memahami perihal adanya kudeta. Walau beberapa cabang PKI di beberapa daerah faktanya memberi dukungan terhadap peristiwa di Jakarta. Terlebih lagi konflik yang terjadi didalam internal militer, yang kala itu telah "tersusupi" oleh kaum komunis, seperti Cakrabirawa dan beberapa kompi di Jawa Tengah.

Parahnya perihal janji pemberian lahan garap, justru kerap menjadi ajang kampanye dari Barisan Tani Indonesia (BTI) underbow PKI. Karena melalui strategi ini, rakyat menjadi berpihak kepada PKI, walau hanya bermodal memberi uang ataupun alat kebutuhan dalam bertani, seperti cangkul dan arit. Maka wajar bila kemudian terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para simpatisan PKI ini.

Selain daripada itu, kondisi perekonomian bangsa memang tengah diterpa inflasi. Barang kebutuhan pokok naik dan tidak terkendali. Dampak yang sangat dirasakan oleh penduduk desa dalam kesehariannya. Khususnya bagi kalangan petani yang tidak mempunyai lahan garap. Potensi besar bagi PKI untuk mendulang kekuatan massa.

Hal inilah yang juga menjadi dasar terjadinya berbagai aksi penjarahan yang disertai tendensi atau ancaman politis oleh dan antar kelompok. Rata-rata ditujukan kepada para pemilik tanah atau lahan garap, toko-toko sembako, hingga orang-orang yang dianggap mapan secara finansial.

Baik di Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jogja, ataupun Sumatera Utara, aksi "pembalasan" dengan berbagai alasan telah menjadikan suasana akhir tahun 1965 semakin tidak menentu. Semua dapat berakhir di ladang eksekusi atau penangkapan. Tidak sedikit dari kaum komunis yang juga memberi perlawanan, hingga memberikan perlawanan balasan, seperti di Blitar Selatan dan Banyuwangi.

Sekiranya peristiwa ini merupakan reaksi dari kekejian kaum komunis pada masa jayanya. Bukan tanpa alasan, tentunya untuk tujuan mengganti ideologi yang memang bertentangan dengan apa yang dipahami oleh bangsa Indonesia, Pancasila. Seolah amarah yang terpendam, seketika meledak, karena mendapatkan kesempatan untuk membalas. Walau kerap berlatarbelakang dendam.

Bukan berarti menegasikan kebrutalan PKI ketika melancarkan pemberontakan di tahun 1948, serta pembunuhan terhadap petinggi TNI baik di Jakarta ataupun di Jogjakarta di tahun 1965. Tidak lain karena faktor konflik sosial yang terjadi sesudahnya, dapat dijadikan tela'ah bersama dalam melihat peristiwa geger '65 dari sudut pandang yang berbeda.

Belum lagi ketika kaum komunis kerap melakukan aksi brutal terhadap para ulama dan santri di berbagai daerah. Tentu kita tidak akan lupa. Seperti kisah yang menerpa pondok pesantren Lirboyo, Kediri, kala itu. Aksi pengepungan oleh kaum komunis disertai perlakuan anarkis sudah menjadi kisah sehari-hari. Baik terhadap masyarakat, kaum santri dan ulama, atau pejabat setempat.

Serupa terhadap daerah-daerah yang kala itu dianggap sebagai "basis" komunis, seperti di sekitar Kediri. Pertikaian yang terjadi dikisahkan merembet hingga ke wilayah alun-alun kota Kediri kini. Memang kala itu, mereka (komunis) kerap unjuk kekuatan di alun-alun kota, sebagai unjuk simbol dan kekuatan yang ditujukkan terhadap lawan politik mereka, yakni PNI dan NU.

Pada peristiwa 30 September, PKI jelas tengah melancarkan pemberontakan kala itu, adalah fakta yang tidak dapat digugat. Karena memang terjadi persekongkolan dan mufakat oleh para petinggi PKI di Jakarta sebelum peristiwa penculikan yang disertai pembunuhan para petinggi TNI di Jakarta dan Jogjakarta. Walau semua aksi PKI tersebut berakhir dengan kegagalan.

Maka geger '65 tidak dapat dielakkan, seraya aksi balasan dari TNI yang bergerak untuk menumpas para pemberontak tersebut. Dampaknya tentu saja ke berbagai daerah yang telah dikemukakan sebelumnya. Korbannya tentu saja terjadi di kedua belah pihak yang berseteru. Baik korban sosial maupun politis, semua tatanan seketika berubah secara drastis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun