Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tradisi Malam 17 Agustus yang Hilang

16 Agustus 2021   18:02 Diperbarui: 17 Agustus 2021   14:00 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Malam tirakatan di kampung, 16 Agustus (foto: dok. pribadi)

Sebagian dari panganan yang terkumpul tadi, nantinya akan juga dinikmati bersama-sama. Khususnya diberikan kepada siapa yang pada malam hari itu ikut begadang bersama.

Biasanya kalau yang pria (bapak-bapak) akan menghabiskan waktu dengan bermain catur atau kadang ada juga yang bermain kartu  (bukan judi, lho, ya...). Sementara ibu-ibu kebanyakan sibuk dengan urusan konsumsi sekaligus 'rumpi' :).

Tapi dengan kemajuan teknologi, acara konvensional bisa menjadi kian beragam. Bisa jadi karaoke'an atau nobar (nonton film rame-rame). Acara spontan pengisi waktu.

Seremoni

Bari'an bisa jadi salah satu momen perekat kebersamaan pada warga kampung atau perumahan. Ya, karena pada waktu inilah pertemuan tatap muka penuh keabraban terjadi. Bisa ngobrol santai dan lebih bebas. Jadi lebih tahu misalnya Pak A usahanya apa kok sering tidak kelihatan di rumah, dan seterusnya.

Tradisi rutin dari Bari'an ini acaranya biasanya akan diisi dengan sambutan dari sesepuh kampung, pembacaan sambutan tertulis dari Walikota, juga pengumuman dan pemberian hadiah pemenang lomba 17 Agustus yang telah dilaksanakan pekan-pekan sebelumnya.

Tahun-tahun belakangan ini, lomba kebanyakan hanya untuk anak-anak. Orang dewasanya sudah tidak lagi diadakan. Hanya sebagai penonton semata.

Sementara seremonial lainnya adalah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan/atau lagu perjuangan nasional. Nah, bisa dikatakan ini adalah inti dari penyelenggaraan acara. Sebab dengan kebersamaan sebagai satu bangsa inilah, sekat-sekat perbedaan suku, agama bisa dikendalikan. Orang bisa duduk dan berdiri bersama-sama, bukan karena perbedaan latar belakangnya.

Penutupan acara secara simbolis adalah dengan pemotongan tumpeng dan makan bersama. Kalau begini kelihatan akur sekali, hehe...

Tumpeng-tumpeng mini untuk dinikmati bersama dalam satu kelompok yang duduk berdekatan (foto: dok. pribadi)
Tumpeng-tumpeng mini untuk dinikmati bersama dalam satu kelompok yang duduk berdekatan (foto: dok. pribadi)

Oh ya, kalau di kampung saya, ada juga pemberian tali asih yang diberikan oleh salah satu keluarga kepada beberapa warga kampung yang dianggap membutuhkan secara ekonomi. Kalau ini adalah warisan kebaikan yang dilakukan secara personal, khusus dalam rangka 17 Agustus. Ya, yang satu ini semoga bisa jadi inspirasi bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun