Mohon tunggu...
Hendra Fahrizal
Hendra Fahrizal Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Certified Filmmaker and Script Writer.

Hendra Fahrizal, berdomisli di Banda Aceh. IG : @hendra_fahrizal Email : hendrafahrizal@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Berpikir Modern atau ...

31 Agustus 2018   11:38 Diperbarui: 31 Agustus 2018   12:02 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ada kebetulan tak terduga. Sekitar seminggu yang lalu, dihari yang sama, saya menyaksikan dan membuka sosial media yang menyajikan tiga hal yang mirip satu sama lain. 

Pertama adalah postingan di akun Facebook Mata Najwa. Kedua adalah postingan di akun Facebook resmi Presiden Jokowi. Dan ketiga adalah rekaman acara TV yang menampilkan Tung Desem Waringin, seorang pembicara, yang dishare oleh seseorang di akun miliknya.

Pertama, Najwa menyebut bahwa, impian menjadi PNS itu impian anak kelahiran 70-80an. Usang. Sebagaimana kita melewati jaman yang modern. Kita juga harus memodernisasi diri. Bukan jamannya lagi kita masuk senin pagi dan bekerja. Tapi bagaimana kita berpikir, Senin ini, sebuah karya apa yang akan aku buat. Bukan jamannya lagi kita makan lalu memposting makanan kita di sosmed. Tapi bagaimana kita berpikir, bagaimana produk makanan milik kita dimakan dan diposting oleh orang lain di sosmednya.

Di postingan milik Jokowi, ia menceritakan bertemu seorang gamer dan pembuat game. Jokowi bertanya, apa kegiatanmu sehari-hari. Jawabannya, "bermain game dan bermain game." Game itu tidak hanya menjadi hobi. Tapi juga mengalirkan pundi-pundi uang. Saat Jokowi menanyakan nominal penghasilan, ia tak eksplisit menyebut, tapi Jokowi dapat menarik kesimpulan dari beberapa clue, bahwa penghasilannya adalah ratusan juta per....bulan. Kampretos.

Saya tak perlu bercerita banyak tentang bagaimana gamer ini bisa dapat uangnya.

Di postingan yang memunculkan talkshow TV Tung Desem, ia bercerita, ada tiga hal cara mengelola uang yang tak diajarkan hingga kamu kuliah sampai strata 3 sekalipun. Inilah yang banyak dilakukan oleh banyak konglomerat untuk menimbun kekayaannya. Yaitu, mengelola pemasukan dengan active income, pasive income dan portofolio income.

Active income yang penghasilan kita sebagaimana orang-orang pada umumnya dapatkan. Bekerja di kantoran, berdagang, menarik becak, jadi kurir ekspedisi, supir, dan seterusnya. Kekurangannya dari active income, kita harus bekerja terus-menerus. Bila tak bekerja, tak ada pemasukan. Bila suatu hari kita sudah tua, kita berhenti kerja, dan kita bukan PNS, maka berhentilah pemasukan itu. Lalu kita makan apa?

Oleh karena itu, kita membutuhkan penghasilan lain yang juga mengalir saat kita tidak bekerja. Yaitu pasive income. Pasive income adalah uang yang terus ada saat kita bekerja atau tak bekerja. Caranya adalah, kita wajib menyisihkan penghasilan dari active income, sedikit demi sedikit untuk membuka usaha (atau berinvestasi) kecil-kecilan yang dikelola orang lain namun kita pahami seluk beluk usahanya. 

Usahakan jenis usahanya paling dekat dengan keseharian kita. Ada bermacam jenis, misalnya jus 5000, pulsa, dsb. Penghasilan pasive income biasanya tak besar, karena namanya juga kita terlibat. Walau juga bisa jadi akan sangat besar bila kita punya modal besar.

Yang ketiga adalah portofolio income. Portofolio income adalah penghasilan yang menghasilkan dalam waktu lama. Ketika kita punya rejeki berlebih, cukup untuk membeli tanah yang jauh dari kota, maka beli tanah itu. Seiring dengan bertambahnya penduduk, sepuluh tahun lagi, tanah yang jauh itu akan menjadi wilayah pemukiman perumahan. Nilainya akan berkali lipat. Kita beli 10 juta, nanti akan jadi 500 juta. 

Tung Desem mencontohkan, 10 tahun yang lalu ia beli rumah, 2,5 M, sekarang nilanya sudah 25M. Untuk ukuran tinggal menghabiskan, bila kita memiliki pengeluaran 50 juta perbulan, dengan tanpa bekerja lain uang 25 M tak akan habis hingga 50 tahun lagi.

Active income, pasive income, portofolio income, berpikir maju kedepan dan menjadi seorang oportunis di dunia modern. Itulah kesimpulan dari ketiga cerita tadi.

Ketika saya membicarakan hal itu dengan teman, kami semua terpaku bahwa selama ini hanya bekerja dengan active income. Tak ada pasive income. Suatu hari bisa saja kami akan lelah. Kemudian saya berpikir bahwa, kalau dikatakan bahwa tak ada satupun pasive income dalam keseharian saya, bisa dikatakan tidak juga. Saya memang tak memiliki usaha yang berwujud, seperti gerai makanan dan lainnya, tapi ada penghasilan setiap bulan yang nilainya lumayan yang menunjang active income saya. 

Saya penghasilan dari Google Adsense, Google partner dan Facebook dan Instagram ad yang setiap bulan tetap saja memiliki pesanan walau nilainya tak besar. Tapi kalau diakumulasi, lumayan untuk sebuah pasive income. Bukankah sudah dikatakan bahwa pasive income nilainya memang tak besar kan?

Ternyata kadang saya, dan teman, juga bisa saja terjebak pada pemikiran kuno bahwa pasive income haruslah usaha berwujud. Pasive income itulah bisa kita ujicoba dalam pemanfaatan media-media baru yang hadir dan ramai sejak 10 tahun terakhir. 

Pemanfaatan media online, sudah sangat serius saat ini, sebagaimana judul blog saya sebelum ini, Seriously Media, sosial media yang dianggap remeh, bisa menghasilkan uang 15 juta untuk 1 jam kerja, hanya untuk membantu seorang caleg yang ingin dialognya di livestreamingkan secara profesional. Itu yang saya baru nikmati 5 hari yang lalu. Menarik sekali.

Nantinya, bila kemudian pasive income ini sudah menjadi penghasilan yang sangat lumayan, baru kemudian kita dapat tekuni serius dan menjadi active income, lalu menukar balik posisi kerja active income kita menjadi pasive income. Bisa saja. Banyak PNS yang telah melakukannya.

Berpikir modern, atau modernisasi akan menggilasmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun