Bumi bukan sekadar tempat berpijak, melainkan rumah yang memberikan kehidupan bagi seluruh makhluk. Dalam tiap hembusan udara, tetesan air, dan sehelai daun, terkandung keseimbangan yang menopang keberadaan kita.
Namun, dalam hiruk-pikuk modernitas yang serba cepat dan penuh distraksi, manusia kerap abai terhadap alam yang menopangnya.Â
Pertanyaan reflektif pun muncul: sudahkah kita benar-benar mencintai dan menjaga Bumi?Â
Momen peringatan Hari Bumi 2025 menjadi ruang kontemplatif sekaligus ajakan bagi kita terutama bagi generasi muda untuk menyelami kembali relasi dengan alam, yang selama ini sering terabaikan dalam hiruk-pikuk kehidupan modern.
Karenanya dalam menghadapi berbagai tantangan ekologis yang semakin kompleks, keterlibatan generasi muda menjadi penting sebagai katalis perubahan sosial dan lingkungan. Kaum muda memiliki energi dan semangat perubahan yang kreatif. Mereka tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga produsen gagasan dan aksi.Â
Dalam konteks lingkungan hidup, keterlibatan kaum muda terlihat dalam berbagai gerakan dan kampanye akar rumput, hingga keterlibatan langsung dalam aksi konservasi alam.Â
Di Kabupaten Ende, NTT, aktivisme kaum muda dalam rangka memperingati Hari Bumi 2025, tercermin melalui kolaborasi antara mahasiswa STPM Santa Ursula dan komunitas Kampus Tanpa Dinding, Koalisi Kopi Ende, serta Taman Baca Anak Merdeka. Kolaborasi ini sebagai gerakan kolektif untuk membumikan kesadaran ekologis dalam tindakan nyata.
Kegiatan kolaboratif ini bertema "Merawat Bumi: Planet Kita, Hidup Kita", sebuah tema yang menyiratkan keterhubungan tak terpisahkan antara kelestarian planet dan keberlanjutan kehidupan manusia. Dalam semangat itu, dua kegiatan utama diselenggarakan secara berurutan: Youth Voice dan Aksi Konservasi Mata Air Ae Manu.
Kegiatan pertama yang bertajuk Youth Voice: Planet Kita, Hidup Kita, berlangsung pada Selasa, 22 April 2025, di Box Caffe, Jl. Katedral Ende. Kegiatan ini diawali dengan sesi meditasi singkat yang dipandu oleh Bruder Pio Hayon, SVD.Â