Surabaya kota pada masa kini, tempo dulu (sekitar abad ke 16-17) pernah punya cerita tentang sebuah Kadipaten. Namanya Kadipaten Surabaya. Penguasanya bernama Adipati Jayengrono.
Nah, masih dalam rangka semangat 17-an, pada hari Minggu (18/8/2019) lalu, sebuah pentas seni kolaborasi diadakan oleh Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) Kota Surabaya. Kegiatan yang diikuti 540 peserta dari Rumah Kreatif binaan Disbudpar itu mengambil tajuk "Sawunggaling #Anak Dunia".
Gelaran dengan durasi waktu sekitar 2 jam ini diadakan di ruang publik Taman Bungkul. Berisi gabungan dari hasil pelatihan seni musik, teater, tari, pedalangan, macapat, sastra, topeng, MC Jawa, layang-layang, karawitan, jaranan, reog dan lukis.
Wih, paket lengkap pokoknya... Sutradaranya adalah Ketua Bengkel Muda Surabaya (BMS) Cak Heroe Budiarto. Penontonnya pun sampai berjubel dan rela berpanas-ria.
Foto ini adalah kolase aneka pajangan kreasi layang-layang, topeng kertas, lukisan, serta tampilan paduan suara yang tampil.
"Harus berani bangkit, belajar dan bekerja keras. Semangat itu ibarat pelita yang tak boleh padam dalam sanubarinya. Semangat itu harus tetap menggelora meski apapun yang dihadapi. Semangat inilah yang ingin kita sampaikan dan kita tularkan kepada warga Surabaya, khususnya anak-anak Surabaya supaya sukses di kemudian hari," kata Walikota Surabaya Tri Rismaharini ketika membuka acara ini.
Bagaimana keseruannya? Simak melalui foto-foto ini. Harap maklum, posisinya di belakang tempat duduk undangan dan tamu, jadi tak bisa leluasa mengambil gambar. Ini pun dengan kamera HP, hehe....
Adegan diperagakan ke tampilan kolaborasi seni kontemporer. Kisahnya adu jago. Hip hop, dance (kiri) versus tari atau seni tradisi (kanan).
"Nanti dulu. Siapa nama ibumu, dan apa buktinya kalau kamu anakku?" tanya Adipati.
"Hamba adalah putra dari Biyung Dewi Sangkrah. Sebagai bukti bahwa hamba memang anak Dewi Sangkrah, ibu memberi hamba sebuah selendang Cinde Puspita ini!" jawab Joko berek.
Terkejutlah Adipati Jayengrana, tapi ia tak bisa mengelak. Selendang itu memang pernah ia berikan kepada Dewi Sangkrah yang dicintainya.
Tetapi pada saat itu ada pengumuman bahwa di alun-alun Kartasura akan diadakan sayembara sodoran. Sodoran adalah perang tanding prajurit berkuda dengan bersenjatakan tombak dengan memanah umbul-umbul yang bernama Umbul-Umbul Tunggul Yuda.
Adipati Jayengrana yang sudah dipecat itu pun menyuruh kedua anaknya agar giat berlatih untuk mengikuti sayembara itu. Pemenang dari sayembara itu akan diangkat menjadi adipati di Surabaya.
Sawungrana dan Sawungsari; keduanya gagal, tak bisa menjatuhkan umbul-umbul Tunggul Yuda yang dipasang di antara Menara Galah. Hanya Sawunggaling-lah yang dengan tepat dapat menjatuhkan Umbul-Umbul Tunggul Yuda.
Begitulah kira-kira cerita dalam pentas kolaborasi yang diadakan mulai jam 8 pagi ini. Mohon dimaafken kalau ada yang kurang tepat dalam penyajian ringkas cerita ini.
Oh, ya, mengenai Rumah Kreatif sendiri sebetulnya sudah ada sejak tahun 2017. Di tempat ini, warga kota bisa mendaftar secara gratis, free di UPTD Tugu Pahlawan atau langsung ke Disbudpar di kompleks Balai Pemuda. Tidak ada batasan usia bagi warga Surabaya yang ingin bergabung di 18 pelatihan tersebut. "Coba, kurang enak bagaimana jadi warga Surabaya. Ya, toh....!"
Demikian kisah Agustusan tahun ini dari Surabaya. Salam kemerdekaan. Salam kebangsaan. Salam budaya. Rahayu....!
 Hendra Setiawan
Surabaya, 24 Agustus 2019