Saya tidak begitu kaget dengan judul-judul seperti ini. Judul bombastis, yang seringkali menipu pembacanya. Judul yang tak jarang dengan isinya tak ada sambungannya. Judul hanya menjadi pemantik, clickbait, agar pembaca mau mengunjungi situs yang dimaksud.
Saya tak akan menceritakan isinya mengenai apa. Namun soal pendidikan literasi yang semestinya dimiliki oleh pemilik akun terpercaya. Apalagi jika menyangkut institusi atau kelembagaan negara. Parah banget kalau lembaga semacam ini justru ikut menyebarkan kabar bohong alias hoaks.
Situs-situs yang namanya ‘aneh-aneh’, mungkin orang bisa terbujuk, salah masuk dan akhirnya ikut terpedaya dengan berita palsu. Tentu pihak-pihak yang punya kewenangan penuh punya andil besar dalam upaya memberantas pengaruh buruk yang demikian. Bukannya membiarkannya beredar dan menjadi sampah digital.
Kalau membandingkan lagi tema yang diangkat seperti ini, linimasa tanggal penayangan, sebenarnya sudah cukup banyak membantu persoalan. Bahwa hoaks itu bisa dimanipulasi kapan saja. Berita-berita lama bisa dimunculkan kembali. Menjadi trending topic lagi pada masa-masa berikutnya.
Seperti tangkapan layar di atas dan di bawah ini. Meskipun sudah dinyatakan termasuk kategori hoaks, nyatanya tuilsan tidak diturunkan, dihapus dari peredaran. Masih bercokol dan tidak ada tindakan apapun. Sepertinya demikian sih...
Kejadian tahun 2014, begitulah rilisan yang secara random, acak bisa ditemukan di linimasa pencarian berita terkait. Dari satu sumber, menjadi rujukan atau bahan copas (copy paste, salin tempel) dengan analisa dan opini baru. Dan akhirnya yang demikian menjadi bola es yang terus menggelinding makin besar.
Tentu kebijakan redaksi sebagai pemilik situs atau siapapun penanggung jawab atau pengelola blog menjadi teramat penting dalam hal ini. Mereka ikut “... mencerdaskan kehidupan bangsa...” atau justru malah ikut membodohi, menjerumuskan para pembacanya.