Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Surabaya Pilihan

"Merdeka Merah Putih" (Refleksi Teatrikal Insiden Surabaya, 19 September 1945)

20 September 2023   19:20 Diperbarui: 20 September 2023   19:33 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai kota perjuangan, Surabaya memiliki banyak cerita di dalamnya. Tidak saja yang paling fenomenal, peristiwa 10 November 1945.

Ada cukup banyak bukti sejarah yang menjadi warisan masa kini. Jejak berupa bekas tembak-menembak di viaduct alias jembatan-jembatan lawas. misalnya. Atau tetenger lain yang akhirnya diabadikan menjadi nama jalan.

Misalnya, ada nama BKR Pelajar. Sebab, di sana dulu pernah ada rumah atau bangunan yang menjadi saksi bisu tentara yang berasal dari kalangan rakyat sipil.

k-sub-2-ok-650ad9464addee7f57747fe2.jpg
k-sub-2-ok-650ad9464addee7f57747fe2.jpg

Foto: dok. pribadi 


Sempat agak gamang juga untuk turut hadir dalam aksi teatrikal dalam rangka mengenang peristiwa Insiden Perobekan Bendera Belanda, yang terjadi 78 tahun silam. Apalagi belum pernah sekalipun. Sebab, sebelumnya pernah digelar di hari biasa sesuai tanggal kejadian. Pagi hari ataupun malam hari.

Faktor lain, karena acara-acara seperti ini pasti ribuan orang bakalan datang. Entah memang benar-benar pengin tau atau hanya sekadar hepi-hepi di hari libur. Apalagi titik kumpulnya cuma di satu ruas jalan legendaris, Tunjungan.

Belum lagi, penonton umum dibatasi untuk cukup menonton dari luar pagar pembatas. Hehe... ya, tau sendiri kalau sudah seperti begitu. Pandangan mata jadi lebih terbatas. Dapat mengambil dokumentasi, itu sudah untung-untungan kalau pas tepat.

Syukurlah, gelaran kali ini diadakan pada sore hari. Baru dimulai sekitar pkl. 4 sore dan berakhir 60 menit sesudahnya. Agak lumayan tak begitu gerah karena panas yang menyengat.

Maklum, sepekan belakangan ini cuaca lagi panas-panasnya. Surabaya sumuk, hot potato-potato, bahasa guyon-nya alias puanass kenthang-kenthang. Panas yang terasa amat menusuk kulit.

Menurut weather.com, suhu siang hari itu, Minggu, 17/9/2023 mencapai 33 derajat Celcius. Bisa dehidrasi kalau tak diimbangi banyak asupan air putih.

Belajar Sejarah Kembali

De facto, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.  Namun secara de jure, NKRI berdaulat di esok harinya, 18 Agustus 1945. Pada saat itu, barulah RI itu memenuhi syarat untuk disebut "Negara". Minimal, ia telah memenuhi 3 (tiga) syarat dasar. Punya konstitusi, rakyat dan wilayah.

Namun demikian, kemerdekaan itu masih terus diperjuangkan. Pasca proklamasi, bukan berarti wilayah di tanah air bebas tuntas dari pasukan penjajah. Proses pelucutan senjata bagi tentara yang kalah perang, masih terus dilakukan hingga keadaan benar-benar "steril". Hal ini termasuk juga di Surabaya.

Pada 18 September 1945 sebelumnya, Pasukan Sekutu (terdiri dari tentara Inggris dan Belanda), yang tergabung dalam RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Interneesi) atau Bantuan Rehabilitasi untuk Tawanan Perang dan Interniran, memasuki Kota Surabaya. Tujuannya umtuk melakukan pelucutan senjata tentara Jepang yang tersisa.

Surabaya, 19 September 1945. Pada waktu itu, sekelompok orang Belanda, di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman, tetiba mengibarkan bendera negaranya: Belanda, yang berwarna Merah-Putih-Biru.

Kejadian ini berlangsung di tiang pada tingkat teratas Hotel Yamato (sebelumnya bernama Oranje), yang kini bernama Majapahit. Tiada persetujuan sebelumnya dari Pemerintah RI Daerah Surabaya.

Nah, para pemuda Surabaya yang mengetahui hal itu, tentu saja marah besar. Belanda dianggap telah menghina kedaulatan Indonesia.

Tak hanya itu, tindakan orang-orang Belanda juga dianggap melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih, yang juga sedang berlangsung di Surabaya. Hal ini sebagai respon dari Presiden RI I, Sukarno yang pada tanggal 20 Agustus 1945 memerintahkan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera dwi-warna itu di setiap sudut tempat di seluruh pelosok negeri.

Sontak, adu mulut tak bisa terhindarkan pada pertemuan yang dihelat. Tak ada titik temu yang baik atas kejadian yang berlangsung itu. Maka, adegan pun berlanjut pada adu senjata.

"Turunkan bendera Belanda. Sobek warna birunya. Naikkan ke puncak, Sang Merah Putih!"

Singkat cerita, aksi aksi heroik ini pun dibayar dengan taruhan nyawa. Para pahlawan gugur dalam mempertahankan harga diri bangsa.

Kota Pahlawan, jelas bukan julukan yang main-main. Awal insiden ini menjadi rentetan panjang catatan sejarah sesudahnya. Hingga nanti berpuncak pada pertempuran dahsyat 10 November 1945.

k-sub-3-ok-650adc3d856e0a12641a3452.jpg
k-sub-3-ok-650adc3d856e0a12641a3452.jpg

Foto: dok. pribadi 

Refleksi Sejarah

Untuk mengenang dan mengingatkan kembali memori kesejarahan inilah, digelar kembali aksi teatrikal yang bertajuk "Merdeka Merah Putih." Setidaknya, ada 1.360 orang ambil bagian untuk berperan dalam reka ulang ini.

Secara berurutan, adegan dimulai dengan suasana Kota Surabaja Tempo Doeloe pasca deklarasi kemerdekaan.  Ada pedagang, penjual jamu, sayur, anyaman bambu dan ragam aktivitas masyarakat yang lain.

Lalu terdengar raungan sirene, penanda pengumuman radio tentang Maklumat Sukarno. Nah, yang menarik di sini juga digambarkan sebentuk "Radio Bekupon" (=rumah burung dara) dalam bentuk replika. Tujuannya agar masyarakat juga paham, melek sejarah kalau melintas di jalan raya, dan menemukan bentukan seperti ini.

Foto: dok. pribadi 
Foto: dok. pribadi 

Lalu, cerita bergulir pada kedatangan rombongan jeep dan sepeda motor, yang diperankan sebagian oleh bule asli. Juga cerita tentang sekelompok orang Belanda yang sedang bergembira. Menari, berdansa dan memberi hormat pada bendera triwarna: Merah-Putih-Biru milik Belanda.

Foto: dok. pribadi 
Foto: dok. pribadi 

Di sisi lain, ada adegan yang mempertontonkan kegelisahan dan kemarahan para pemuda-pemudi yang tak terima dengan pengibaran bendera asing itu. Padahal, Indonesia sudah merdeka.

Aksi teatrikal makin memuncak tensinya kala momen naiknya sebagian pemuda ke puncak hotel. Menurunkan bendera Belanda, menyobek bagian biru, lalu menaikkannya kembali. Sang Merah Putih yang ganti berkibar.

Sumber: Ngopibareng.id dan Kompas.id
Sumber: Ngopibareng.id dan Kompas.id

Dentuman suara yang membahana, ditambah aroma bau mercon dan asap berwarna, menjadikan suasana lebih hidup.  Kembang api ikut yang mengangkasa di langit biru, seakan bak letusan bunyi senapan yang datang silih berganti.

Paska aksi dramatis ini, adegan berlangsung lebih muram. Suara tembakan yang terdengar, menjadikan tokoh utama gugur. Kesedihan melanda, doa pun dipanjatkan.

Foto: dok. pribadi 
Foto: dok. pribadi 

Begitulah, kisah ini berakhir. Dan sebagai refleksi, Eri Cahyadi, walikota Surabaya yang turut memerankan dua tokoh cerita sekaligus (Presiden Sukarno dan Residen Sudirman), menitipkan pesan pada warga. 

Semangat kepahlawanan di masa lalu, juga menjadi semangat warga Surabaya kini dalam memerangi kemiskinan, stunting, putus sekolah dan hal negatif lainnya.

Suroboyo Wani! Tali duk, tali layangan. Nyowo situk, ilang ilangan. Tepat seperti epilog drama ini berkisah. Artinya, "Arek Suroboyo itu pemberani. Tali duk untuk layang-layang, nyawa cuma satu pun buat taruhan."

Semoga semangat perjuangan ini bisa menjadi inspirasi dan semangat bersama. Terutama kemerdekaan sejati di tengah banyaknya simpul perbedaan. Keragaman yang menjadi penguat. Kebhinnekaan yang menjadi penyelamat keutuhan NKRI.

Merdeka ... Merdeka ... Merdeka!

Surabaya, 20 September 2023

Hendra Setiawan

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun