Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gagal Paham Orang Indonesia Memahami Covid-19

2 September 2020   23:10 Diperbarui: 2 September 2020   23:00 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya melihat, ada 4 perihal yang menjadi dasar asumsi banyak orang soal tidak nyatanya virus Corona, yang keempat hal tersebut sebenarnya tak berkaitan, namun akhirnya dikait-kaitkan karena kesalahan berlogika.

Perihal pertama, Corona sebagai bagian dari skandal atau konspirasi, terlepas apapun motif dan siapapun pelakunya, mau pabrikan farmasi, Bill Gates, Israel, Trump atau Iis Dahlia.

Perihal kedua, Corona sebagai prilaku manipulatif atas data oleh rumah sakit dan pemerintah daerah. Beberapa rumah sakit telah kedapatan memanipulasi status korban Covid demi uang. Pemerintah daerah pun ketahuan "memerahkan" status wilayah mereka agar tidak kehilangan anggaran refocusing. Hal ini termasuk pula ketidaktransparanan lembaga yang mengeluarkan hasil uji Corona.

Perihal ketiga, Corona sebagai bagian dari maldiagnosa dan cacat administrasi. Ini akibat kurangnya kualitas sumber daya di sebuah rumah sakit, sehingga yang terjadi adalah salah diagnosa, atau salah menginput hasil uji Corona dalam bentuk laporan tercetak.

Dan perihal keempat, Corona sebagai bagian dari jebakan post truth, dimana masyarakat memilih mempercayai informasi yang menyenangkan mereka, daripada informasi yang benar tapi pahit. Informasi sesat ini muncul berulang-ulang sehingga akhirnya dianggap benar. 

Hal itu terjadi sekarang, dimana masyarakat cenderung mulai terlihat masa bodoh pada Corona, daripada waspada yang hanya membatasi gerak dan aktivitas mereka.

Empat perihal. Memang bisa saja ada perihal lain juga, seperti alasan politis, yaitu perbedaan haluan politik, tidak percaya kepada pemerintahan sekarang karena perbedaan pilihan politik setahun lalu. Jadi selalu bertentangan. Tapi ini kita skip aja, empat perihal ini lebih relevan untuk kita bahas.

Kita bahas perihal pertama. Apapun istilahnya, mau namanya skandal, konspirasi, sebutlah hal itu yang sebenarnya yang terjadi, Corona dipercaya akibat kesengajaan tangan-tangan jahat, ada pihak yang menciptakan dan menyebarkan virus. Tapi tentu saja, hal itu tetap menegaskan bahwa Covid itu ada. 

Virus ini nyata dan tetap harus kita perangi, sembari kita temukan siapa pelakunya. Yang tidak benar adalah mempercayai bahwa Covid adalah skandal prank, bahwa Covid tak nyata, hanya untuk menciptakan keresahan misalnya. Tapi bagaimana pula hampir 200 negara bisa ketipu semua? 

Apa maksud situ bahwa skandal itu melibatkan semua negara? Artinya tentu melibatkan pula kementerian kesehatannya, direktur semua rumah sakit dari pusat sampe daerah serta tenaga kesehatannya juga kan? Itu tentu tak masuk akal. 

Ada tenaga kesehatan meninggal masa dianggap tipu-tipu juga? Ini jelas merusak arti skandal dan konspirasi dalam terminologinya. Karena yang namanya skandal ya pasti rahasia. 

Kalau melibatkan banyak orang namanya bukan rahasia lagi. Dan kalau bukan rahasia namanya bukan skandal/konspirasi lagi, tapi namanya sudah Gosip Selebrita atau Insert Pagi.

Nah, lucunya, orang-orang percaya Covid hanya karangan belaka bukan berdasarkan perihal pertama, tapi perihal kedua, ketiga dan keempat tersebut, yang kesemuanya adalah landasan keliru untuk meragukan adanya Covid.

Ketika mereka melihat alasan dari perihal kedua, adanya pemerintah daerah atau rumah sakit bermain-main dengan Covid, itu bukan berarti Covid itu tak ada. Itu semata-mata perilaku koruptif, dan prilaku ini ada disegala ceruk, bukan hanya pada masa pandemi ini. 

Bahkan, saat DOM dan bencana besar tsunami pun dulu bisa jadi ceruk proyekan orang-orang. Bayangkan, ngerinya prilaku orang demi mendapatkan uang. Jadi jangan ketika mendapatkan fakta begini, maka langsung berpikir, Corona itu tidak ada. Aduh, tidak seperti itu juga Roberto Carlos.

Masyarakat juga percaya Covd tak ada karena melihat alasan dari perihal ketiga. Ketika terjadi fakta dimana seorang pasien keluhannya A, tapi diagnosanya malah jadi positif Covid atau surat hasil covid hari ini menunjukkan positif lalu besoknya diralat negatif. 

Itu jelas menunjukkan buruknya kualitas sumber daya dan sistem manajemen rumah sakit, namun itu tidak dapat untuk jadi pembenaran bahwa Covid tidak nyata. Kecuali bila maldiagnosa dan maladminitrasi ini melulu terjadi.

Terakhir, tidak percaya Covid karena menjadi korban jebakan post truth, dimana sudah jenuh dengan Covid, lalu berbicara di Instagram seperti anak Medan yang viral itu. Ya itu bukan tidak percaya Ucok, tapi namanya....yaaaa... jenuh! 

Ya kuhargailah rasa bete-mu, capek ya kau ndak bisa kemana-mana, ndak bisa pacaran, ndak bisa nonton bioskop. Pasti jenuh lah. Tapi tetap pakai masker ya kau. Kalo nggak ku tepuk sekali muncungmu.

Jadi, jika situ memilih untuk tidak percaya adanya Covid karena perihal kedua, ketiga dan keempat. Maka itu bukan landasan tepat untuk tidak percaya. Satu-satunya alasan untuk tak percaya adalah jika situ mengacu pada perihal pertama. 

Tapi, gak asal bacot saja, harus punya data. Dan 100% orang yang mengobrol dengan saya dan tidak percaya Corona, adalah mereka yang tidak punya data soal perihal pertama tadi. 

Saya sepakat ucapan Iksanuddin Noorsy, ketika ia ditanya oleh Helmi Yahya percayakah ia bahwa Corona adalah konspirasi, jawaban bang Ikhsan, "Dialog bahwa Corona itu konspirasi adalah dialog tanpa data", dan ia tak meneruskan untuk melanjutkan obrolan itu. 

Begitu pula seharusnya kita. Jangan pula berlagak seperti Mardigu WP yang dengan statementnya seakan-akan tahu segala hal, lalu setelah kita tonton videonya kita ikut-ikutan tahu segala hal pula.

Berasumsi silakan, tapi satu pesan saya, jangan tularkan asumsi itu ke orang lain. Kalo salah, ya....rusak susu sebelanga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun