Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hal-hal yang Dirindukan dari Berbelanja ke Pasar

18 April 2021   17:23 Diperbarui: 18 April 2021   17:58 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: BeritaSatu.com

Pandemi yang disebabkan miss corona benar-benar menyebabkan seluruh dunia kewalahan. Hampir tidak ada negara yang terlewat oleh virus yang satu ini. Dan dunia yang selama ini kita kenal pun berubah. Sekarang, di mana-mana orang menerapkan protokol 3M: memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Tidak ada lagi keramaian orang. 

Tempat-tempat wisata dan taman hiburan sepi. Gedung-gedung sekolah dan kampus kosong melompong. Di kantor-kantor, karyawan banyak yang bekerja dari rumah. 

Di mana-mana, hampir semua kegiatan dilakukan secara dalam jaringan. Untuk orang-orang yang gaptek seperti saya, sistem dalam jaringan ini kadang-kadang buat gak nyaman. Suara yang tidak terdengar jelas - kresek-kresek, video yang tersendat-sendat, atau gagal bayar saat menggunakan pembayaran elektronik. Jadi curcol nih.

Interaksi dalam jaringan ini juga merambah dunia belanja belanji. Kalau dulu, orang-orang belanja untuk bahan makanan sehari-hari di pasar, sekarang dilakukan secara dalam jaringan. Tinggal buka aplikasi, pilih item yang mau dibeli, lalu bayar. Nanti semua pesanan akan dikirim ke rumah. Berhubung yang terkena Covid-19 meningkat, saya pun memilih untuk belanja secara dalam jaringan supaya tidak berada di kerumunan orang banyak. 

Sebelum miss corona datang, saya biasanya belanja ke pasar seminggu sekali saat akhir pekan untuk membeli buah-buahan. Akhir-akhir ini saya memang lebih memilih mengkonsumsi buah lokal. Sesekali saya membeli sayur mayur dan ikan. Saya termasuk jarang masak karena memang tidak bisa masak. Kalaupun memasak, biasanya karena bosan makan di luar dan ingin makan makanan seperti di rumah dulu. Biasanya saya akan tanya adik saya resepnya.

Urusan memasak ini sering membuat saya diomelin teman-teman kalau saya minta resep dari mereka. Selain saya kurang tahu banyak tentang bumbu, saya orangnya cukup ingin tahu. Kalau dikasih resep, saya pasti tanya, fungsi dari setiap bumbu itu apa. 

Kalau tidak dipakai, efeknya apa. Terus kalau bumbu dihaluskan, apakah sekaligus dimasukkan atau satu persatu.  Apakah urutan menghaluskan bumbu mempengaruhi cita rasa makanan atau tidak. “Ribet amat sih. Udah, ikutin aja. Ini resep dari emak gue dan terbukti enak”, protes teman saya.

Nah, kembali ke pasar. Terus terang, saya sangat menikmati berbelanja di pasar dibandingkan dengan berbelanja di supermarket atau hypermarket yang beroperasi secara swalayan. 

Saat belanja di pasar, saya ikut terbawa dalam suasana riuh rendah pembeli dan pedagang yang saling tawar menawar. Kadang-kadang si penjual membuka cerita sambal menimbang sayur mayur tentang kejadian yang lagi viral. 

Lain waktu, si pedagang mengeluh harga serba naik, jadi pembeli yang belanjapun sedikit. Padahal mereka sudah berusaha mengambil untung hanya sedikit agar pembeli tetap mau berbelanja. Celotehan pun dibalas oleh si pembeli. Harga-harga serba mahal, pusing mikirin bagaimana mengatur gaji yang gak ikutan naik.

Kalau musim masuk sekolah, pembicaraan pun beralih ke biaya sekolah yang serba mahal. Dari buku, baju seragam yang berbeda-beda setiap hari, sepatu, uang SPP, buku pelajaran. Belum lagi anak-anak yang susah disuruh belajar. Kalau gak main hp, main game, atau nonton TV. 

Saat mengerjakan pekerjaan rumah atau masa ujian, tidak jarang orang tua terpaksa turun tangan. Mana pelajaran anak-anak sekarang tidak seperti zaman dulu. Banyak yang mengeluh tidak mampu mengikuti pelajaran anak-anak sekarang.  Anak-anak yang sekolah, orang tua juga ikutan repot.

Saat puasa, ibu-ibu dipusingkan dengan kehabisan ide mau masak apalagi untuk berbuka dan sahur.  Bosan masak kolak, pudding atau agar-agar, gorengan, sambal teri kacang dan sayur bening. Inginnya bisa memasak macam-macam, tapi tanpa repot dan gak perlu lama. Ada gak ya? He he he. Nah, di sini ibu-ibu lain ikut membantu membagikan resep. Bumbunya apa saja dan cara masaknya bagaimana.

Padahal, kalau dipikir-pikir, hampir semua yang berbelanja bukanlah bertetangga. Saudara juga bukan. Namun, suasananya akrab. Dan si penjual juga sering bercanda. Hal lain yang membuat saya takjub adalah kejujuran si penjual. Kalau sayur mayurnya kurang segar, beliau dengan jujur bilang sayur-mayurnya kurang segar karena stok kemarin. 

Kalau mau yang segar, nanti sore ada stok baru. Kebetulan pasar di tempat saya buka pagi dan sore hari. Jadi kalau ada yang mau belanja sekarang silakan. Kalau mau tunggu stok baru, nanti suami si ibu penjual akan mengirimkan ke rumah masing-masing. Tinggal tulis apa saja yang mau dibeli dan alamat rumah. Saya baru tahu ada model belanja seperti ini.

Kalau misalnya harga seperti cabe tiba-tiba melonjak, si ibu penjual dengan jujur bilang harga cabe naik. Tapi beliau ada stok kemarin. Boleh pilih yang segar dengan harga mahal atau stok kemarin harga lebih murah. Setahu saya biasanya orang ingin mencari untung besar. Kalau ada stok lama, orang cenderung akan menjual dengan harga yang sekarang. Biar untung berlipat-lipat. Inilah cara kerja spekulan. Tapi si penjual langganan saya berbeda. Beliau lebih mengutamakan rasa kekeluargaan dengan para pelanggannya.

Pengalaman yang sama juga saya dapati saat berbelanja buah di tukang buah langganan. Bapak penjual buah akan memilih buah-buah yang bagus untuk saya. Mangga, duku, pepaya dan jeruk yang manis. Alpukat yang bagus dan rasanya gurih. Pisang barangan yang menul-menul. Melon dan semangka yang manis dan banyak airnya. Salak yang gak sepet. Kalau belanjaan saya berat, bapak tukang buah akan menyuruh anaknya menolong saya membawa belanjaan saya sampai ke depan pasar tempat parkir. Saya merasa benar-benar terbantu.

Selain itu juga, saya sering dikasih bonus seperti tomat, wortel, atau kentang oleh si ibu penjual sayur. Bapak tukang buah juga sering memberi tambahan buah seperti jeruk atau salak. Kadang-kadang saya menolak karena nanti untungnya jadi sedikit. Mereka hanya tertawa. Bagi mereka, rejeki sudah ada yang mengatur. Asal kita bekerja keras dan ikhlas, mudah-mudahan diridhoi Yang Maha Kuasa. Hal lain yang saya pelajari adalah tidak perlu menunggu menjadi orang kaya untuk melakukan kebaikan. Pintu untuk melakukan kebaikan terbuka kapan saja dan di mana saja

Pengalaman berbelanja ke pasar dan interaksi-interaksi yang ada di dalamnya, merupakan hal penting buat saya untuk "tetap menginjak bumi". Terus terang, kalau di kantor, hal-hal begini jarang sekali dibicarakan dengan kolega. 

Waktu sudah habis terkuras dengan tenggat waktu dan dari satu meeting ke meeting yang lain. Kalaupun mengobrol saat waktu istirahat makan siang, yang dibicarakan juga seputar urusan pekerjaan. Dan yang paling berkesan buat saya adalah keikhlasan dalam menjalani hidup. Untuk orang yang secara alamiah achievement driven seperti saya, kepasrahan bukanlah sesuatu yang ada di kamus hidup saya. 

Kalau bisa diusahain, harus dikejar apa yang diinginkan atau ditargetkan. Interaksi di pasar membuat saya melihat hidup dari sudut pandang lain. Hidup tidak selalu berjalan seperti yang dikehendaki dan itu adalah kenyataan hidup. Belajar ikhlas seperti yang kata penjual sayur dan buah langganan saya. Yang penting kita berusaha sebisa mungkin dengan cara yang benar. Di luar itu, serahkan kepada Yang Maha Kuasa.

Pengalaman begini tidak saya dapatkan saat berbelanja dalam jaringan. Karena memang tidak ada interaksi antara penjual dan pembeli atau antara sesame pembeli. Saya rindu suasana pasar. Saya rindu interaksi pembeli dan penjual di pasar. Rindu canda tawa pembeli dan penjual. Sayangnya, miss corona sepertinya masih betah tinggal. Semoga corona cepat berlalu supaya saya bisa kembali belanja ke pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun