Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

KOMPAS vs TEMPO Menurut Saya

14 Desember 2011   07:18 Diperbarui: 4 April 2017   18:15 3224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Seiring usia yang makin bertambah, kadang-kadang terbayang kilas balik perjalanan sebuah media, tentu dari sudut pandang pribadi yang belum tentu obyektif.  Harian KOMPAS sudah lama berdiri, seingat saya mulai senang membaca koran, tahun 1970 harian KOMPAS sudah saya baca, walaupun saat itu koran favorit saya adalah harian MERDEKA, dengan logo huruf MERDEKA berwarna merah.   Demikian pula majalah TEMPO sudah lama terbit, saya tidak berusaha mencari tahu kapan majalah TEMPO mulai terbit. Yang saya ingat tahun 1972 saya sudah membaca majalah TEMPO, walaupun saat itu ada sebuah majalah bernama TOPIK yang lebih saya sukai daripada TEMPO, karena saat itu TOPIK mengulas kejuaraan dunia catur antara Robert Fischer vs Boris Spasky.

KOMPAS

KOMPAS sejak semula saya kenal adalah media yang sangat santun, hati-hati, sangat moderat barangkali, sehingga akhirnya saya berlangganan harian ini sejak tahun 1970an sampai hari ini seolah-olah kecanduan.  Bayangkan tetap berlangganan, padahal berita-berita penting dapat dibaca di Kompas Online dan media online lainnya, termasuk TEMPO Online. Seringkali KOMPAS hanya dibaca sepintas, kecuali bila ada bahasan menarik seperti tertangkapnya Nunun Nurbaety atau ulasan menarik tentang sepakbola Real Madrid vs Barcelona atau berita-berita hangat tentang kisruh PSSI pada zaman Nurdin Halid bahkan sampai hari ini.

Saking santunnya seingat saya KOMPAS baru sekali dibreidel, dalam hal ini tak boleh terbit untuk sementara waktu, pada awal 1978 kalau tak salah ingat, saat terjadi demonstrasi besar-besaran, terutama di Jakarta dan Bandung.  Waktu itu mahasiswa UI dan ITB masih menjadi lokomotif mahasiswa dalam mengkritisi Pemerintah.

Sekarang bagaimana ?  KOMPAS sudah berkembang biak, bukan hanya harian KOMPAS, melainkan sudah ada pula percetakan, toko buku, Kompas Online, harian-harian di daerah, Kompasiana, KOMPAS TV, bisnis lain di luar media dan seterusnya yang saya tidak tahu.  Khusus untuk harian KOMPAS masih merupakan media dengan gaya menulis hati-hati sekali, dengan karikatur yang sudah jauh lebih berani dan ikon karikatur lucu yang belum tergantikan Oom Pasikom.  Wartawannyapun sudah jauh lebih berani dibanding sebelum zaman reformasi.  Misalnya Budhiarto Shambazy saat diwawancarai sebuah TV Berita ternama, berani mengatakan bahwa tertangkapnya Nunun Nurbaety itu adalah sebuah peristiwa yang mengundang tanda tanya karena tertangkapnya mudah sekali, dikatakan pula bahwa penangkapan itu seolah-olah sebuah sandiwara.  Demikian kira-kira yang saya tangkap isi pembicaraan talk show yang berlangsung belum seminggu lalu itu.

Kesimpulannya KOMPAS sekarang sudah jauh lebih berani, apalagi Kompasiana ......

TEMPO

TEMPO menurut saya adalah sebuah majalah berita bergengsi dan pionir majalah berita di Indonesia, walaupun mungkin gagasan pendirian majalah ini sedikit banyak dipengaruhi majalah TIME, bahkan cover majalah ini bertahun-tahun seingat saya sangat mirip TIME, dengan garis merah di tepi cover depan majalah.   Pokoknya saya bangga membaca TEMPO karena bahasa Indonesianya bagus, ulasannya bagus, tampak ilmiah.  Mungkin karena tahun 1970-an - 1980-an masih sangat muda tentu bangga menjadi pembaca majalah yang terlihat bergengsi itu.

TEMPO juga seingat saya pernah dibreidel paling tidak dua kali oleh Pemerintahan Pak Harto.  Pada peristiwa demo mahasiswa tahun 1978 TEMPO juga menjadi salah satu korban yang dibekukan penerbitannya oleh Pemerintah.   Tahun 1994 TEMPO juga dilarang terbit, saya lupa karen alasan apa, tapi lumayan cukup lama TEMPO tidak terbit sampai wartawannya tercerai berai ke mana-mana, misalnya Bambang Harymurti pernah menjadi Redaktur Harian Media Indonesia, sebelum kembali ke TEMPO setelah majalah ini diperbolehkan terbit lagi.

TEMPO dalam 13 tahun terakhir tetaplah terlihat berani memuat berita aktual, investigasinya menurut saya luar biasa berani dan besar kemungkinan benar, karena sejauh ini tak ada pihak yang komplain atau berani komplain atas investigasi majalah TEMPO.  Kekecualian saat TEMPO beberapa tahun lalu memuat berita panas 'Ada TW di Tenabang'.  Saat itulah TEMPO digugat ke pengadilan oleh pengusaha berinisial TW tersebut.  TEMPO kalah di Pengadilan.

Persamaan dan Perbedaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun