Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memburu Mendur Bersaudara

18 Agustus 2022   06:00 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:23 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Frans dan Alex Mendur bersama Bung Karno (tirto.id)

Kita semua tentu kenal dengan Mendur bersaudara, bukan? Dua sosok jurnalis yang merekam detik-detik Proklamasi dalam dokumen fotografi. Foto ikonik yang menjadi bukti pembacaan teks kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56. Tidak lain berkat kedua sosok tersebut, yang sedianya rela bertaruh nyawa demi kemerdekaan Indonesia.

Ya, taruhannya adalah nyawa. Para pasukan Jepang yang berjaga di sekitar lokasi, walau tampak tidak berbuat apa-apa, tentu sangat mengincar arsip-arsip Proklamasi yang sangat penting. Termasuk dokumentasi-dokumentasi yang berhasil diliput oleh Frans dan Alex Mendur selama prosesinya.

Mereka berdua tahu, jika seandainya tertangkap oleh Jepang, maka kemungkinan ditangkap hingga di eksekusi adalah konsekuensinya.

Pagi itu, sekitar pukul 04.00, Mendur bersaudara bergegas meluncur ke kediaman Bung Karno. Setelah kabar mengenai pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mereka ketahui sehari sebelumnya. Informasi ini mereka dapatkan lantaran sudah ada kabar bahwa pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, akan diadakan sebuah rapat penting di kediaman Laksamana Maeda.

Darimana lagi jika bukan dari pihak Jepang yang menginformasikan berita tersebut? Harian Asia Raya sempat memberitakan hal itu, walau Frans Mendur masih meragukan kebenarannya. Begitu ketika Alex Mendur (yang kala itu menjabat sebagai Kepala Fotografi Berita Domei) mengetahui secara langsung, auto gercep mereka berdua untuk segera bergegas pergi menuju Cikini.

Walau tidak ada permintaan secara langsung untuk peliputan, tetapi naluri pejuang mereka seakan memberi kabar bahwa peristiwa ini akan menjadi sejarah yang sangat penting. Tidak ada kala lain, selain mendokumentasikannya. Maka, pagi itu siasat diatur sedemikian rupa oleh mereka berdua, untuk dapat menuju lokasi walau dengan harus memecah rute, agar tidak tertangkap Jepang.

Alex dan Frans akhirnya tiba di Pegangsaan Timur kira-kira pukul 05.00 pagi. Melihat situasi yang memang telah dipadati oleh para pejuang dan masyarakat, tentu sudah tidak diragukan lagi, bahwa kabar mengenai Proklamasi benar adanya. Maka bergegaslah mereka mempersiapkan segala "senjata" yang dipergunakan untuk mendokumentasikan peristiwa tersebut.

Alhasil, dokumentasi fotografi yang biasa kita lihat saat ini, yakni ketika Bung Karno membacakan teks Proklamasi adalah hasil dari perjuangan Mendur bersaudara. Berserta Moh. Hatta, dan berbagai tokoh golongan tua dan muda lainnya. Momen penting lainnya usai Proklamasi adalah ketika Latief Hendraningrat mengibarkan Sang Saka Merah Putih sebagai simbol kemerdekaan Indonesia.

Ada hal yang justru menarik usai prosesi Proklamasi, yakni aksi penyelamatan dokumentasi dari Mendur bersaudara. Seketika mereka berdua kembali memecah arah, untuk membuyarkan intelijen Jepang. Berbagai cara dan upaya, seperti mengendap-endap ditengah kerumunan masyarakat, hingga bersembunyi disisi sebuah rumah.

Nah, dalam aksi pengejaran inilah, Alex Mendur tertangkap oleh tentara Jepang, yang langsung merampas dan membakar foto-foto hasil jepretannya. Alih-alih baku cakap dengan emosi, akhirnya Alex tidak ditangkap karena memang aktivitasnya selama ini bekerja untuk media propaganda Jepang.

Nasib mujur yang dialami Frans, ketika mengetahui dokumentasi Alex telah dilenyapkan, ia selamat dari sergapan tentara Jepang yang tengah mencarinya. Di pekarangan belakang kantor berita Harian Asia Raya, Frans menguburkan hasil dokumentasinya beserta negatif fotonya dengan tanda sebuah pohon besar. Tetapi, tidak semudah itu Ferguso...

Frans tetap digeledah ketika bertemu dengan tentara Jepang, bahkan diancam hendak dipenjarakan. Lantaran Frans bersikukuh bahwa dokumentasinya telah direbut oleh Barisan Pelopor usai prosesi Proklamasi, akhirnya ia dibebaskan. Para tentara Jepang tentu saja tidak melepaskan mereka berdua secara langsung. Pengawasan terhadap Frans bersaudara semakin diperketat.

Karena Jepang telah berhasil menggagalkan Alex yang bekerja di kantor berita Domei, maka "angin segar" justru hadir dalam upaya mencuci negatif film yang berhasil diselamatkan oleh Frans. Walau tetap dengan cara mengendap-endap di malam hari, sambil memanjat pohon untuk melompati pagar, akhirnya mereka berhasil mencuci negatif film menjadi sebuah foto dokumentasi.

Jepang benar-benar sudah malas rupanya berhadapan dengan para pejuang Indonesia sejak berita kekalahannya tersebar di kalangan pejuang. Walau di beberapa daerah tetap terjadi bentrokan bersenjata dengan pasukan Jepang lainnya. Khususnya dalam aksi-aksi pelucutan senjata.

Hingga beberapa bulan lamanya, Mendur bersaudara menyimpan hasil dokumentasinya. Menunggu saat yang tepat, dan dirasa aman untuk dipublikasikan kepada masyarakat Indonesia. Ya, tepatnya pada bulan Februari 1946, foto bersejarah tersebut berhasil naik cetak pada koran Merdeka.

Seketika, dokumentasi Mendur bersaudara kerap menghiasi berbagai koran perjuangan dan bahkan dimuralkan oleh para pejuang. Suatu aksi heroik yang kalau dipikir-pikir, tanpa mereka berdua, tentu kita tidak akan mengetahui bagaimana prosesi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia terjadi di masa lampau.

Duo Minahasa yang berjibaku dalam sejarah fotografi Indonesia ini tercatat sebagai perintis berita foto independen pertama di Indonesia bernama IPPHOS. Kebanggan sejati tentunya, karena selain dokumentasi Proklamasi, Mendur bersaudara adalah sosok dibalik foto Jenderal Soedirman ketika kembali ke Jogjakarta, dan foto ikonik Bung Tomo seperti yang kita kenal saat ini. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun