Mohon tunggu...
Nindia Kraftwina
Nindia Kraftwina Mohon Tunggu... Data Visual Designer | Information Designer | Data Storyteller

Halo! Saya freelance creative dan information designer dengan minat pada visualisasi data, desain editorial, dan narasi visual. Selain itu saya adalah seorang Ibu yang hobi menjahit, bebikinan kerajinan, ikut berbagai macam online course.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Satu Tarikan Napas, Perjalanan Menemukan Mindful Parenting

16 Juni 2025   11:43 Diperbarui: 16 Juni 2025   11:46 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ledakan emosi terhadap anak (Sumber : Self AI Generated Image dari Freepik.com)

Sore itu, saya meledak. Dan dalam ledakan itu, saya menghancurkan hati anak saya.

Pemicunya sepele, genangan air seni di depan pintu kamar mandi. Anak saya, saat itu baru berusia 3 tahun 6 bulan, berdiri di sana. Kaki mungilnya gemetar, wajahnya pucat pasi, dan dengan suara lirih ia berbisik, "Bunda, keluar."

Melihat genangan itu, sesuatu dalam diri saya meledak. Dada sesak, ada sesuatu yang bergerak cepat ke atas kepala. Sumbu kesabaran putus seketika. 

Saya mengamuk, menyalahkan, dan akhirnya menangis karena frustasi. Gelas emosi yang sudah penuh sesak oleh lelah fisik dan mental akhirnya pecah. 

Tangisnya pun membuncah, air matanya lebih deras. Ia hanya bisa terisak, mematung di atas keset kamar mandi yang basah.

Itulah momen saat saya menyadari, sayalah orang pertama yang menanamkan rasa tidak aman pada diri anak saya sendiri. 

Sejak hari itu, setiap kali saya berbicara dengan nada sedikit lebih tegas dan keras, atau ekspresi wajah mengeras, tubuhnya langsung menegang. Matanya menyiratkan ketakutan, dia mengira amarah saya akan meledak lagi. Dia merasa tidak aman dan cemas. 

Penyesalan itu terasa seperti jangkar yang menenggelamkan saya ke dasar palung. Menyesakkan dan gelap. Saya tidak tahu cara memperbaikinya.

Meminta Bantuan Profesional

Langkah pertama adalah saya mengakui bahwa saya butuh pertolongan. Penyesalan itu membawa saya duduk di kursi ruang konsultasi psikiater. Pelajaran pertama yang saya terima bukanlah tentang anak, tetapi tentang saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun