Mohon tunggu...
Helmi Fithriansyah
Helmi Fithriansyah Mohon Tunggu... -

Wild and Fun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bangsa yang Kehilangan Jati Diri

10 Maret 2012   04:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:16 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebijakan pemerintah Indonesia yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada April 2012 nanti menimbulkan beragam kontroversi. Aksi demonstrasi penolakan kebijakan kenaikan harga BBM oleh para mahasiswa pun merebak di berbagai kota. Di berbagai media massa—baik cetak, elektronik, maupun on-line—perdebatan antara pihak yang pro dan kontra dengan kebijakan pemerintah menjadi topik utama pemberitaan.

Seakan tidak mau kalah dengan kontroversi seputar kenaikan harga BBM. Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan pernyataan yang mengundang perdebatan. Diantaranya masalah pemakaian rok mini di areal gedung DPR serta tudingan akan adanya penggulingan kekuasaan pemerintah.

Hal ini memunculkan dugaan, apa yang digulirkan para anggota DPR sebagai bentuk pengalihan isu. Terlebih tokoh kunci yang mengeluarkan pernyataan kontroversi berasal dari Partai Politik penguasa.

Beragam kritik pun mulai bermunculan sebagai bentuk kekecewaan. Terlebih pada pola kepemimpinan di Indonesia yang dinilai kurang memiliki kepedulian pada persoalan-persoalan dasar masyarakat. Salah satu kritik yang cukup cerdas dan pedas adalah yang menyatakan Indonesia merupakan sebuah negara “autopilot”. Secara tegas kritik ini mempertanyakan absennya peran pemimpin di negeri ini.

Meski sedikit mengiyakan istilah negara “autopilot” tersebut. Namun secara pribadi, saya lebih suka mengistilahkan Indonesia sebagai bangsa yang kehilangan jati diri. Kenapa?. Kita semua tahu, pasca reformasi politik 1998, arus demokratisasi begitu dahsyat melanda Indonesia. Saking dahsyatnya, kita—yang baru saja terbangun dari tidur panjang rezim otoriter selama hampir 32 tahun—menjadi begitu terperangah. Hingga tanpa kita sadari, liberalisme merasuki semua bidang kehidupan.

Ranah pemikiran kita pun tidak luput dari gempuran nilai-nilai yang diusung liberalisme. Atas nama kebebasan, liberalisme semakin membuat kita terlena. Hingga lupa akan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Liberalisme menjadikan kita “seolah-olah” kehilangan identitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Liberalisme juga menggerus nilai-nilai kebangsaan yang dirintis oleh para pendiri bangsa. Imbasnya, nilai-nilai liberalisme—yang menjadi satu paket dengan demokrasi ketika meruntuhkan kekuasaan otoriter—meracuni semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa sempat kita membuat penawarnya.

Padahal, jika kita mau mengkaji secara lebih komprehensif. Maka kita akan menemukan perbedaan yang sangat mendasar antara nilai-nilai demokrasi dan liberalisme. Individualisme menjadi fokus utama dalam liberalisme. Sementara, demokrasi merupakan kolektivitas publik yang didasarkan homogenitas. Meski sulit dipahami, pada kenyataannya kedua paham ini saling menganulir satu dengan lainnya. (Donny Gahral Adian; 2010; 61).

Sebuah negara sejatinya memiliki tujuan pokok menjaga eksistensinya serta melindungi segenap warga negaranya, termasuk memberikan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Ironisnya, atas nama pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang diusung liberalisme, peran negara tersebut kini kian termarginalkan. Melalui liberalisme, peran negara mengalami penyempitan makna.

Di negara kita, Indonesia, peran negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea empat mulai terkuras oleh semangat liberalisasi yang begitu menggelora. Hampir semua bidang kehidupan di Indonesia mulai terliberalisasikan tanpa kecuali. Akibatnya, peran negara menjadi "seakan-akan" hilang.

Jika mau jujur, apa yang saat ini sedang terjadi pada bangsa Indonesia merupakan imbas dari ketidakmampuan kita membentengi pola pikir dalam memasuki serta menghadapi era globalisasi. Ketidakmampuan ini kian diperparah dengan kealpaan kita pada jati diri sebagai bangsa Indonesia. Kita pun tampil menjadi suatu bangsa yang “kacau” dan seperti kehilangan jati diri dalam kehidupan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun