Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Bertanam Itu Mudah, Tak Usah Berkeluh Kesah

22 Maret 2021   17:17 Diperbarui: 23 Maret 2021   02:53 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deretan berita regional yang hadir di linimasa gawai hari ini, masih menyampaikan kabar kalau harga cabai makin pedas di pasaran. Cabai rawit per bijinya Rp500, sedangkan harga perkilo Rp150 ribu, Bukan main....

Harga yang pedas ini diamini oleh pedagang sayur langganan yang tadi siang saya datangi warungnya. “Harga lomboknya mahal sekarang. Di pasar, nggak mau turun-turun,” katanya sambat (berkeluh kesah) sambil mengambil beberapa jenis sayur padanan buat lodeh.

Kalau pedagang saja masih berkeluh kesah begini. Bagaimana dengan konsumennya? Tambah puyeng juga yang dirasakan. Menyiasati bagaimana bisa mengolah aneka masakan yang sama, tapi harga bahan mentahnya sudah tidak dapat dikompromikan.

Bumbu utama tentu tak bisa disiasati. Rasanya tentu berbeda. Tak bisa maknyuss kalau takarannya menurun. Wah, bisa-bisa selera makan jadi berkurang juga.

Kolase berita (dok. pri)
Kolase berita (dok. pri)
Ketahanan Pangan Keluarga

Dua tangkap layar berita di atas, mengingatkan kembali saat walikota Surabaya masih dijabat Tri Rismaharini. Pada tahun 2017, di bulan April, bersama komunitas “bicaraSurabaya”, pemkot Surabaya menggelar aksi yang cukup unik.

Biasanya aksi sosial itu ditandai dengan melakukan kegiatan semacam donor darah, pembagian bingkisan kepada keluarga atau orang tak mampu, bersih-bersih sungai, atau hal fisik lain. Tapi ini yang dilakukan adalah pembagian bibit tanaman lombok atau cabe.

Aksi yang dinamai #SurabayaPedas ini konon membagikan ratusan ribu bibit yang dibagikan ke-31 kecamatan, juga ke masyarakat umum. Selain itu secara simbolis, di salah satu area taman Kalimas, juga secara serentak ditanami bibit ini.

Jangan ditanya kalau namanya barang “gratis”, pasti jadi rebutan, haha.... Bukan nilai barangnya, tapi "rasanya Bung..." :)

Entah nanti bibitnya itu benar-benar dirawat atau hanya senang berjuang waktu ‘berebut’, itu saya tidak tahu. Tidak ada kelanjutan kegiatan pasca itu. Misalnya ada hadiah buat yang berhasil merawatnya hingga berbuah.

Mungkin waktu itu saya agak kesiangan datangnya. Sekitar jam 7 pagi di salah satu area Car Free Day tengah kota Jalan Tunjungan. “Wah, sudah habis..”

Ya, sudahlah. Walaupun katanya ribuan, dan CFD dimulai jam 6 pagi, tapi kalau memang sudah tidak ada, apa ya protes? Toh, menanam sendiri juga bisa. Tapi memang berbeda rasa saja...

dok. pribadi
dok. pribadi
 

Pemkot Surabaya pada lain waktu juga punya agenda acara yang bernama “Minggu Pertanian.” Satu kali setiap bulan mengadakan kegiatan bersama di halaman Balaikota.

Ada dari OPD (dinas terkait), UKM binaan atau komunitas yang bergerak di bidang pertanian. Menggelar display produk untuk memperkenalkan dan menjual aneka barang atau jasa yang disediakannya.

Kalau tak salah, DKPP (Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian) punya agenda yang sama seperti di atas. Membagikan bibit cabai secara gratis kepada masyarakat yang datang. “Ambil saja seberapa yang mau,” kata petugas jaga.

“Lha, lebih enak di sini. Tak usah berebut. Lumayanlah buat oleh-oleh...”

dok. pribadi
dok. pribadi
 

Ketahanan Pangan Bersama

Melihat banyaknya jumlah tanaman yang dibagi-bagikan ke masyarakat, tentu ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Dari sebutir benih yang disebar atau ditanam, hingga menjadi bibit tanaman yang siap dipindahkan ke arena tanam, tentu membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Menghasilkan ribuan, hingga ratusan ribu bibit yang ada, hingga serentak bisa dibagi-bagi, memang butuh ketelatenan. Tapi toh bisa juga hal itu dilakukan.

Jadi, sebenarnya kalau kegiatan semacam ini bisa diteruskan secara rutin dan permanen, maka kelangkaan cabai bisa juga ditekan. Dan, harganya juga tak sampai melambung dan mengangkasa demikian tingginya.

Secara teoritis, itu bukan sesuatu yang sulit sepertinya. Kalau tiap rumah tangga bisa menanam cabai sendiri, untuk dimasak sendiri, pasti juga tak terlalu kerepotan jika membutuhkan.

Mungkin kalau mau masak besar, punya gawe, ya butuhnya bisa jadi banyak. Tetapi untuk kebutuhan rumahan biasa, punya pohon cabai sendiri, seperti cukup untuk memenuhi kebutuhan. Walaupun setiap hari dipetik, tak akan mampu menghabiskan sendiri.

Itu pengalaman saja. Cabainya yang dipakai hanya beberapa biji. Lainnya ya dibagi-bagi ke saudara atau siapa yang pas membutuhkan.

***

Ya, senang juga sih bisa melakukan seperti ini. Jadi, naik turunnya harga cabai, sudah tak ngefek lagi. Bahkan mungkin sudah tak ada pengaruh apa-apa lagi.

Nah, buat pembaca, kalau mau ikutan mencoba langkah yang sudah 'teruji' ini, mungkin sekarang waktunya untuk melakukan pembenihan lagi.

Matahari minggu ini (21 Maret) berada di titik ekuinoks. Titik matahari berada di lintasan nol derajat khatulistiwa. Penanda waktu sempurna buat belahan bumi selatan dan utara mendapatkan cahaya yang sama 12 jam. 

Musimnya peralihan mau ke kemarau kalau di Indonesia. Tapi hujan juga masih ada, walau sudah mulai tidak setiap hari.

Bertanam itu soal niat hati saja. Kalau punya keinginan, ya, perlu dilaksanakan. Bukankah begitu?

dok. pribadi
dok. pribadi
 22 Maret 2020 

Hendra Setiawan

*) Artikel terkait: Cabai Mahal, Tanam Saja Sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun