Sejarah bendungan lama Pamarayan, di Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang tidak dapat dilepaskan dari eksistensi bendungan baru yang dibuat. Seiring perubahan geografis aliran sungai Ciujung dan kebutuhan pengairan bagi area pertanian di Banten, menjadi hal penting pasca terjadinya peristiwa Pemberontakan Petani Banten pada tahun 1888.
Peristiwa yang berlatar belakang ekonomi dan kesenjangan sosial tidak lain sebagai akibat dari persoalan pangan yang buruk kala itu. Hingga proyek pembangunan bendungan yang telah digagas sejak tahun 1876, diprioritaskan untuk dapat segera mengurai persoalan kelangkaan pasokan air bagi para petani Banten.
Walau secara progres pembangunannya baru terealisasi setelah stasiun kereta api Catang dibangun pada tahun 1905. Hal ini menjadi penting, lantaran moda transportasi darat kala itu belum memadai untuk membangun sebuah bendungan yang besar. Besluit (surat keputusan) pembangunan juga baru terbit usai rel kereta api Merak ke Rangkasbitung selesai dibangun.
Dua saluran induk yang dibangun beserta beberapa percabangannya ditujukan langsung kepada area persawahan masyarakat disana. Jadi, prinsip utama pembangunan bendungan ini tidak lain karena Belanda ingin mengurai konflik sosial yang berlatar ekonomi. Khususnya terhadap para petani, yang dianggap berpotensi melakukan perlawanan.
Terlebih usai stasiun Catang beroprasi, moda transportasi dalam mekanisme ekonomi masyarakat semakin dapat berkembang. Hal ini tentu saja dapat memberikan keuntungan kepada semua belah pihak.
Lantas, bagaimana kondisi bendungan lama Pamarayan kini?
Seperti yang penulis publikasikan, bahwa minimnya kampanye mengenai potensi wisata sejarah justru semakin membuat bendungan lama ini nyaris sepi pengunjung. Kerap terlihat hanya beberapa masyarkat sekitar yang sekedar melepas lelah ataupun bermain di sekitar area bendungan ini.
Selain dari optimalisasi bendungan baru yang lokasinya tidak jauh dari situs bendungan lama ini. Optimalisasi dengan kesan rekreatif justru kerap ditampilkan dengan membuat pasar malam dan bazar di area lapang bendungan baru. Bukan justru merevitalisasi situs bendungan lama agar dapat dikembangkan juga sebagai objek sejarah Banten yang patut dikunjungi.
Sangat disayangkan, karena konsep pembelajaran sejarah akan lebih baik bila dapat diperkenalkan secara masif untuk generasi saat ini. Untuk memasuki situs bendungan lama, bisa dikatakan tidak dipungut biaya. Para pengunjung dapat sekedar bersantai dengan menikmati panorama lingkungan sekitar.
Ada beberapa spot eksotis yang dapat dijadikan dokumentasi yang keren. Terlebih jika akses menuju area tingkat atas bendungan dapat dibuka kembali seperti beberapa tahun yang lalu. Hal ini tentu saja harus melalui pembenahan dan pemugaran, agar akses aman untuk dilalui. Ya, karena faktor usia bendungan, maka wajar, bila beberapa lokasi saat ini ditutup.
Wisata sejarah sebenarnya dapat dikemas baik, apabila secara adaptif dapat diimbangi dengan konsep digital yang menarik. Terlebih jika kegiatan yang memperkenalkan budaya masyarakat setempat, juga dapat dipentaskan secara rutin di lokasi yang eksotis ini. Jadi bukan sekedar berorientasi ekonomi, melainkan juga memperkenalkan budaya tradisional, yang kini semakin tereliminasi zaman.
Sekiranya, artikel ini dapat memberikan abstraksi mengenai potensi wisata sejarah bagi para stakeholder pemerintahan Banten. Bukan tidak mungkin, bila optimalisasi objek sejarah ini dapat dikonsepsikan secara ekonomis. Agar dapat membantu masyarakat sekitar dalam pemberdayaan ekonomi kreatif yang lebih menguntungkan. Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI